Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ribuan pendukung Thai Rak Tai akhirnya turun ke jalan. Sekonyong-konyong Kota Bangkok dipenuhi orang berpakaian kuning dan berbandana kuning dengan pesan tertulis: ”Junta Get Out”. Kuning adalah warna partai, sedangkan tulisan di bandana merupakan bentuk perlawanan dari partai yang sekarang sudah tiada tapi sangat berkuasa di Thailand sepanjang 2001-2005 itu.
Rabu pekan lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan hal besar untuk Partai Thai Rak Thai dan Partai Demokrat. Keduanya dituduh melakukan kecurangan dalam pemilu susulan, April tahun lalu. Sembilan jam Mahkamah membacakan sejumlah alasan, sebelum akhirnya memutuskan membubarkan Partai Thai Rak Thai dan membebaskan Partai Demokrat dari tuduhan. Thai Rak Thai, yang ketika itu berkuasa, terbukti melanggar undang-undang pemilihan: menyuap partai-partai kecil untuk ikut pemilu—sekadar untuk menguatkan legitimasi hasilnya.
Selama lima tahun, para politisi yang bergabung dengan partai yang dibubarkan itu tidak diperbolehkan berpolitik. Dua pucuk pemimpin partai, Thammarak Isarangura dan Pongsak Raktapongpaisal, bersalah menyuap partai-partai gurem.
Disiarkan oleh stasiun televisi ke seluruh negeri, juru bicara Mahkamah berusaha menyampaikan alasan pembubaran itu sebaik mungkin. Tapi masyarakat pendukung Thai Rak Thai—kebanyakan berasal dari kalangan tak mampu—tentu saja melihat dari sudut pandang yang berbeda. Partai itulah yang pernah menyambung hidup mereka. Di bawah kepemimpinan (bekas) Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, partai itu memberikan hal-hal konkret bagi mereka: masyarakat kelas bawah mendapat akses pelayanan kesehatan; para petani boleh menunda pembayaran utangnya hingga tiga tahun kemudian, juga menerima penggelontoran dana mikrokredit sebesar 1 juta baht. Thai Rak Thai bercitra sangat populis, didirikan pada 15 Juli 1998 oleh jutawan Thaksin Shinawatra.
Di jalan-jalan, para pendukung Thai Rak Thai berteriak: keputusan Mahkamah tidak adil karena Partai Demokrat dibebaskan begitu saja. ”Putusan pasti dipengaruhi penguasa militer. Mereka takut Thaksin kembali untuk membalas dendam,” kata Boonsori Wheankaew, tukang ojek di Bangkok. Bahkan, menurut salah seorang sumber Dewan Keamanan Nasional, sebagaimana dikutip harian Bangkok Post, Jenderal Sonthi Boonyaratglin tak menyetujui keputusan itu. Sonthi adalah pemimpin kudeta militer yang mengambil alih kekuasaan dari tangan Thaksin, dan ia tak setuju Partai Demokrat dibebaskan.
Sejak pertama kali ikut pemilu pada 2001, Thai Rak Thai telah mendapatkan 248 kursi dari total 500 kursi di lembaga perwakilan. Kondisi ini menjadikan Thaksin sebagai Perdana Menteri Thailand yang baru. Pada pemilu 6 Februari 2005, perolehan suara partai ini naik drastis. Thai Rak Thai meraup 60,7 persen suara pemilih dan memperoleh 375 kursi dari 500 kursi perwakilan. Dalam pemilu terakhir, April 2006, partai ini memperoleh 61,6 persen suara dan mendapat 460 kursi.
Tapi Thaksin terpeleset. Ia diduga banyak melakukan korupsi dan nepotisme, hingga akhirnya pada suatu malam di bulan September tahun lalu, pihak militer melancarkan kudeta tak berdarah. ”Kalau pemerintahan ini dibiarkan terus, bakal melukai rakyat,” kata Sonthi waktu itu.
Sejak itu, proses ”dethaksinisasi” berjalan. Bank Thailand secara resmi mengajukan tuduhan korupsi terhadap Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra. Pengadilan Thailand juga membuka kasus penjualan saham Shin Corp. ke Temasek Holdings Singapura.
Penjualan itu diduga melanggar aturan soal kepemilikan asing. Selain itu, Menteri Keuangan Thailand Pridiyathorn Devakula memerintahkan Departemen Pajak mempercepat pungutan pajak dari anak-anak Thaksin Shinawatra. Mereka harus membayar 5,8 miliar baht atau sekitar Rp 1,5 triliun atas pajak yang tak dibayar dari penjualan saham telekomunikasi Shin Corp.
Kini semua menutup pintu. Bahkan, dua hari menjelang pembubaran, pemerintah Thailand telah memblokir situs web Thaksin. Praktis Hi-Thaksin website tak lagi bisa diakses di Thailand. Surat kabar The Nation menulis, pemerintah telah memblokir 16 website yang mendukung Thaksin, kendati pihak kementerian pemerintah yang berkuasa menolak dimintai konfirmasi soal ini.
Andi Dewanto (BBC, Reuters, AFP, Bangkok Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo