SALJU dan badai musim dingin, yang melanda sebagian besar Timur
Tengah menjelang pergantian uhun, tampaknya tidak mengurangi
usaha para pemimpin kawasan itu mencari perdamaian. Raja
Hussein dari Yordania, terbang ke Washington mengusahakan
konsesi dari Presiden Reagan. Mesir menyambut uluran tangan Irak
dan Yasser Arafat untuk memulihkan hubungan setelah hampir 4
tahun Kairo terkucil dari dunia Arab.
Sambil beristirahat di Mallorca, Spanyol, Kanselir Austria,
Bruno Kreisky, seorang keturunan Yahudi yang dikenal bersimpati
pada PLO, mengusahakan hubungan langsung antara PLO dan Israel
untuk bertukar tawanan perang. Kontak itu "dengan pengetahuan
pemerintah (Israel)," kata Kreisky.
Tetapi, pertemuan yang paling berarti adalah yang dilakukan
bergantian di Khalde, dekat Beirut, dan di Kiryat Shemona, kota
perbatasan di bagian uura Israel. Untuk menyusun rencana
penarikan pasukan Israel dari Libanon, pertemuan itu tampaknya
menemui jalan buntu. Roti dan garam yang disuguhkan seorang
rabbi Yahudi di Kiryat Shemona kepada para ketua perutusan
Israel, Libanon dan Amerika Serikat sebagai kebiasaan menyambut
tamu, belum berhasil mempertemukan pendapat mereka. Yang jelas
ialah Libanon hanya ingin merundingkan soal penarikan mundur
tentara Israel dari wilayahnya, sementara Israel menghendaki
satu paket perundingan yang mencakup normalisasi hubungan kedua
negara.
Perutusan Libanon, yang dipimpin oleh seorang diplomat senior,
Antoine Fattal, menolak membicarakan hal 'normalisasi' karena
itu mengandung arti perjanjian terpisah dengan Israel yang akan
merusak hubungan Libanon dengan dunia Arab. Libanon masih sangat
memerlukan bantuan dunia Arab terutama untuk membangun kembali
negara yang diporak-porandakan perang itu.
Israel menghendaki Amerika hanya memainkan peran terbatas dalam
perundingan soal Libanon, sementara pemerintahan Presiden Amin
Gemayel menginginkan Amerika sebagai partner penuh, "bukan
sekadar sebagai saksi." Di situ Amerika diwakili oleh Morris
Draper, yang rupanya sudah aktif berusaha agar pembicaraan tetap
dilanjutkan pekan ini.
Konsesi dari kedua belah pihak memang ada. Dalam menolak usul
Israel mengenai 'normalisasi' itu, misalnya Libanon "menyatakan
kesediaannya untuk membicarakan masa depan hubungan dalam
kerangka pengembangan gencatan senjata yang ditandatangani oleh
Libanon dan Israel pada 1949." Libanon juga setuju merundingkan
soal lain seperti pembukaan perbatasan, perdagangan dan
pariwisata.
Pihak Israel, yang dipimpin oleh David Kimche, juga menahan
diri. Israel tidak lagi menuntut supaya perundingan harus
diiakukan di Yerusalem, dan supaya ditandatangani perjanjian
perdamaian.
Sebelum perundingan itu, menurut berita, Presiden Gemayel sudah
menyetujui suatu dokumen dari Israel. Isinya, selain hal
normalisasi hubungan kedua negara, juga soal: pengaturan
keamanan di daerah sampai 40 km dari perbatasan utara Israel,
dan penarikan tentara Israel, Suriah dan PLO. Konon Menteri
Pertahanan Israel, Ariel Sharon pergi ke Beirut menjelang Natal
untuk membujuk Gemayel menandatangani dokumen itu. Dia gagal.
PERTEMUAN bergantian di Khalde dan Kiryat Shemona itu dilakukan
enam bulan setelah tentara Israel menyerbu dan menduduki
sebagian dari wilayah Libanon bagian selatan. Sementara
pembicaraan mereka berlangsung datang berita dari Kairo: "Mesir
tidak akan menyertai (perundingan perdamaian Timur Tengah)
kecuali Yordania dan PLO ambil bagian. Ini adalah pendirian
baru." Menteri Negara urusan Luar Negeri, Dr. Butros Ghali
memberikan peringatan itu dalam suatu wawancara televisi.
Dr. Ghali mengatakan bahwa hubungan Mesir-Israel sekarang
melalui masa "beku". Mesir menarik dubesnya dari Tel Aviv sejak
Israel menyerbu Libanon. Kini, selain menghendaki mundurnya
tentara Israel dari Libanon, Mesir juga meminta penyelesaian
cepat atas daerah Taba yang dipersengketakannya dengan Israel.
Daerah Taba yang luasnya sekitar satu kilomcter persegi, berada
di dekat pelabuhan Israel, Eilat.
Menurut Menlu Mesir, Kamal Hassan Ali, yang dikutip oleh harian
Mesir Al Akhbar, sebagian besar negara Arab sekarang cenderung
"menerima prakarsa Reagan". Usul Presiden Amerika itu mencakup
otonomi bagi rakyat Palestina di Tepi Barat Sungai Yordan dan
Gaza di zaman Yordania. Tapi Reagan menentang suatu negara
Palestina yang merdeka ataupun pendudukan lebih lanjut oleh
Israel.
Dan Reagan masih menolak berunding langsung dengan PLO,
sekalipun dalam rombongan Raja Hussein yang pergi ke Washington
akhir Desember lalu, ada wakil Palestina, Khaled El Hassan,
pengikut Yasser Arafat. Reagan dan Raja Hussein tampaknya
mencapai persetujuan mengenai peran Yordania dalam rencana
perdamaian Timur Tengah.
Memang Raja Hussein menolak melibatkan dirinya secara terbuka
untuk berunding langsung dengan Israel, tapi Reagan mengatakan
perundingan langsung sudah dalam jangkauan. Mungkin karena itu
pula Presiden Amin Gemayel, ketika menyambut tahun baru,
meramalkan tahun 1983 ini akan menyaksikan pulihnya wewenang dan
kekuasaan pemerintahnya di seluruh Libanon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini