Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lima hari sudah pecah pertempuran di Sudan, sejak 15 April 2023, saat Pasukan Pendukung Cepat (RSF) Sudan menyatakan telah merebut istana kepresidenan, kediaman panglima militer Merower, dan bandara internasional Khartoum.
Perang Sudan ini merupakan buntut konflik yang terjadi di Sudan yang melibatkan tentara militer dan kelompok paramiliter Sudan. Krisis politik ini telah berlangsung sejak Oktober 2021 ketika pemerintahan transisi pimpinan Perdana Menteri Abdalla Hamdok digulingkan militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertempuran antara tentara dan RSF menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang, menurut utusan PBB Volker Perthes di tengah serangan udara dan pertempuran di Khartoum, dan seluruh Sudan. Perebutan kekuasaan ini menggagalkan peralihan ke pemerintahan sipil dan menimbulkan kekhawatiran konflik yang lebih luas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana kondisi mahasiswa Indonesia di Khartoum, Sudan, di tengah konflik saat ini? S. Dian Andryanto, jurnalis Tempo.co berhasil wawancara dengan Ketua Persatuan Pelajar Indonesia atau PPI Sudan, Arya Kurniantoro, Selasa 18 April 2023.
Asap mengepul di tengah Kota Khartoum Sudan. Foto: Arya Kurninatoro
Mahasiswa asal Jakarta berusia 23 tahun ini telah tinggal di Sudan 4,5 tahun dan berkuliah di Jurusan Syariah, International University of Africa (IUA). Berikut kutipannya:
TEMPO (T): Bagaimana kondisi mahasiswa Indonesia di Sudan, khususnya di Khartoum saat ini?
Arya Kurniantoro (A): Sampai saat ini kondisi kami secara fisik aman. Kami selalu diimbau tetap di rumah untuk tidak keluar rumah, secara umum selama di kediaman masing-masing masih dibilang aman.
T: Apa masalah utama yang dihadapi mahasiswa Indonesia di sana, seoarang?
A: Masalah logistik, lama kelamaan akan berkurang. Kami ketakutan karena kerap terjadi baku tembak di sekitar permukiman. Aman, tapi dalam keadaan khawatir.
T: Sebagian besar mahasiswa kita di sana berkuliah di universitas apa?
A: Kebanyakan kami kuliah di International University of Africa, bisa dibilang 90 persen mahasiswa Indonesia yang berjumlah 850 orang kuliah di sini dengan berbagai jurusan.
T: Bagaimana koordinasi dengan KBRI Sudan?
A: Ada bantuan dari KBRI Sudan, ada pendampingan dan distribusi loigistik, bantuan uang untuk membeli logistik. Pendampingan dari KBRI ini sangat penting kami perlukan, terutama buat mahasiswa di sini dalam situasi seperti ini.
T: Apa informasi situasi pertempuran di sana?
A: Pertempuran tidak mengalami penurunan, meskipun eskalasi naik turun, baku tembak terjadi tidak menentu satu hari tinggi sekali, kemudian agak mereda lain hari.
Selanjutnya: Adakah proses evakuasi, seberapa bantuan KBRI di Sudan?
T: Sejauh mana proses evakuasi yang dilakukan sejak pertempuran meletus di Khartoum?
A: Evakuasi yang dilakukan masih dalam skala antar distrik atau mikro, misalkan kemarin sekitar 70-an mahasiswi Indonesia di antara 200 mahasiswi berbagai macam negara, dievakuasi dari asrama mahasiswa IUA ke auditorium IUA. Mereka dipindahkan ke tempat lebih aman.
Di sekitar gedung asrama IUA kerap terjadi baku tembak, sementara yang tinggal sendiri atau suami-istri akan dievakuasi ke KBRI. Evakuasi dalam skala besar atau diamankan secara massal ke lokasi tertentu di Sudan belum dilakukan, karena kondisi memang belum aman, skala besar pindah negara akan lebih sulit lagi. Evakuasi masih dilakukan dalam skala mikro.
T: Apakah sudah ada upaya saling memobilisasi antarmahasiswa untuk saling bantu?
A: Upaya saling memobilisasi sudah kami lakukan sejak hari pertama di awal konflik. Kerja sama antar-organisasi antara lain PPI Sudan, BEM di kampus IUA yang disebut Ikatan Mahasiswa Indonesia (IMI) Sudan, relawan, berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat. Alhamdulillah, bantuan Bapak Bagus Indra Lukito dari Indofood yang kerap memberikan kepada kami bantuan kendaraan termasuk ketersediaan mi instan. Alhamdulillah, kami di sini cukup solid.
Suasana kota sepi karena konflik di Sudan. Foto: Arya Kurniantoro
T: Apa yang dibutuhkan mahasiswa Indonesia di Sudan, saat ini?
A: Saat ini mahasiswa menginginkan konflik di Sudan ini cepat selesai. Ini sudah hari keempat (Selasa, 18 April 2023) kami sudah kewalahan logistik. Mengharap akan terus ada pasokan logistik, sementara loigistik akan terus menurun, sampai kapan konflik berakhir?
Kami keluar dari Sudan dengan aman atau Sudan segera aman kembali. Tentu, evakuasi tidak sesederhana itu, ingin evakuasi tapi siapa yang jamin kita untuk keluar, karena pertempuran di Sudan ini antara militer dan paramiliter, kita dilindungi siapa?
Sebelum ini Sudan aman, meskipun ada waktu-waktu rawan penduduk tidak boleh keluar rumah. Tapi setelah pertempuran ini, bisa dibilang baku tembak sering terdengar, kami semua serba takut, jadi parnoan dengar peluru baku tembak, lihat polisi atau tentara bawaannya takut, di dalam rumah saja kami sering deg-degan
T: Upaya apa agar pemerintah segera lakukan evakuasi?
A: Saya yakin diplomasi Indonesia dan Sudan baik selama ini, kami berharap dengan hubungan diplomatik yang baik itu, kami WNI di Sudan mendapat previlege, perlindungan khusus dalam situasi seperti ini.
T: Apa upaya untuk menghubungi keluarga di Indonesia? Apakah internet aman?
A: Sampai saat ini internet aman, meski kemarin ada satu proivider yang sempat mati beberapa hari, lalu sekarang sudah nyala kembali. Hanya masalah listrik yang kami hadapi di sini, sudah 48 jam listrik mati, bahkan ada yang 72 jam mati listrik, air juga habis, ini kendalanya. Kami mencari ke tempat yang listrik masih menyala untuk ngecas handphone sehingga bisa telepon dan video call mengabari keluarga di Indonesia.
Pilihan Editor: Mahasiswa Indonesia di Tengah Konflik di Sudan, Keluarga Minta Pemerintah Segera Evakuasi WNI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.