Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

<font size=2 color=#FF9900>Direktur PLN untuk Jawa, Madura, dan Bali Murtaqi Syamsuddin:</font><br />Kami Hemat Rp 100 Miliar Per Tahun

16 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BIAYA administrasi pembayaran listrik sistem online menjadi rasanan masyarakat. Meski jumlahnya tidak terlalu besar—Rp 1.500-Rp 15.000—tetap saja pungutan itu memberatkan konsumen. Apalagi jika dikalikan jumlah pelanggan PLN yang mencapai 40 jutaan.

Murtaqi Syamsuddin, Direktur Perusahaan Listrik Negara untuk Jawa, Madura, dan Bali, menjelaskan duduk perkara ongkos administrasi ini kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu, di kantor pusat PT PLN. Ia didampingi Direktur Keuangan Setio Anggoro Dewo. Keduanya menjabat direktur sejak 2008.

Mengapa ada biaya administrasi dalam tagihan listrik?

Ini karena ada biaya jaringan dalam sistem online. Biayanya Rp 2.100 per transaksi. PLN hanya sanggup membayar Rp 500 kepada bank. Sisanya ditanggung konsumen. Oleh bank, Rp 1.600 itu dibagi-bagi untuk membayar penyedia jasa online di hulu, hilir, dan loket pembayaran.

Lalu, mengapa ada perbedaan di setiap bank...?

Bank Permata bebas biaya, ada juga yang memungut Rp 2.500 per transaksi. Itu karena bank adalah industri jaringan, semakin luas jaringan yang dia miliki, kian mahal biayanya.

Kenapa Bank Permata bisa bebas biaya? Apakah ini permanen atau sekadar promosi yang bisa berubah?

Itu murni kebijakan bank. Konsumen bisa, kok, memilih membayar lewat bank yang biayanya lebih murah. Kalau ingin tanpa biaya administrasi, silakan membayar langsung di loket di PLN.

Kami mengecek, di loket PLN tetap ada biaya karena sudah online....

Ya, memang tidak semua. Tapi masih ada loket PLN yang tak memungut biaya administrasi. Kami tak menerima sesen pun biaya administrasi dari konsumen itu. Biaya administrasi murni masuk ke bank.

Mengapa biaya itu tak dimasukkan ke komponen tarif, seperti telepon?

Wah, itu sudah masuk ranah kebijakan. Penentu tarif itu pemerintah bersama DPR.

Setio: Sebetulnya ada biaya juga waktu konsumen membayar telepon, tapi tak terlihat di struk seperti jika membayar listrik. Kalau Anda cetak buku tabungan, barulah terlihat ada biaya administrasi bank. Di luar negeri sekalipun, membayar listrik itu ada biaya administrasinya.

Siapa penyedia jasa online pembayaran listrik?

Sebelum online, PLN bekerja sama dengan sistem payment point, antara lain dengan Koperasi Unit Desa. PLN mencetak tagihan dan membayar KUD Rp 400-500 per lembar tagihan, tergantung lokasi. Ini berlaku ketika pelanggan masih sedikit dan teknologi belum canggih.

Lalu, pada 2000, PT Sarana Yukti Bandhana mengajak kerja sama. PLN menunjuk PT Sarana karena hanya mereka yang menawarkan jasanya. Tapi, pada 2006, monopolinya selesai dan PLN kemudian mengajak 12 perusahaan lain dan 31 bank.

Apakah monopoli Sarana Yukti Bandhana saat itu ada efeknya bagi PLN?

Monopoli Sarana berlangsung pada 2000-2006. Dulu memang bank mengeluhkan berbagai pungutan oleh Sarana. Makanya, sekarang kami buka saja, tak ada monopoli. Pada saat itu, pelanggan yang menggunakan sistem online tak berkembang. Di Jawa yang terlayani sistem Sarana hanya 860 ribu. Jumlah yang kecil sekali. Setelah monopoli ditutup, pelanggan online naik menjadi 17 juta, dari total 40 juta pelanggan.

Bukankah sebelum online, ada kebijakan per mile?

Ketika kami memakai sistem membayar ke bank per mile (Rp 4 per tagihan Rp 1.000), bank malas melayani konsumen kecil. Pelanggan pun tak bertambah. Apalagi bank juga tetap memungut biaya dari konsumen. Lalu, kami ubah kebijakan itu dengan Rp 500 per transaksi. Per mile masih ada, tapi untuk pelanggan di atas 220 kVA dengan biaya maksimal Rp 50 ribu per rekening. Setelah kami ubah, PLN bisa menghemat Rp 100 miliar setahun.

Mengapa penghematan itu tak dipakai menanggung biaya administrasi?

Kurang. Dengan biaya Rp 2.100 per transaksi, dan ada 17 juta pelanggan, PLN mesti menanggung Rp 428,2 miliar setahun.

Biaya untuk membayar per mile dulu diambil dari anggaran apa?

Di PLN ada pos biaya administrasi. Waktu itu termasuk biaya tarif listrik.

Lalu, kenapa sekarang bebannya pindah ke konsumen?

Hubungan PLN dengan konsumen itu perdata, utang-piutang. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang punya piutang boleh menentukan cara pembayaran dan pengutang menanggung semua biayanya. PLN membuat sistem online dengan menggandeng penyedia jasa dan bank agar masyarakat mudah membayar. Karena itu konsumen yang menanggung biayanya.

Badan Pemeriksa Keuangan menilai sistem ini bagus secara good governance. Tak ada lagi uang mampir di kantong petugas, sebelum disetor ke bank, karena tagihan dan biaya administrasi langsung dipisah. Dulu kami banyak sekali memecat orang karena urusan itu.

Apakah PLN pernah mengusulkan ke pemerintah agar biaya administrasi bank masuk komponen tarif?

Saya tidak tahu apakah hal ini pernah diusulkan. Tarif sekarang yang digunakan berdasarkan Keputusan Presiden Tahun 2003.

Dari penelusuran kami, di Sarana Yukti Bandhana ada 5 persen saham Yayasan Pendidikan PLN. Bagaimana ini?

Itu terjadi pada zaman monopoli dulu. Susah menjelaskan ini karena dulu saya belum di sana. Kami akan mengkaji jika saham itu dinilai memiliki konflik kepentingan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus