Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Adu Cepat dengan Para Mafia Minyak

Jutaan liter minyak yang mendapat subsidi negara mengalir secara ilegal ke luar negeri. Apa usaha pemerintah untuk membendungnya?

25 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBARAT arena balap mobil, penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) adalah arena yang sangat timpang. Berbekal mobil kelas Formula-1, mafia penyelundup adalah bintang arena yang bisa ngebut secepat angin. Saking ngebut-nya, mafia sanggup meraup penjualan rata-rata Rp 7,08 miliar BBM semalam. Transaksi menggiurkan itu pun cuma berlangsung di satu titik: Pangkalan Kalibaru, Pasirurug, Cilincing, Jakarta. Padahal, di Jawa Barat dan Jakarta saja, ada 26 pangkalan BBM yang berstatus ilegal. Di sisi lain, pemerintah, lawan tanding mafia, tampil dengan performa bak opelet yang berjalan ala kadarnya. Jutaan liter BBM dengan cepat mengalir ke luar negeri secara ilegal. Transaksi jual-beli BBM di tengah laut yang dilakukan kapal-kapal berkedok kapal ikan asing, misalnya, selama beberapa waktu leluasa berlangsung tanpa tindakan berarti dari pemerintah. Di Laut Arafura, kapal ikan asing bebas mengisi tangki minyaknya dengan BBM berharga lokal yang murah—karena mendapat subsidi dari uang rakyat. Pertamina sendiri seperti tak berdaya berhadapan dengan praktek penyalahgunaan uang rakyat itu. "Itu bukan penyelundupan. Yang terjadi adalah kapal ikan asing itu membeli BBM dengan harga lokal," kata Hari Poernomo, Direktur Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri (PPDN) Pertamina. Selama ini, pemerintah memang mengizinkan pembelian BBM di laut dengan harga lokal untuk kapal-kapal ikan yang berpartner dengan Indonesia. Pada prakteknya, banyak kapal asing—berkedok sebagai kapal ikan—yang semua awaknya orang asing tapi mengibarkan bendera Indonesia untuk mendapatkan minyak murah. Belakangan, sekitar setengah tahun lalu, pemerintah baru menyadari praktek semacam itu dan memasang rambu-rambu: pembelian BBM semacam itu harus dilakukan dengan harga valuta asing. Itu sebuah usaha yang terlambat, setelah para penyelundup kenyang melahap uang haram dari minyak. Setidaknya, penyelundup bebas berpesta selama tiga tahun terakhir ini. Memang, pemerintah belum melansir volume penyelundupan BBM plus kerugian akibat praktek ini. Namun, M. Ikhsan, peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, menilai bahwa indikasi ke arah tersebut sangat gamblang. Pada 1997/1998, tercatat volume kebutuhan BBM lokal mendekati 52 ribu kiloliter. Angka ini melonjak hampir 9 persen dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Padahal, sejak krisis ekonomi menggebrak, daya beli masyarakat turun dan ribuan perusahaan gulung tikar. "Bagaimana bisa konsumsi BBM naik? Ini hal yang aneh," kata Ikhsan. Maka, rentetan kecurigaan pun muncul. Arena bisnis BBM, demikian salah satu kecurigaan yang mengemuka, pasti bertabur aktor kelas kakap, baik sipil maupun militer. "Orang dalam Pertamina juga terlibat," kata Ikhsan yakin. Keterlibatan orang dalam inilah yang membuat sistem pengawasan distribusi Pertamina sangat lemah. Akhirnya, semua kondisi ini sangat memungkinkan para bintang beraksi menekuk delivery order (DO) alias jatah minyak yang didapatkan dan bisa dibeli pabrik-pabrik sesuai dengan kebutuhan mereka. Hari Poernomo, tentu saja, membantah tudingan keterlibatan orang dalam Pertamina. "Sampai sekarang, tidak ada anak buah saya yang menyelewengkan DO," kata Hari. Secara prosedural, Pertamina pun punya mekanisme memverifikasi keabsahan DO. Tapi, Hari mengakui, awak Pertamina memang tak mungkin terjun langsung menjelajahi ribuan lokasi untuk memantau apakah DO dipergunakan untuk keperluan sebagaimana mestinya. "Kami juga tak mungkin saban hari ada di tengah Laut Arafura mengawasi transaksi BBM kapal asing," kata Hari. Persoalan verifikasi ini tampaknya bukan hanya karena wilayah yang diawasi terlalu luas. Menurut M. Sumarsono, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Cabang DKI Jakarta, verifikasi macet sejak di pangkal. Berdasarkan pengalaman di lapangan, Sumarsono menegaskan, "Tak pernah ada verifikasi yang serius." Ia menambahkan, kalaupun ada, pemeriksaan hanya sebatas kelengkapan administrasi yang sangat gampang dimanipulasi. Tidak mengherankan bila pengusaha leluasa melipatgandakan kebutuhan BBM dalam DO. Bahkan, dengan pendekatan ala militer, DO perusahaan yang terafiliasi dengan militer bisa mendapat perlakuan istimewa. Kalaupun kebutuhan yang disodorkan tidak sesuai dengan kenyataan, Pertamina tak bakal mengutak-atiknya. Martiono Hadianto, mantan Direktur Utama Pertamina, tak membantah adanya tekanan dari para perwira untuk melancarkan bisnis haram BBM. "Sulit melawan tekanan itu karena sudah menjadi praktek sehari-hari," kata Martiono. Seorang pensiunan perwira menengah TNI Angkatan Laut membenarkan adanya jalur spesial untuk militer. Jalur ini mendatangkan panen raya bagi perusahaan yang berinduk pada induk koperasi semua angkatan di TNI. Caranya, antara lain, dengan melambungkan volume BBM pada DO untuk memasok kebutuhan anggota koperasi. Misalnya, kebutuhan anggota koperasi digenjot hingga puluhan kali lipat dengan memanipulasi jumlah anggota koperasi. Nah, siapa bisa menjamin kelebihan pasokan itu tak bakal dijual kepada kapal asing? Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudhoyono memang tak menutup kemungkinan adanya keterlibatan militer dalam bisnis haram minyak. Namun, bila memang didukung oleh bukti, Menteri Bambang siap menindak. "Tak ada diskriminasi," katanya. Sejauh ini, Bambang menyatakan, pemerintah sudah bertindak dengan membentuk tim terpadu penyelewengan BBM. Melalui tim yang melibatkan beberapa lembaga itu—Departemen Pertambangan dan Energi, Pertamina, Kejaksaan Agung, Departemen Perhubungan, dan Kepolisian RI—Bambang berharap kasus bisnis BBM ilegal bisa ditangani secara tuntas. Syaratnya, menurut Bambang, semua lapisan masyarakat harus aktif terlibat. Begitu ada penyimpangan, "Laporkan," katanya. Cuma, seberapa tajamkah gigi tim bentukan Departemen Pertambangan dan Energi itu? Sayangnya, pejabat departemen ini yang menjadi motor tim terpadu itu menolak membeberkan rincian hasil penyelidikan sementara yang sudah dikerjakan tim itu. Alasannya, bila sekarang diungkap kepada media massa, seluruh jaringan penyelundupan BBM terancam bubar menyelamatkan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus