Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEBAH rupanya tak hanya bisa menghasilkan madu yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Dari sarangnya pun tawon menghasilkan sesuatu yang berkhasiat: propolis. Komponen yang terdapat pada sarang lebah itu dipercayai bisa menghalau berbagai penyakit. Sebuah situs pengobatan alami di internet bahkan mengklaim propolis ampuh menuntaskan serombongan penyakit, dari sakit gigi, jerawat, alergi, asma, hipertensi, diabetes, sampai tumor. Singkatnya, cairan yang lazim disebut "lem tawon" ini dianggap sebagai obat ajaib yang disediakan alam.
Merujuk berbagai klaim itu, Sherly Horax dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, merasa tertantang mencari bukti. Keinginan meriset khasiat propolis makin kuat mengingat peternakan lebah Trigona sp. begitu menjamur di beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Sherly meneliti propolis sebagai obat kumur bagi penderita gingivitis (radang gusi). Dan hasilnya dipresentasikan di Unhas, awal Juni lalu.
Sebenarnya, masyarakat tradisional di berbagai belahan dunia telah lama menjadikan propolis sebagai agen penyembuh. Konon, ilmuwan Yunani Hippocrates, sekitar tahun 400 SM, telah meresepkan lem tawon ini untuk beragam penyakit.
Lalu, apa sejatinya propolis? Di alam, kawanan lebah pekerja menghimpun berbagai bagian tumbuhantunas, getah, dan resin (damar)untuk menutup retakan atau lubang pada sarang. Kawanan lebah melengkapi penutup sarang ini dengan sejenis lilin (wax) yang diproduksi kelenjar di bagian perut lebah. Maka, jadilah propolis sebagai cairan pekat berwarna hijau kehitaman. Aroma cairan ini segar karena kandungan minyak esteris dari resin bermacam tumbuhan.
Bagi lebah, propolis sangat efektif melindungi kesehatan sarang. Karena ada cairan itu, bakteri dan virus tak bisa menembus sarang lebah dan mengganggu ribuan lebah plus telur yang sedang ditetaskan. Nah, mekanisme perlindungan inilah yang membuat propolis diyakini berkhasiat merontokkan kuman penyakit.
Oleh manusia, propolis kemudian digunakan juga untuk membentengi diri dari gangguan kuman. Masyarakat Sulawesi Selatan, misalnya, jamak menggunakan propolis untuk obat kumur. Caranya, cairan yang kepekatannya lebih kental dari madu ini dioleskan langsung pada gigi dan gusi. Ada juga yang mencampur propolis dengan air untuk dijadikan sebagai obat kumur.
Pada penderita radang gusidipicu kurangnya perawatan mulutkoloni yang terdiri atas jutaan sel bakteri menumpuk pada plak gigi dan gusi. Kuman-kuman inilah yang lama-kelamaan merusak sistem pertahanan gigi dan gusi. Awalnya, gusi memerah dan berdarah. Dan bila tidak segera diatasi, gigi yang sama sekali tidak berlubang bisa copot mendadak.
Dalam penelitiannya (1997-1999), Sherly membuat tiga tahapan. Yang pertama adalah uji laboratorium untuk mengekstrak propolis dari sarang lebah. Berikutnya, Sherly menguji daya hambat propolis terhadap perkembangan koloni tiga kuman penyebab gingivitis, yakni Streptococcus sp., Staphylococcus sp., dan Klebsiella sp. Ternyata, propolis lebih efektif memangkas perkembangan koloni Streptococcuspemicu utama radang gusiketimbang dua jenis kuman lainnya.
Selanjutnya, Sherly melangkah pada uji klinis yang melibatkan 120 responden berusia 19-35 tahun. Selama empat minggu, responden diberi propolis dengan beragam konsentrasi. Kelompok responden yang lain diberi obat kumur providine iodinesejenis desinfektanyang beredar luas di pasaran.
Terbukti, propolis memangkas koloni kuman pada plak gigi dan gusi. Hasil kerja lem tawon dengan konsentrasi 8 persen sebanding dengan providine iodine. Bahkan, propolis memberi dampak perbaikan klinis pada gusi yang lebih bagus ketimbang providine iodine. "Pendarahan gusi berkurang," kata Sherly.
Nancy, mahasisiwi Unhas yang menjadi responden Sherly, membenarkan bahwa radang gusinya membaik setelah berkumur dengan propolis. "Rasanya sedikit manis, segar, dan dingin di mulut," kata Nancy, yang mengaku pernah sesekali mencoba beberapa obat kumur.
Suharsono Suwelo, guru besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, menilai penelitian Sherly masih harus diikuti riset yang lebih komplet. Kuman Streptococcus, menurut Suharsono, memang peka dan gampang mati. "Kontak dengan oksigen pun bisa membuat spesies ini mati," kata Suharsono. Itulah sebabnya Streptococcus lebih banyak terdapat pada gigi belakang, yang relatif jarang tersentuh oksigen segar.
Mardiyah Chamim, Hendriko L. Wiremmer, Syarief Amir (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo