Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Tambang nikel di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, memicu banjir.
Sumber air bersih warga dari sungai juga hilang karena airnya keruh.
Ikan kerapu tak mau mendekat ke pesisir karena sedimentasi dari aliran sungai.
BANJIR bandang bercampur lumpur menerjang rumah Yanti Usman di Desa Hakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada Selasa, 11 Maret 2025. Air bah menggulung tebing Sungai Hakatutobu dan dapur Yanti yang tak jauh dari delta sungai. Banjir kerap mampir ke rumah warga Desa Hakatutobu setelah perusahaan tambang nikel beroperasi di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hari itu air merendam sembilan rumah di Desa Hakatutobu. Yang paling parah di sekitar rumah Yanti karena tanggul dari karung pasir yang dibangun suami Yanti beberapa tahun lalu ambrol. “Hutan di hulu sungai kini sudah hancur akibat tambang,” kata Yanti saat ditemui di rumahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Suara mesin kendaraan menderu-deru di hulu Sungai Hakatutobu. Mesin ekskavator waktu itu sedang tak beroperasi. Tak jauh dari alat berat itu tampak gunungan tanah hasil pengerukan. Di bagian lain, dua truk berlalu-lalang mengangkut tanah. Vegetasi di sekitar hulu sungai tersebut nyaris habis karena aktivitas tambang nikel itu.
Yanti bercerita, dia tak bisa lagi mengambil air bersih dari kali selebar lebih-kurang 3 meter itu. Sungai itu dulu menjadi andalan bagi 1.200 warga Desa Hakatutobu untuk sumber air minum dan memasak. Air memang lumayan keruh ketika hujan turun di hulu sungai, tapi tak lama kemudian jernih lagi. Pada musim kemarau airnya resik. “Sekarang sungainya mengering ketika kemarau tiba,” tutur Yanti.
Kondisi aliran Sungai Hakatutobu yang tertutup sedimen ore nikel di Desa Hakatutobu, Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, 25 Februari 2025. Tempo/Zainal A. Ishaq
Yanti dan suaminya pernah membuat sumur gorong-gorong di tepi sungai. Air bah bercampur lumpur beberapa kali menghancurkan cincin sumur. Ketika lumpur kering, endapannya menutupi jalur air yang masuk ke sumur.
Yanti kini terpaksa membuat sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Sumber air mengalir di pekarangan rumahnya setelah mata bor menembus tanah sedalam 7 meter. Air tanah itu kini dialirkan ke dapur dan kamar mandi Yanti. “Apa boleh buat, untuk memenuhi sumber air bersih,” ujarnya.
Desa Hakatutobu yang menempel di Teluk Bone berjarak sekitar 1 kilometer dari lokasi tambang nikel di Kabupaten Kolaka. Tambang nikel pertama kali beroperasi di sana sekitar 2007. Kini sedikitnya lima perusahaan menguasai wilayah pertambangan di kawasan Hakatutobu. Di antaranya dua perusahaan tambang milik pemerintah PT Aneka Tambang Tbk dan PT Vale Indonesia Tbk. Keduanya berada di bawah holding industri pertambangan MIND ID.
Blok Pomalaa yang digarap PT Vale merupakan salah satu proyek strategis nasional. Investasi yang dibenamkan di kawasan itu diperkirakan mencapai Rp 67 triliun. Blok Pomalaa diproyeksikan menjadi kawasan industri yang memasok bahan baku baterai kendaraan listrik.
Nikel di Pomalaa diteliti pertama kali oleh geolog Belanda, E.C. Abendanon, pada awal 1900-an. Namun eksplorasi tambang baru dilakukan puluhan tahun kemudian oleh perusahaan Belanda, Boni Tolo Maatschappij. Pemerintah, lewat PT Antam, baru mengelola tambang nikel di sana pada 1968.
Luluk akibat aktivitas tambang nikel di hulu sungai juga mengendap di pesisir. Di atas pesisir itu berdiri rumah panggung yang ditinggali sebagian warga Desa Hakatutobu. Lumpur berwarna kemerahan tampak menghampar sejauh sekitar 500 meter dari darat ketika air surut. Lempung itu pula yang membuat air menjadi keruh ketika pasang. Pesisir Desa Hakatutobu itu merupakan pertemuan tiga aliran sungai, yakni Sungai Latumbi di utara, Sungai Lambu Ato di selatan, serta Hakatutobu.
Ketua Karang Taruna Desa Hakatutobu Amsar Saputra bertutur ia dan kawan-kawannya masih punya kesempatan bermain bola ketika laut surut. Pantainya waktu itu masih berpasir. Ketika anak-anak bermain, sejumlah orang dewasa akan memancing kerapu dan teripang.
Menurut Amsar, ikan-ikan kini menjauh dari pesisir karena tanah di pesisir yang becek dan butek. “Lihat lumpurnya, mana mau ikan hidup di lumpur setinggi paha orang dewasa?” kata Amsar sambil menunjuk-nunjuk bentangan tanah lembek di hadapannya.
Sedimen ore nikel di pesisir pantai di Desa Hakatutobu, Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, 24 Februari 2025. Tempo/Zainal A. Ishaq
Komunitas pengelola keramba ikan di Desa Hakatutobu terkena dampak lumpur yang mengendap di pesisir. Mereka pernah mengekspor kerapu segar ke Singapura pada 2012. Para pengusaha perikanan dan makanan menjemput langsung kerapu di keramba dengan menggunakan kapal.
Kepala Desa Hakatatobu Ruslan Gafur mengatakan perusahaan mesti memperhatikan dampak aktivitas tambang ke masyarakat. Salah satunya kerusakan mata air yang menjadi sumber air bersih warga. Ia mengusulkan perusahaan membangun cekdam untuk mengendapkan lumpur dan tak langsung mengalir ke sungai. “Jangan sampai tambang meresahkan masyarakat,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan MIND ID Heri Yusuf telah menerima surat wawancara pada Kamis, 6 Maret 2025. MIND ID membawahkan dua perusahaan tambang, yakni PT Antam dan PT Vale, yang beroperasi di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka. Heri menyebutkan akan menanyakan kepada bagian internal karena menyangkut kegiatan operasi perusahaan.
Dihubungi kembali pada Rabu, 12 Maret 2025, Heri berjanji akan menanggapi wawancara Tempo. “Kami sedang berkoordinasi dengan anggota holding,” katanya. Ia belum mengirim jawaban hingga artikel ini terbit.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kolaka I Nyoman Suastika mengatakan penambangan nikel di kawasannya memang memicu perubahan struktur tanah dan batuan. Mata air di hulu sungai akhirnya mengering dan tak mengalir lagi ke perkampungan di tepi sungai.
Menurut Nyoman, Pemerintah Kabupaten Kolaka akan memperbaiki mata air yang rusak. Pemerintah akan mengajak perusahaan tambang yang terlibat mengatasi persoalan tersebut. “Kami akan memanfaatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan dan sejumlah program lain,” katanya. ●
Artikel ini merupakan serial liputan dampak tambang nikel terhadap ekologi, ekonomi, dan sosial yang didukung The China Global South Project