Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Susanto Pudjomartono
Harimau mati meninggalkan belang. Gajah mati meninggalkan gading. Boris Yeltsin mati meninggalkan apa?
Pertanyaan itu muncul sejak Senin, 23 April lalu, tatkala Boris Yeltsin, mantan Presiden Federasi Rusia, meninggal dunia di Moskow. Jutaan orang di seluruh dunia menganggapnya sebagai seorang pembaharu yang mengantarkan bubarnya Uni Soviet dan runtuhnya komunisme, yang sangat mempengaruhi perkembangan dunia. Belasan negara baru lahir, terutama di Eropa Timur dan Tengah, setelah ambruknya Uni Soviet.
Namun, hingga kini, jutaan warga Rusia masih ”mendendam” kepada Yeltsin dan menyalahkannya karena menyebabkan kehidupan mereka porakporanda akibat kebijakan ekonomi Yeltsin. Selama bertahuntahun perekonomian Rusia juga sangat terpengaruh akibat gonjangganjing kebijakan ekonomi sang bekas presiden itu.
Boris Nikolayevich Yeltsin pernah menjadi tokoh yang paling populer dan dipuja di Rusia. Pada Juni 1991, ia terpilih sebagai Presiden Federasi Rusia dengan 57 persen perolehan suara. Namun, saat ia harus meninggalkan kursi kepresidenannya pada akhir 1999, dukungan terhadap dia ditaksir tinggal 2 persen.
Perjalanan hidup Yeltsin adalah contoh dari seorang komunis tulen yang memulai kariernya sebagai mandor bangunan dan pelanpelan merangkak naik dalam jenjang birokrasi partai komunis menjadi anggota Politburo partai. Ia berhasil mendekatkan diri pada Mikhail Gorbachev, sampaisampai memperoleh rumah peristirahatan (dacha) bekas yang dipakai Gorbachev. Tiap hari ia pergi ke kantor naik bus untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang reformis dan populis.
Yeltsin adalah juga contoh kegigihan seorang anggota partai komunis yang pernah terpuruk (pada 1987 ia dipecat dari keanggotaan Politburo karena berani mengkritik kebijakan Gorbachev), sampaisampai ia pernah diisukan mencoba melakukan bunuh diri. Konon ketika dirawat di rumah sakit inilah Yeltsin mulai merencanakan strategi untuk bangkit lagi.
Tatkala kelompok komunis garis keras melakukan kup terhadap Gorbachev pada 18 Agustus 1991, Yeltsin melihat peluangnya tiba. Ia mendatangi gedung parlemen yang dikepung tentara pemberontak dan di atas sebuah tank ia berpidato berapiapi untuk membangkitkan semangat masyarakat. Tak kuasa melawan ribuan orang yang datang, tentara pemberontak akhirnya mundur.
Popularitas Yeltsin pun makin menjulang. Berbagai kementerian yang semula dikuasai Gorbachev diambil alih dengan mengatasnamakan Republik Rusia. Pada Desember 1991, Ukraina menyatakan diri merdeka dari Uni Soviet. Sepekan kemudian, pada 8 Desember, Yeltsin bertemu dengan Presiden Ukraina Leonid Kravchuk dan Presiden Belarusia Stanislau Shuskevich. Mereka bertiga menyatakan pembubaran Uni Soviet dan menyatakan berdirinya Negara Persemakmuran Merdeka (CIS). Tamatlah sudah Uni Soviet ketika semua negara anggota yang lain juga menyatakan merdeka. Secara resmi Uni Soviet dinyatakan bubar pada 25 Desember, ketika Presiden Gorbachev mengundurkan diri sebagai Presiden Uni Soviet.
Meski di bidang politik Yeltsin dianggap sebagai pembaharu, upayanya untuk mereformasi ekonomi Rusia secara radikal, mengubah sistem ekonomi sosialis menjadi sistem ekonomi pasar, tidak berhasil. Yeltsin mengundang Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Departemen Keuangan AS untuk membantunya merumuskan kebijakan ekonomi baru, yang kemudian dikenal sebagai shock therapy.
Resep baru ini tidak hanya gagal total. Malah, pada awal 1992, praktis ekonomi Rusia hancur. Banyak BUMN bangkrut dan tingkat kehidupan masyarakat merosot drastis, sampaisampai ada yang menjuluki program Yeltsin ini suatu economic genocide.
Yeltsin makin kedodoran tatkala ia mulai menjalankan program privatisasi. Tujuannya mungkin mulia: tiap orang bisa memperoleh voucher senilai 10 ribu rubel buat membeli saham BUMN yang diingini. Namun, dalam prakteknya, voucher ini kemudian jatuh ke tangan orangorang tertentu, yang lalu memborong dan menguasai perusahaanperusahaan strategis.
Dalam waktu duatiga tahun muncullah kemudian apa yang disebut sebagai oligarchs. Mereka antara lain Berezovsky, Mikhail Khodorkovsky, Roman Abramovich, Vladimir Potanin, dan Mikhail Friedman. Mereka melesat tumbuh berkat pinjaman bank (yang diperoleh dengan janji akan mendukung Yeltsin) yang kemudian mereka pakai untuk membeli sahamsaham perusahaan pemerintah dengan harga murah.
Merekalah yang kemudian tercatat sebagai 25 dari 100 orang terkaya di dunia menurut majalah Forbes. Boris Berezovsky, misalnya, pada 1992/1993 membeli saham perusahaan minyak Sibneft dengan harga US$ 100 juta. Dua tahun kemudian, sahamnya ditaksir bernilai US$ 5 miliar. Khodorkovsky membayar US$ 309 juta untuk 78 persen saham perusahaan minyak Yukos. Pada 2003, nilai saham itu ditaksir sekitar US$ 30 miliar.
Yeltsin bekerja sama dengan para oligarchs tersebut untuk mempertahankan kekuasaannya. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai ”The Family” yang menguasai Kremlin.
Meski tak lagi populer, Yeltsin terpilih sebagai presiden untuk masa jabatan kedua pada 1996. Sejak itu, pemerintahannya makin amburadul. Kesehatan Yeltsin, yang beberapa kali harus menjalani operasi jantung, makin parah karena kesukaannya minum, sampaisampai pers Barat menjulukinya ”Boris the Booze”. Beberapa kali ia tidak bisa hadir dalam perjamuan resmi karena mabuk. Malah, pada 1994, dalam sebuah kunjungan resmi ke Irlandia, Yeltsin tak bisa meninggalkan pesawat terbang karena mabuk berat.
Pada Mei 1999, kelompok komunis dalam parlemen memulai gerakan untuk memakzulkan Yeltsin karena korupsi dan ketidakmampuannya. Yeltsin yang cukup lihai itu segera menyiapkan strategi. Ia tahu harus menyiapkan pengganti yang bisa melindunginya. Dan itulah Perdana Menteri Vladimir Putin, tokoh baru dalam politik Rusia, yang masuk arena pada 1996. Putin dinilai paling pas karena kasus Sobchak.
Pada Januari 1990, Letnan Kolonel Putin dipanggil pulang ke Rusia setelah penugasannya sebagai perwira KGB di Dresden, Jerman Barat, selesai, begitu Uni Soviet bubar. Kembali ke kampung halamannya di St. Petersburg, Putin lama menganggur sampai akhirnya diajak bekas dosennya di Universitas St. Petersburg, Anatoli Sobchak, yang pada 1990 terpilih sebagai Wali Kota St Petersburg. Putin diangkat sebagai wakil I wali kota.
Tatkala Sobchak mencalonkan diri lagi sebagai wali kota pada 1996, ia dikalahkan oleh salah seorang bekas deputinya, Vladimir Yakovlev. Putin sangat kecewa atas kekalahan Sobchak dan menganggap Yakovlev sebagai pengkhianat.
Beberapa tahun kemudian, karier Putin menanjak setelah ia masuk ke Kremlin dan diangkat sebagai Kepala KGB pada Juli 1998. Sobchak, yang lalu diusut keterlibatannya dalam korupsi, kemudian harus dirawat di rumah sakit St. Petersburg karena sakit jantung. Sebagai Kepala KGB, Putin kemudian diamdiam ”mengatur” kaburnya Sobchak dari rumah sakit dan membawanya ke Paris sehingga ia tak terjangkau lagi oleh tangan kejaksaan.
Tindakan Putin menyelamatkan bekas bosnya itu membuat kagum Yeltsin. ”Belakangan, setelah tahu apa yang dilakukan Putin terhadap Sobchak, saya sangat kagum dan hormat kepada Putin,” tulis Yeltsin dalam biografinya, Midnight Diaries.
Ketika Sobchak meninggal pada Februari 2000, Putin, yang jarang menunjukkan emosinya, terlihat bercucuran air mata, menangis. Putin rupanya tetap setia kepada bekas bosnya sampai hari terakhir.
Maka Yeltsin pun menyiapkan panggung pengunduran dirinya. Waktu yang dipilihnya 31 Desember 1999, enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir. Pidato pengunduran dirinya akan disampaikan berbarengan dengan pidato akhir tahunnya.
Pidato akhir tahun Yeltsin sangat emosional. Dia mengatakan meninggalkan jabatannya lebih cepat untuk menjamin bahwa Rusia akan memasuki milenium baru di bawah wajah dan politisi baru yang intelektual, energetik, dan kuat.
Yeltsin juga meminta maaf kepada rakyat Rusia. ”Saya meminta maaf karena banyak impian kita yang tidak bisa terwujud. Apa yang dulu kelihatannya gampang ternyata sangat sulit dilakukan. Saya meminta maaf karena tidak bisa merealisasi harapan banyak orang yang percaya bahwa hanya dengan satu loncatan kita bisa meninggalkan masa lampau yang kelabu, stagnan, dan totalitarian, dan masuk ke masa depan yang cerah dan makmur,” kata Yeltsin seraya menghapus air mata.
Belakangan Yeltsin secara terbuka mengaku ia memilih Putin karena karakter Putin yang dianggapnya selalu loyal kepada atasannya, seperti terlihat pada kasus Sobchak. Yeltsin dan ”The Family” memang takut bahwa korupsi mereka akan diusut begitu kursi kepresidenan lepas dari tangan mereka.
Dan Putin ternyata bisa memenuhi harapan mereka. Tindakan pertama Putin sebagai presiden adalah menandatangani sebuah dekrit yang memberikan kekebalan kepada Yeltsin dan keluarganya dari tuntutan hukum. Yeltsin juga memperoleh pensiun yang besar, mendapat jaminan keamanan dan kesehatan, serta tetap berhak menempati dachanya yang mewah.
Setahun kemudian, Duma (Majelis Rendah), yang dikuasai partai pendukung Putin, memberikan kekebalan serupa kepada semua Presiden Rusia, yang sekarang dan yang akan datang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo