Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Mesin Kempos Biodiesel

Biodiesel B30 merusak mesin. Biaya tambahannya akan ditanggung konsumen akhir.

9 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Biodiesel B30 memunculkan lendir di saringan tangki dan mesin alat berat.

  • Produktivitas mesin terganggu sejak memakai biodiesel karena mesin tak didesain untuk minyak nabati.

  • KPK menemukan ada imbas inefisiensi pemakaian B30.

KEINGINAN pemerintah mewajibkan industri memakai biodiesel B30 sebagai bahan bakar mesin membuat perusahaan mesti mengganti atau menaikkan kapasitas mesin agar sesuai dengan biosolar. Dengan 30 persen minyak sawit dan 70 persen solar, pemakaian biodiesel B30 menimbulkan problem tambahan: lendir di mesin yang mengganggu produktivitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Eonchemicals Putra, penyalur zat kimia biosida, acap menemukan tangki penampung biodiesel ataupun solar pelanggan berlendir dan berkarat. Berpusat di Jakarta, perusahaan ini punya 15 cabang dari Sumatera hingga Ternate. Pelanggannya perusahaan tambang dan industri berat yang diwajibkan pemerintah memakai B30.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Rabu, 6 April lalu, Edwananta T. Hakim dan Fatkhur Rozaq dari PT Eonchemicals mengecek mesin sebuah perusahaan tambang di Sumbawa Timur, Nusa Tenggara Barat. Mereka melihat saringan pipa tiga tangki biodiesel berkapasitas 10 ribu liter itu pekat oleh lendir. Manajer perusahaan tambang menerangkan bahwa mereka harus mengganti saringan tiap dua pekan. “Sewaktu solar intervalnya enam bulan,” kata Edwananta.

Fatkhur Rozaq mendapat tambahan informasi bahwa saringan bahan bakar di mesin juga berganti lebih cepat. Sejak mesin memakai biodiesel, operator harus menggantinya tiap 300 jam, berbeda jauh dengan ketika menggunakan solar, yang bisa tahan 2.000 jam.

Endapan di saringan berasal dari bakteri yang menyantap bahan organik dari minyak sawit. Bakteri lalu membentuk endapan lendir yang menyumbat filter tangki penyimpanan dan pipa bahan bakar mesin. “Penyumbatan jadi mengganggu performa mesin,” ucap Fatkhur. “Efisiensi mesin makin pendek.”

Endapan kotoran mengandung besi sulfida yang menerobos ke dalam mesin dan membuat injektor pampat. Akibatnya, mesin ngempos karena tak bertenaga. Operator juga harus mengecek dan membersihkannya. Bagi industri, penghentian kerja alat berat membuat produktivitas berkurang.

Keluhan kepada Eonchemicals tidak hanya datang dari pelanggan biodiesel di Sumbawa Timur. Dari pelanggan lain juga ada. Fatkhur pernah mengecek sampel biodiesel di laboratorium untuk mengetahui biang lendir. Rupanya, kadar air B30 terlalu tinggi, yakni 373 part per million (ppm)—lebih dari batas kadar air biodiesel sebesar 350 ppm dalam Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 189 Tahun 2019.

Biosolar—di dunia otomotif kerap disebut solar busuk—memicu beragam dampak di industri alat berat. Yuliarto Abadi, manajer produk PT Pusaka Bumi Transportasi, yang menjadi agen alat berat produksi Sany asal Cina, mengatakan pemakaian B30 tergantung sistem alat berat. Mesin yang canggih, seperti Caterpillar yang memakai sistem pembakaran elektronik, tak cocok memakai B30. 

SPBU MT Haryono, lokasi penerapan implemenrasi B30 di Jakarta, 8 April 202. TEMPO/Tony Hartawan

Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan kualitas B30 belum memenuhi standar kebutuhan konsumen. KPK menemukan, seperti di perusahaan pelanggan PT Eonchemicals, lendir B30 merusak mesin, lebih mudah terdegradasi ketimbang solar, dan energinya lebih rendah 3-4 persen dibanding solar murni. Menurut KPK, kadar air maksimal 350 ppm bisa menimbulkan karat dalam mesin.

Akibat akhirnya, menurut KPK, ekonomi biaya tinggi yang harus ditanggung konsumen. Dalam kasus PT Samudera Indonesia, perusahaan logistik dan kargo itu mesti mengeluarkan belanja modal Rp 2,23 miliar untuk menyesuaikan peralatan bongkar-muat dengan B30. PT Samudera Indonesia memakai 95 juta liter setahun bahan bakar yang hampir semuanya B30 untuk alat berat di pelabuhan dan transportasi logistik darat. "Harus rajin mencuci filter," tutur Direktur Utama PT Samudera Indonesia Bani Maulana Mulia. "Kalau tidak, mesin akan berat."

PT Samudera Indonesia juga memakai B30 di 40-50 mesin pendamping kapal. Mesin utama kapal masih memakai bahan bakar rendah sulfur yang lebih mahal dan rendah emisi. Dari rata-rata 20-25 ton bahan bakar per hari per kapal, B30 yang digunakan hanya 1 ton.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana mengatakan pemakaian biodiesel B30 memang harus dikelola secara berbeda dibanding solar. Pemerintah, kata dia, telah mengeluarkan pedoman penanganan dan penyimpanan biodiesel serta campuran B30. “Asalkan bisa mengelola, efek ke komersialnya tidak ada,” ucap Dadan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mahardika Satria Hadi

Mahardika Satria Hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus