Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARA Dita Siska Millenia agak meninggi ketika mendengar pertanyaan yang mengandung lafaz Allah dalam pelafalan Nasrani. Ia mengabaikan pertanyaan dan bertanya balik. "Allah itu siapa?" kata perempuan 18 tahun ini, dengan tangan diborgol yang dia sembunyikan di balik kerudung panjangnya. Tempo mengoreksi bunyi "a" kedua pada Allah menjadi "o". Setelah itu, siswa kelas XII Pondok Pesantren Darul Arqom di Kendal, Jawa Tengah, ini lancar menjawab setiap pertanyaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama Siska Nur Azizah, Dita ditangkap polisi di depan Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, pada Sabtu tiga pekan lalu. Keduanya mengaku datang ke Markas Brimob untuk membantu para tahanan teroris yang memberontak kepada petugas jaga hingga menewaskan lima polisi dan satu tahanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari balik cadarnya, suara Dita yang cempreng begitu riang menceritakan kisah hidupnya sejak kecil di Temanggung hingga masuk sekolah, menjadi anak band saat duduk di sekolah menengah pertama, dan mendapat penugasan dari pesantrennya di Majenang, Cilacap, sebagai guru sekolah dasar. Nada suaranya mengeras tiap kali ia berbicara soal Islam dan demokrasi dalam sebuah wawancara dengan Tempo di salah satu markas polisi di Jakarta pada Selasa pekan lalu.
Apa pandangan Anda tentang demokrasi….
(Memotong) Haram!
Mengapa?
Jelas. Itu haram karena itu hukum buatan manusia.
Tapi demokrasi tidak menganjurkan kekerasan, seperti pengeboman. Anda setuju pengeboman?
Di zaman Rasulullah, (pengeboman) memang belum ada, ya. Soal ini pernah saya baca dari buku yang ditulis Imam Samudra (pelaku bom Bali yang sudah dieksekusi-Red.). Kalau bomnya lebih banyak merugikan orang kafir, enggak apa. Kalau merugikan diri sendiri, lebih baik jangan. Kalau korbannya cuma satu-dua, ya, mending jangan.
Menurut Anda, siapa yang pantas dibunuh?
Mereka yang memerangi Islam atau mereka yang tak dihukum dengan hukum Islam.
Jadi, kalau bertemu dengan orang kafir di jalan, Anda ingin menembak mereka?
He-he-he….
Dari mana Anda mendapat pemahaman seperti itu?
Saya belajar otodidak dari berbagai grup WhatsApp dan channel Telegram sejak November tahun lalu, dan situs-situs Internet. Di Telegram, salah satu channel-nya bernama "Turn Back Crime". Di sana banyak artikel tentang Islamic State dan video-video eksekusi, pemenggalan. Saya juga banyak baca dari Instagram. Nama akunnya yang ada Ikhwan gitu.
Siapa yang memasukkan Anda ke grup-grup itu?
Namanya Khalid. Dia mahasiswa Indonesia di Mesir. Tapi saya tidak mengenalnya. Awal kenalnya dari Instagram. Nama akunnya Ikhwan. Dia bertanya apakah saya suka nasyid. Dia punya koleksi banyak dan dia minta saya membuat akun di Telegram. Setelah itu, dia memasukkan saya ke grup Mujahidin Indonesia.
Di grup Mujahidin bahas apa saja?
Artikel-artikelnya. Daulah Islamiyah. Saya sudah lama vakum dari situ. Akunnya hangus, enggak sengaja log out, lupa password-nya.
Anda tidak takut melihat video-video pemenggalan kepala itu?
Pertama takut. Tapi kan update terus videonya. Jadi ditonton terus sampai bosan. Di sana juga ada panduan untuk memenggal.
Kalau ada tawaran ke Suriah….
(Memotong) Pingin! Insya Allah, saya siap.
Kalau di sana cuma dijadikan istri tentara ISIS bagaimana?
Kalau perempuan enggak mau nikah, kan, boleh angkat senjata. Kalau sudah menikah, boleh jadi dokter atau jadi perawat. Saya pilih berperang saja, belum mau menikah, apalagi dipoligami.
Apakah Anda pernah membayangkan menembak dan membunuh orang lain?
Iya, tapi belum pernah, kok. Ya, ingin melakukannya saja.
Itulah kenapa Anda membawa gunting ke Mako Brimob?
Siska yang bawa. Saya cuma bawa duit, enggak tahu kalau ada gunting. Saya ke sana mau bantu memberi makan para ikhwan yang ada di penjara.
Disuruh siapa ke Mako Brimob?
Di channel Diskusi Din ada seruan merapat ke Brimob karena Mako rusuh. Lalu beritanya sudah sampai Amaq. Lalu tanya, mau lanjut atau enggak. Katanya kan sudah dapat senjata, nah, mau diserahkan atau perang. Tapi mereka pakai senjata itu untuk negosiasi. Ikhwan-ikhwan itu mungkin mau perang, tapi kemudian Aman (Abdurrahman) bilang sebaiknya jangan, menunggu waktu yang tepat. Ya, sudah….
Omong-omong, apa kuat memanggul senjata laras panjang?
Kuat. Saya sering angkat galon air, kok, ha-ha-ha….
Anda ingin ISIS ada di Indonesia?
Bukan cuma di Indonesia, tapi di seluruh dunia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo