Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Keputusan Indonesia mencabut larangan ekspor pasir laut punya potensi membantu proyek perluasan lahan di negara tetangga Singapura – negara kota itu saat ini sedang merencanakan tahap lanjutan dari Pelabuhan Tuas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura saat ini tengah merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasi diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an. Pelabuhan Tuas akan dibuka dalam empat tahap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Keputusan kami untuk melanjutkan Pelabuhan Tuas mengirimkan sinyal kuat kepada dunia bahwa Singapura terbuka untuk bisnis... Kami akan terus maju," kata Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, saat pembukaan tahap pertama, September 2022.
Pelabuhan Tuas, menurut Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura, akan menempati sekitar 1.337 hektar tanah (sekitar 3.300 lapangan sepak bola) saat selesai. Akan ada 66 tempat berlabuh sepanjang 26 kilometer yang mampu menangani kapal peti kemas terbesar.
Ketika selesai kurang lebih pasca-2040, operasi di pelabuhan Singapura lainnya - Keppel, Brani, Pasir Panjang dan Tanjong Pagar - akan dikonsolidasikan Tuas. The Strait Times mencatat, ini akan memiliki kapasitas penanganan 65 juta unit setara dua puluh kaki (TEUs), peningkatan sepertiga dari kapasitas Singapura saat ini.
Pelabuhan Laut Dalam Yangshan Shanghai memiliki kapasitas desain untuk menangani 50 juta TEU.
Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2019, Singapura adalah importir pasir laut terbesar di dunia. Dua dekade sebelumnya telah menerima 517 juta ton pasir dari negara tetangganya.
Indonesia pertama kali membatalkan ekspor pasir laut pada 2003. Kemudian menegaskan kembali pada 2007 sebagai langkah melawan pengiriman ilegal.
Keputusan pemerintahan Joko Widodo untuk mencabut peraturan itu memicu kritik dari sejumlah pihak atas alasan lingkungan, termasuk dari bekas menterinya sendiri Susi Pudjiastuti.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut tak merinci alasan pencabutan itu.
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI berkukuh menyatakan keran ekspor pasir itu perlu dibuka, demi menghindari perdagangan ilegal.
Staf khusus kementerian di bidang hubungan internasional Edy Putra Irawadi saat jumpa pers di kantornya pada Rabu, 31 Mei 2023, mengatakan Indonesia punya pasar potensial untuk ekspor laut ini, yakni Singapura.
Pesan yang dikirim Tempo kepada duta besar Singapura untuk Indonesia melalui staf komunikasinya mengenai potensi impor pasir, belum segera dibalas.
Sebelum pelarangan, Indonesia adalah pemasok utama pasir laut Singapura untuk perluasan lahan, dengan pengiriman rata-rata lebih dari 53 juta ton per tahun antara 1997 hingga 2002.
Malaysia melarang ekspor pasir laut pada 2019, padahal Kuala Lumpur merupakan pemasok terbesar Singapura.
Pilihan Editor: Greenpeace Buat Petisi, Desak Jokowi Cabut Izin Ekspor Pasir Laut: Jangan Tertipu Akal-akalan Oligarki
DANIEL A. FAJRI | VINDRY FLORENTIN