Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Investigasi

Jerit Petani Kolaka Setelah Sawah Mereka Terendam Lumpur Tambang Nikel

Banjir Kolaka yang membawa lumpur dari tambang nikel mengakibatkan produktivitas sawah anjlok. Petani meradang.

13 Maret 2025 | 12.00 WIB

Andi Asis warga Desa Konaweha menunjukkan kondisi sawahnya di Kecamatan Samaturu, Kolaka, 27 Februari 2025. Tempo/Zainal A. Ishaq
Perbesar
Andi Asis warga Desa Konaweha menunjukkan kondisi sawahnya di Kecamatan Samaturu, Kolaka, 27 Februari 2025. Tempo/Zainal A. Ishaq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Banjir besar menggenangi beberapa kecamatan di Kolaka pada 2023 dan 2024.

  • Banjir ini membawa lumpur dari area tambang nikel ke sawah-sawah petani.

  • Sejak terendam banjir, produktivitas sawah dan hasil panen petani turun drastis.

ANDI Asis memeriksa beberapa bagian tanaman padi miliknya. Ada yang tumbuh tak sempurna. Petani 42 tahun itu memperlihatkan bagian gabah yang memutih akibat hama penggerek batang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sekilas, hamparan padi di sawah Desa Konaweha, Kecamatan Samaturu, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, ini mulai menguning. Sawah Andi berada di dekat jalan desa dan lapangan Konaweha, 30 kilometer barat laut ibu kota kabupaten. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi Andi sudah punya gambaran bahwa hasil panennya tak segemilang tahun-tahun sebelumnya. Apalagi tahun lalu sawah ini dihajar banjir. Berdasarkan taksiran Andi, panen padi ketiga setelah sawahnya direndam banjir itu berkisar 70 karung gabah, mirip seperti dua panen sebelumnya.

Padahal, sebelum terkena banjir, sawahnya mampu menghasilkan gabah hingga seratus karung. “Saya tidak tahu apa sebabnya,” kata Andi, Rabu, 26 Februari 2025. "Yang pasti, setelah sawah kemasukan lumpur dan sampah akibat banjir tahun lalu, hasil panennya turun terus."

Ia mengingat kembali datangnya air bah ke sawahnya sekitar pukul 16.00 setelah hujan deras mengguyur Kolaka pada 21 Januari 2024. Air dari Sungai Ulu Konaweha yang berjarak sekitar 1 kilometer dari sawahnya membawa butiran lembut lumpur berwarna kuning, mirip warna tanah galian tambang nikel

Andi mendengar terdapat sejumlah titik lokasi yang mulai dibuka untuk tambang nikel di area perbukitan di hulu Sungai Ulu Konaweha. Sampah pun mengonggok di petak-petak sawah milik Andi. 

Padahal padi telah berumur dua bulan, tapi gabah belum muncul. Bila banjir datang saat padi telah bergabah, sawah Andi tidak akan panen. Saat itu padi tetap bisa dipanen, meski produktivitasnya anjlok menjadi 60 karung.

Sebelumnya, kalaupun banjir, efeknya tidaklah seburuk itu. Menurut Andi, beberapa kali banjir menerjang, tapi genangan airnya hanya sampai pematang besar sawah yang berbatasan dengan saluran irigasi. 

Lokasi sawah memang hanya berjarak lebih-kurang 300 meter dari pantai. Banjir rob kerap tiba. Namun tinggi genangannya tidak sampai melewati atas pematang besar sawahnya.

Dinas Komunikasi dan Informatika Kolaka mencatat ratusan rumah terendam banjir setelah hujan mengguyur sejak pagi hingga sore hari pada tahun lalu. Banjir itu merendam sejumlah perkampungan di Kecamatan Latambaga, Samaturu, Wolo, dan Kolaka. Ketinggiannya mencapai 1 meter. Penduduk sejumlah desa harus dievakuasi akibat terjangan banjir tersebut. 

Seorang warga Ulu Konaweha, Abdul Latif, menyatakan banjir itu yang terbesar dalam hidupnya. “Rumah saya hanyut dibawa banjir,” ujar pria 75 tahun tersebut.

Kesaksian Rosmiati dan suaminya, Syarifudin, serupa. Warga Desa Mangolo, Kecamatan Latambaga, sekitar 25 kilometer dari Ulu Konaweha, itu menyatakan tak pernah terjadi banjir sebesar itu sebelumnya. “Kasur yang saya miringkan saat banjir belum berubah posisinya,” ujarnya sembari menunjuk kamar depan.

***

PETANI Konaweha lain, Hamzah, 48 tahun, mengalami nasib yang sama dengan Andi. Dari seperempat hektare luas sawah miliknya, hasil panennya berkurang sejak banjir itu. Posisi sawah Hamzah berada di sebelah timur milik Andi.

“Sebelum banjir dapat sepuluh karung,” tuturnya. "Setelah banjir, (hasil panen) berkurang banyak. Tinggal enam karung."

Banjir juga menggenangi sawah desa sebelah, Latuo, masih di Kecamatan Samaturu, 2 kilometer dari Konaweha.

Sama dengan Hamzah, Muhammad Ilyas, 67 tahun, juga menyebutkan banjir tahun lalu merupakan bencana terbesar dalam sejarah hidupnya. Ia tak menyangka sawahnya terkena banjir. Air bah tiba-tiba tinggi dari belakang rumah, terus mengalir ke sawah di seberang jalan. 

Muhammad Ilyas, warga Desa Latuo menunjukkan kondisi sawahnya di Kecamatan Samaturu, Kolaka Sulawesi Tenggara, 27 Februari 2025. Tempo/Zainal A. Ishaq

Rumah dia persis di seberang jalan. Sementara itu, sawahnya berjarak sekitar 300 meter dari rumah.

Menurut Ilyas, sebelum terkena banjir, tiga petak sawah miliknya selalu menghasilkan padi minimal 20 karung, bahkan bisa 21 karung atau malah 23 karung. Akibat banjir tahun lalu, sawahnya cuma panen 7,5 karung gabah.

“Setelah banjir, banyak hama, enggak tahu kenapa. Kami petani kecil hanya bisa beli obat hama seadanya,” ucapnya saat mengobrol di bagian bawah rumah panggungnya.

Ansal Salama, 51 tahun, punya pengalaman serupa. Petani di Kecamatan Pomalaa ini juga menjadi korban banjir. Setelah banjir itu, produktivitas sawahnya anjlok. Banjir menggulung padi yang baru berumur empat hari. Lumpur kemerahan menutup sawahnya setinggi dua jari.

Malang kembali menimpa Ansal. Sepekan kemudian, banjir kembali menggiring lumpur dari kawasan tambang nikel ke sawahnya. Setidaknya 650 hektare sawah di Desa Pesauha, Pelambua, dan Totobo terendam banjir saat itu. “Itu banjir terparah, belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Ansal, Kamis, 27 Februari 2025.

Setelah banjir itu, jumlah panennya merosot. Sebelum banjir menggasak, ia bisa panen 35 karung. Apes-apesnya, ia mendapat 25 karung. Kini Ansal hanya bisa panen 19 karung.

Ansal tak tahu apa penyebab hasil panennya turun. Ia bercerita, lumpur halus yang berada di sawahnya telah bercampur dengan tanah liat.

Produktivitas sawah Asep Solihin juga ambruk setelah banjir. Pemilik sawah di Desa Oko-oko, Kecamatan Kolaka, ini meradang. Sawah 2 hektare miliknya benar-benar gagal panen akibat banjir pada 4 Juli 2023. Padahal saat itu musim kemarau. 

Ia memperlihatkan saluran irigasi yang saat ini tidak sepenuhnya berfungsi akibat tergulung banjir. Kerikil yang terbawa banjir menutupi hulu parit irigasi. Ia juga menunjukkan bagian Sungai Oko-oko.

Sedimentasi akibat tambang, kata dia, membuat Sungai Oko-oko dangkal. Akibatnya, diguyur hujan sedikit saja, airnya melimpah ke sawah. “Dulu panen normal tiga kali setahun, masing-masing 55 karung,” ujar Asep. Kini, dua tahun berturut-turut, hasil panennya tinggal 45 karung.

Asep Solihin, warga Desa Hakatutobu melihat kondisi sawahnya yang berada di sekitar lokasi penambangan nikel di Pomalaa, Koalaka, Sulawesi Tenggara, 25 Februari 2025. Tempo/Zainal A. Ishaq

***

TEMUAN Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara mengenai dampak lingkungan penambangan nikel di Pomalaa menjadi petunjuk mengapa produktivitas sawah menurun. Direktur Walhi Sultra Andi Rahman menyebutkan lembaganya pernah menginvestigasi pencemaran lingkungan di sekitar wilayah proyek nikel pada Oktober 2022. Salah satu pencemaran yang cukup signifikan adalah adanya kandungan kromium heksavalen yang melebihi baku mutu, 0,021-0,124 mg/L.

Walhi menemukan ini di Sungai Oko-oko yang menjadi sumber air masyarakat beberapa desa, termasuk Desa Oko-oko. Menurut Andi, Sungai Oko-oko yang mengalir di Kecamatan Pomalaa dan Tanggetada telah tercemar lumpur akibat penambangan nikel ilegal. "Kerusakan lingkungan akibat racun ini akan lebih parah kalau tidak dicegah," katanya, Rabu, 12 Maret 2025.

Andi menjelaskan, penambangan menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai daerah tangkapan air sehingga terjadi banjir. Mata pencarian petani juga hilang. "Polusi, kontaminasi, dan dampak lain menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat di wilayah tambang nikel," ujarnya. Saran Andi: penambangan nikel di kawasan ekosistem dihentikan.

Tempo telah mengirim surat permohonan konfirmasi ke Sekretaris Perusahaan MIND ID Heri Yusuf, yang membawahkan PT Antam Tbk dan PT Vale Indonesia Tbk, pada Kamis, 6 Maret 2025. Dua perusahaan ini memiliki konsesi tambang di Pomalaa.

Ia berjanji memberikan jawaban. “Kami kontak dulu ya, Pak, karena itu operasional,” ucapnya. Kemarin, Rabu, 12 Maret 2025, Heri kembali menyatakan akan memberi tanggapan. “Kami sedang berkoordinasi dengan anggota holding.” Namun, hingga berita ini ditulis, ia belum memberi jawaban yang dijanjikan.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kolaka I Nyoman Suastika menyatakan pemerintah daerah segera menginvestigasi penyebab banjir lumpur. Investigasi ini, kata dia, juga untuk memastikan apakah aktivitas pertambangan nikel menjadi faktor utama. Investigasi akan melibatkan tim ahli dari berbagai lembaga, termasuk Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, dan akademikus. 

Selain itu, pemerintah daerah akan bekerja sama dengan perusahaan tambang nikel untuk mencari solusi penanggulangan dampak banjir lumpur. Termasuk upaya pembersihan lahan pertanian dan rehabilitasi lingkungan.

Nyoman membantah anggapan bahwa terjadi penurunan produksi padi. Menurut dia, hasil produksi padi di Kecamatan Pomalaa pada 2024 justru naik menjadi 5,14 ton per hektare. Angka ini naik dari 4,3 ton per hektare pada 2023, dan 4,1 ton per hektare pada 2022.

Menurut Nyoman, produksi padi di Kecamatan Pomalaa meningkat karena didukung berbagai program, seperti petani sehat, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Ada juga program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dari PT Vale Indonesia. "Metode System of Rice Intensification (SRI) organik meningkatkan pendapatan petani di area tambang,” tuturnya.

Nyoman berjanji akan memverifikasi dan menginvestigasi temuan Walhi. Untuk menguji ulang sampel dan memastikan keakuratan data, pemerintah daerah akan melibatkan Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup serta ahli independen. “Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik demi kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan di Kolaka,” katanya.

Artikel ini merupakan serial liputan dampak tambang nikel terhadap ekologi, ekonomi, dan sosial yang didukung The China Global South Project

Sunu Dyantoro

Memulai karier di Tempo sebagai koresponden Surabaya. Alumnus hubungan internasional Universitas Gadjah Mada ini menjadi penanggung jawab rubrik Wawancara dan Investigasi. Ia pernah meraih Anugerah Adiwarta 2011 dan 2102.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus