Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno mengungkap alasan Indonesia bergabung dengan BRICS karena ini merupakan salah satu perwujudan dari prinsip bebas aktif yang dianut Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Prinsip (bebas aktif) kalau tidak diaktualisasi enggak ada gunanya. Jadi kami harus wujudkan prinsip itu dalam satu tindakan yang nyata,” kata Arif kepada Tempo di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada Jumat, 17 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Jerman itu menilai keputusan Indonesia gabung BRICS bukanlah suatu hal yang perlu dijadikan kontroversi. Sebab, banyak anggota BRICS yang juga merupakan anggota G20. Lewat BRICS, Arif menyebut Indonesia bisa membawa isu-isu khusus yang tak bisa dibahas di tempat lain, misalnya lingkungan hidup.
Keanggotaan penuh Indonesia dalam BRICS juga tak membuat Amerika Serikat (AS) menjauh. Arif merujuk pada India, salah satu anggota BRICS, yang juga tergabung dalam Quadrilateral Security Dialogue atau The Quad bersama AS, Jepang, dan Australia. Selain itu, dia juga berpendapat kebijakan BRICS nantinya tak berkaitan dengan dolarisasi.
Tak hanya itu, Arif turut menyinggung keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang masih dalam proses. Rencana keanggotaan Indonesia itu, turut didukung sejumlah negara seperti AS, Prancis, Jerman, Jepang, dan Australia. Sebagai contoh, Jepang menjanjikan pendanaan untuk pendidikan sedangkan Australia dan Jerman menawarkan program magang.
Meski aktif di berbagai kerja sama internasional, Arif menegaskan pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto tetap memprioritaskan kerja sama di kawasan ASEAN. Komitmen ini sudah dipegang oleh Prabowo sejak menjabat sebagai menteri pertahanan ketika mengunjungi negara-negara ASEAN karena ASEAN memegang peran kunci dalam politik luar negeri Indonesia.
Arah kebijakan luar negeri Indonesia secara detail dibahas dalam Majalah Tempo edisi khusus 100 hari kerja Presiden Prabowo yang terbit pekan ini. Dalam laporan “Politik Luar Negeri di Bawah Komandan Prabowo”, Tempo mengungkap adanya dominasi Presiden Prabowo Subianto atas kebijakan dan diplomasi politik luar negeri. Sebagai presiden, Prabowo memiliki kecenderungan untuk enggan didikte dalam pengambilan keputusan untuk urusan luar negeri. Keputusan yang Prabowo ambil tanpa kajian matang tak jarang membuat kegaduhan di dalam negeri dan dunia internasional.
Pilihan editor: Restoran Indonesia Pertama di Norwegia Dibuka
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini