"SAPU bersih oposisi !" Itulah tema utama kampanye Partai Aksi Rakyat (PAP) yang tak henti-hentinya dikumandangkan di Singapura, scjak dua pekan silam. Soalnya, jauh sebelum pemilu, 22 Desember, PAP telah dengan tekun mematangkan berbagai persiapan, termasuk pembinaan politisi muda. Di bawah gemblengan Perdana Menteri Lee Kuan Yew, 26 muka baru, termasuk Lee Hsien Loong, putra sulung orang kuat Singapura itu, siap terjun ke arena pemilu. Para kandidat muda Parlemen itu diharapkan bisa memperkuat, bahkan memastikan kemenangan PAP persis seperti empat pemilu terdahulu. Tapi penghitungan suara Ahad dinihari, menunjukkan PAP gagal merebut dua kursi di distrik pemilihan Anson dan Potong Pasir. Jago tua Jeyaretnam (Partai Buruh) mengalahkan Ng Pock Too, calon PAP untuk daerah pemilihan Anson, sedangkan pengacara Chiam See Tong dari Partai Demokratik Singapura (SDP) mencukur Mah Bow Tan, juga dari PAP, di Potong Pasir. Di luar dugaan, Chiam berhasil memperkuat barisan oposisi - suara yang pada pemilu 1980 hanya diwakili Jeyaretman. Menggondol 77 wakil dari 79 distrik pemilihan, mayoritas PAP bagaimanapun masih tak tergoyahkan. Namun kekalahan di Potong Pasir itu membuktikan, kalau tekun, oposisi bisa juga berkembang. Harus diakui kebangkitan mereka begitu pelahan. Mungkin karena PAP telanjur begitu kuat. Sedangkan dari tujuh partai oposisi, lima di antaranya berkaliber gurem. Hanya Partai Buruh dan SDP yang lebih berakar. Untuk merebut suara, oposisi mengarahkan sasaran mereka pada 218.000 pemilih muda berusia 21-26 tahun. "Suara mereka akan diberikan pada pemimpin opisisi yang berbobot," ramal Chiam. Tapi seorang pengamat berpendapat bahwa jiwa muda itu sukar ditebak. Dan, ternyata benar. Para pemilih muda itu, mungkin terkesan oleh sukses dan efisiensi kabinet Lee, atau terbawa oleh janji-janji, terbukti berkiblat ke PAP. Kepada mereka, ketua komite pemilu PAP Goh Chok Tong memang pandai menawarkan sebuah Singapura yang menakjubkan. Lewat kampanye gencar, PAP menjanjikan taraf hidup setingkat Swiss, satu kehidupan yang ceria dan satu rumah untuk tiap keluarga. Dijanjikan pula satu masyarakat berpikiran maju, dan tiap individu punya kesempatan untuk sepenuhnya membina karier di masa depan. Semua itu memang terlalu hebat untuk ditolak, dan warga Singapura mengerti bahwa PAP tidak akan membiarkan slogan itu tinggal sekadar mitnpi. Maka berbondong-bondonglah generasi muda memilih PAP. Adalah mereka ini juga yang dulu dikhawatirkan Lee Kuan Yew. Pemimpin yang akan mengundurkan diri empat tahun lagi itu menangkap adanya gejala enggan berpolitik di kalangan para muda. Sebab itu Lee mencanangkan pembibitan politisi muda yang dalam waktu dekat harus siap menerima tongkat kepemimpinan dari tangannya. Agaknya ini juga merupakan faktor lain yang ikut menentukan kemenangan PAP. Soalnya, para pemilih condong memberikan suara pada teknokrat muda ketimbang pemimpln oposisi yang semuanya sudah berangkat tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini