Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Walaupun Menentang Atheisme

Pangeran Arab Saud Bin Faisal memuji negeri komunis Soviet, walaupun hubungan diplomatik putus. Hubungan dengan Amerika berubah dingin. (ln)

17 Maret 1979 | 00.00 WIB

Walaupun Menentang Atheisme
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
IA seorang Pangeran muda yang bicara tajam tapi hati-hati. Seperti anggota keluarga kerajaan Arab Saudi yang lain, ia tak pernah menyatakan pendapat pribadinya kepada pers. Apalagi ia Menteri Luar Negeri. Maka dunia pun tertarik, ketika kepada mingguan Al Hawadess, yang terbit di Beirut awal bulan ini Pangeran Saud bin Faisal menyuarakar. seSU.ltU yang tak pernah terdengar sebelumnya pujian Arab Saudi kepada negeri komunis besar Uni Soviet. "Kami dulu punya hubungan diplomatik dengan Uni Soviet," kata Saud bin Faisal. "Pihak Soviet-lah yang memutuskannya. Saya ingin menggaris-bawahi kenyataan, bahwa tiadanya hubungan diplomatik tak berarti kami tak mengakui Uni Soviet, atau bahwa kami tak mengakui peran penting yang dijalankannya dalam politik dunia. Bahkan sebaliknya. Kami selalu menyatakan rasa terimakasih kami kepada sikap Soviet yang positif terhadap masalah Arab. " Disiarkan setelah jatuhnya Shah Iran yang pro-AS, ucapan Saud bin Faisal itu merupakan pukulan lagi bagi politik luar negeri Presiden Carter. Dan itulah tanda lebih lanjut menjauhnya Ryadh dari Washington D.C. Sebelumnya, rencana kunjungan orang kuat Arab Saudi Pangeran Fahd ke AS mendadak dibatalkan. Di Washington keterangan resmi menyatakan sang pangeran kurang sehat. Tapi pihak audi segera menjawab: tak ada gangguan apa pun dalam kesehatan putera Mahkota. Terjemahannya Arab Saudi tak ingin menyembunyikan ketidakpuasannya terhadap AS. Dugaan Mana? Ada dugaan, bahwa Arab Saudi tak senang melihat sikap AS yang tak begitu tegas menghadapi gerak Uni Soviet di kawasan itu. Tapi dugaan yang lebih kelihatan berdasar ialah keraguan Saudi terhadap cara AS menyelesaikan sengketa Timur Tengah. Ketika Menteri Pertahanan AS Harold Brown datang ke Ryadh beberapa waktu yang lalu, menurut Saud bin Faisal, yang diungkapkan Brown ialah soal bahaya Soviet. Padahal bagi Saudi, yang masih merupakan bahaya besar di kawasan itu adalah "ancaman Zionis". Dengan ini tak berarti Saudi ingin menyingkirkan Israel dari peta Timur Tengah. Tapi jelas perdamaian antara Israel dengan Mesir yang tak mengembalikan bagian Arab dari kota suci Yerussalem akan ditolak Saudi. Dukungan Presiden Carter bagi hak rakyat Palestina semata tidak cukup. Mungkin itulah pagi-pagi bekas Menteri Luar Negeri Henry Kissinger, dalam wawancara dengan majalah Time pertengahan Januari, sudah melihat bahwa Saudi "telah memilih jalan yang lebih terlepas" dari AS. Contohnya dalam pertemuan OPEC Desember 1978, Saudi menyetujui kenaikan harga minyak sampai 14,5%. Sebelumnya ia mendengarkan keberatan AS dalam perkara ini. Pendekatan terhadap Soviet sendiri sudah sejak lama didesas-desuskan. Pertengahan 1977 Pangeran Fahd, yang dulu berhubungan baik dengan Presiden Nion, pernah dikutip keinginannya "berhubungan secara bersahabat dengan rakyat Soviet," walaupun Saudi menentang komunisme dan atheisme. Tiba-tiba akhir Januari 1979, sebuah tulisan muncul dalam sebuah majalah resmi Soviet oleh Igor Belyayev, seorang ahli Timur Tengah. Isinya memuji Arab Saudi. Sudah tentu ini menarik perhatian sebelumnya Moskow tak pernah memandang tinggi negeri tempat Mekah. Uni Soviet dulu memang termasuk negara paling awal mengakui berdirinya "Kerajaan Hejaz dan Najd", sehabis Raja Abdul Azis menyatukan Arabia di tahun 1920-an. Bahkan ada konsulat Soviet di Saudi sampai tahun 1938. Itu kelanjutan tugas diplomatik zaman Rusia pra-komunis di Jeddah. Konsulat kemudian pindah ke Mekah, kota suci yang terlarang bagi bukan-Muslim. Rupanya staf konsulat memang orang Soviet yang muslim, yang bertugas mengurus jemaah haji. Setelah hubungan diplomatik putus, perdagangan masih jalan. Ekspor Soviet ke Ryadh misalnya, sampai dua tahun lalu mencapai AS$ 13 milyar. Ini jumlah kecil, dibandingkan misalrya ekspor Soviet ke Iran (AS$ 218 milyar). Tapi tahun 1979 nampaknya tahun baik bagi Kremlin, dalam persaingan pengaruh dengan Washington. Tapi Washington masih punya kesempatan angin baik. Konflik bersenjata antara Yemen Selatan yang kiri dengan Yemen Utara yang didukung Saudi kini masih berkecamuk -- walaupun baru diusahakan damai oleh Liga Arab. Dan AS pekan lalu menyatakan akan mengganti senjata seharga AS$ 8,2 juta yang dikirim Saudi ke Yemen. Asal tak untuk menyerbu masuk ke Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus