Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah sekitar dua setengah jam, pesawat Turkish Airlines jurusan Mumbai, India, meninggalkan Bandar Udara Internasional Attaturk, Istanbul. Malam itu, Jumat malam, awal bulan lalu, Benny Medvedev tidur lelap. Ia duduk di kelas ekonomi, berjejer dengan empat penumpang lain. Di sebelahnya, duduk seorang lelaki India dan dua wisatawan Inggris.
Tiba-tiba pesawat terguncang. Lampu kabin menyala, disusul sebuah keterangan melalui pengeras suara. Medvedev terbangun dan ia tak tahu posisi pesawat saat itu. Yang ia ingat, burung besi berisi 123 penumpang itu mengalami gangguan mesin. ”Saya takut sekali pesawat bakal jatuh,” kata Medevedev kepada Tempo saat dihubungi melalui telepon selulernya, Rabu pekan lalu.
Lajang 32 tahun ini makin khawatir setelah mendengar pengumuman bahwa pesawat harus mendarat darurat di Ibu Kota Teheran, Iran. Pelbagai pikiran buruk segera berkecamuk dalam otaknya. ”Saya takut ditahan dan takkan pernah kembali,” ujar Medevedev. Ketakutan Medevedev sangat beralasan lantaran ia warga negara Israel dan pernah menjadi anggota unit tempur selama menjalani wajib militer.
Ia tahu, Iran dan Israel juga tak memiliki hubungan diplomatik dan sering bersitegang. Di tahun pertama pemerintahannya, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad menyerukan agar Israel dihapus dari peta dunia dan dipindahkan ke Eropa. Ia juga menuding peristiwa pembantaian jutaan warga Yahudi pada Perang Dunia Kedua sebuah kebohongan belaka.
Negara Yahudi itu juga tak kalah sengit. Israel selalu mengecap Iran negara penyokong terorisme. Tel Aviv percaya, Negeri Mullah itu membantu perjuangan Hizbullah, Hamas, dan perlawanan di Irak.
Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang setelah pesawat mendarat di Bandar Udara Internasional Imam Khomeini, Teheran. Rasa takutnya makin kuat ketika semua penumpang diminta turun dari pesawat. Ia memohon kepada seorang pramugari agar diizinkan tinggal, namun permintaan itu ditolak.
Medevedev lalu bangkit dari duduknya. Ia menuju bangku kosong di antara sekelompok wisatawan Inggris, tapi membantah ingin menyamarkan identitasnya. ”Karena bahasa Inggris mereka lebih mudah dipahami,” katanya beralasan.
Lima belas menit kemudian, aparat keamanan Iran mulai masuk ke dalam kabin. Butiran keringat mulai mengalir di dahinya. Darahnya seolah berhenti mengalir ketika petugas langsung menghampiri dirinya. ”Kami tahu Anda orang Israel, tapi Anda tak perlu khawatir. Kami akan membantu Anda,” kata Medevedev seperti dikutip surat kabar Israel, Yediot Aharonot.
Ketegangan berangsur-angsur mengendur. Bahkan ia diizinkan mengirim surat elektronik kepada bosnya di Yerusalem. Medvedev adalah ahli geologi yang bekerja pada the Institute of Earth Sciences di the Hebrew University, Yerusalem. Lembaga ini mengajarkan dan meneliti semua spektrum ilmu bumi, termasuk geologi, atmosfer, geografi, dan oseanografi.
Ia memberitahukan bakal terlambat tiba di Mumbai untuk menghadiri sebuah simposium. Kehebohan segera melanda. ”Kami sangat kaget dan khawatir,” kata Moshe Politi, ahli geologi yang juga sahabatnya. Sang bos segera melaporkan ke Kementerian Luar Negeri. Yediot Ahronot melaporkan, kabar ini segera mendapat perhatian serius dari menteri Luar Negeri Tzipi Livni.
Semua penumpang tidur di lounge bandara. Mereka menetap di sana selama 22 jam. ”Saya tidur nyenyak karena sangat letih,” katanya. Namun, Medvedev tak mau memberitahukan keluarganya bahwa ia terpaksa menginap di Teheran. Ia menghubungi keluarganya setelah pesawat terbang kembali besok malamnya. ”Mereka sangat gembira karena saya selamat,” katanya.
Jumat awal bulan lalu itu menjadi pengalaman paling berkesan bagi Medvedev. Ia diterima dengan baik oleh warga Iran. Bahkan mendapat hadiah sebuah kotak musik dari kayu. Kedua pihak saling mengundang datang ke negara masing-masing. ”Orang baik ada di mana-mana. Cuma satu keinginan semua orang, yakni hidup tenang,” ujarnya.
Faisal Assegaf
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo