Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Mengapa BPDPKS Lebih Banyak Mensubsidi Biodiesel

Angka serapan CPO untuk program mandatori biodiesel meningkat saban tahun. BPDPKS menyiapkan puluhan triliun untuk subsidi B30.

9 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BPDPKS menggelontorkan subsidi Rp 51,95 triliun kepada 22 produsen biodiesel pada 2021.

  • Program peremajaan sawit rakyat hanya mendapat dana Rp 1,26 triliun dari BPDPKS.

  • Pemerintah menargetkan program biodiesel tahun ini menyerap 10,15 juta kiloliter CPO.

TREN produksi biodiesel di Indonesia menanjak sejak 2015. Seiring dengan itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga menyalurkan subsidi yang makin besar untuk para produsennya. Pada 2021, BPDPKS menggelontorkan Rp 51,95 triliun kepada 22 badan usaha bahan bakar nabati. Angka ini naik lebih dari 54 persen dibanding pada tahun sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan program mandatori biodiesel sepanjang 2021 menyerap 9,2 juta kiloliter produksi minyak sawit mentah (CPO). Tahun ini, BPDPKS memproyeksikan 10,15 juta kiloliter. “Kalau tak ada program biodiesel, you bayangin 8 juta ton tidak terserap. Harganya akan merosot,” kata Eddy, Selasa, 5 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masalahnya, proporsi subsidi biodiesel B30 selalu melampaui program-program lain. Padahal BPDPKS juga mesti mengongkosi peremajaan sawit rakyat, pelatihan pekebun sawit, dukungan sarana dan prasarana, promosi, juga pemenuhan kebutuhan pangan. Tahun lalu, misalnya, BPDPKS hanya menyalurkan dana Rp 1,26 triliun untuk peremajaan lahan sawit seluas 42,2 ribu hektare.

Untuk apa ada BPDPKS?
BPDPKS berdiri saat harga CPO turun sangat dalam karena produksi melimpah. Pemerintah menciptakan pasar di dalam negeri untuk menyerap oversupply CPO. BPDPKS mendanai penyediaan dan penggunaan bahan bakar nabati dalam bentuk biodiesel untuk menyerap produksi sawit. Tapi karena harga minyak sawit lebih tinggi dari harga solar, selisih harganya ditanggung BPDPKS. Dengan begitu, biosolar bisa dijual ke masyarakat seharga solar.

Pasar biodiesel bagaimana?
Bagus serapannya. Tahun 2021 kurang-lebih 9,2 juta kiloliter atau 8 juta ton. Ini yang menstabilkan harga. Sekarang harga minyak sawit naik, harga CPO naik. CPO itu berasal dari tandan buah segar yang 42 persennya ditanam petani. Jadi biodiesel untuk kepentingan petani juga. 

Tapi subsidi untuk petani dalam peremajaan sawit rakyat (PSR) jauh lebih kecil daripada subsidi biodiesel yang dinikmati pengusaha….
Sebenarnya tidak kecil. Kalau petaninya betul-betul mau ikut, akan diberi. Persoalannya, targeted. Presiden pasang target PSR 180 ribu hektare per tahun. Untuk mencapai itu, susahnya setengah mati. Sekarang petani mendapat Rp 30 juta per hektare untuk mendanai kegiatan PSR sampai tanam. 

Bagaimana dengan biodiesel?
Kalau biodiesel, targetnya 30 persen dari target penyaluran solar. Tahun ini kurang-lebih 10,15 juta kiloliter. 

Berapa target pungutan ekspor tahun ini?
Kami proyeksikan Rp 57 triliun. Unsur pengalinya sangat tinggi, yaitu selisih antara harga indeks pasar (HIP) biodiesel dan HIP solar, ditambah ongkos angkut dan pajak pertambahan nilai. 

Dengan formula seperti itu, subsidi biodiesel akan selalu lebih besar.…
Tidak selalu. Pada 2019 rendah karena HIP biodiesel rendah, sedangkan HIP solar naik. Jadi jangan bilang kami pro-biodiesel, karena subsidi tergantung hitungan yang berfluktuasi. 

HIP biodiesel dibahas di Komite Pengarah yang anggotanya pengusaha….
Itu kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Penetapan HIP diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018. Formulanya rata-rata harga CPO dalam negeri ditambah biaya konversi US$ 85, dikalikan 0,870 karena dari kilogram ke liter. 

Kenapa faktor konversinya US$ 85?
Faktor konversi itu biaya produksi. Untuk konversi CPO menjadi FAME (asam lemak metil ester) atau biodiesel. Biasanya ditetapkan berdasarkan kajian. Sekarang ada 22 perusahaan bahan bakar nabati. Karakteristiknya beda-beda. Ada yang pabriknya pakai mesin dari Cina, Jerman, Italia. Efisiensi masing-masing mesin berbeda. Karena itu, HIP harga rata-rata. Kalau efisien, bisa saja angkanya di bawah US$ 85.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Liputan ini terbit atas kerja sama dengan Jikalahari, Greenpeace Indonesia, Yayasan Auriga Nusantara, yang didukung Rainforest Investigations Network Pulitzer Center. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jangan Bilang Kami Pro-biodiesel"

Mahardika Satria Hadi

Mahardika Satria Hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus