Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KHOIRUDDIN berinisiatif menelepon Abdul Somad beberapa hari sebelum Kementerian Agama merilis daftar mubalig yang direkomendasikan untuk mengisi ceramah. Direktur Penerangan Agama Islam Kementerian Agama ini menanyakan kesediaan Somad untuk dimasukkan ke daftar tersebut. Tapi penceramah asal Riau yang sedang populer itu menolaknya. "Beliau meminta namanya tidak dimasukkan karena khawatir membuat umat kecewa," kata Khoiruddin, Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Somad menyampaikan bahwa ia sudah punya jadwal ceramah yang padat sampai 2020. Bila namanya dicantumkan, ia merasa akan susah memenuhi permintaan si pengundang. Jawaban itu yang membuat Kementerian urung mencantumkan nama Somad dalam daftar mubalig, yang dipublikasikan pada 18 Mei lalu. Lewat akun Instagram miliknya, Somad menjelaskan polemik ini. "Sebab Kemenag tidak ingin mengecewakan masyarakat karena saya penuh sampai April 2020," kata Somad, Sabtu dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan Somad ini hanya berselang sehari setelah Kementerian Agama mempublikasikan daftar penceramah yang berjumlah 200 orang itu. Ada tiga kriteria Kementerian dalam memilih nama-nama juru dakwah tersebut, yaitu kompetensi keilmuan, integritas dan reputasi, serta berkomitmen memperkuat persatuan dan kebangsaan.
Setelah daftar mubalig itu dipampangkan di laman situs Kementerian Agama, sejumlah orang ramai-ramai memprotesnya. Dua nama yang tercantum dalam daftar, Fahmi Salim dan Yusuf Mansur, ikut menggugat. Keduanya meminta nama mereka dikeluarkan dari lis dengan alasan daftar itu akan memecah belah ulama.
Kementerian Agama juga dinilai kurang teliti dalam memasukkan nama para juru dakwah ke daftar. Sebab, nama Fathurin Zen, bekas pejabat di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, yang ditulis di nomor urut 68, ternyata sudah meninggal pada September tahun lalu.
Khoiruddin mengatakan nama Fathurin Zen diusulkan pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa. Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa, Faruq Rahman, menampiknya. Ia mengatakan, dari 15 nama penceramah yang diserahkan ke Kementerian Agama lewat surat elektronik, tidak tertera nama Fathurin Zen. "Sebelum meninggal, beliau memang jadi pengajar dan pembina di sini, tapi bukan kami yang mengusulkannya," ujar Faruq.
Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama Matsuki mengakui lembaganya memang kurang hati-hati dalam mencantumkan nama Fathurin Zen.
Ia berdalih nama-nama tersebut berasal dari pengurus masjid yang ada di lingkungan kementerian dan lembaga negara di Jakarta. "Kami percaya nama-nama yang mereka usulkan karena mereka yang lebih tahu," katanya.
Tapi tidak semua nama berasal dari bawah. Misalnya Abdul Somad, yang diusulkan orang Kementerian Agama. Somad hendak dimasukkan ke daftar karena namanya populer di masyarakat.
Matsuki mengatakan kekeliruan juga muncul karena proses verifikasi berlangsung singkat. Kementerian hanya memiliki waktu beberapa hari karena sudah memasuki bulan puasa. Dalam rencana awal, daftar mubalig akan dirilis pada awal puasa sehubungan dengan banyaknya acara pada Ramadan yang diisi penceramah.
Verifikasi dilakukan dengan mengecek materi ceramah setiap mubalig di media sosial. Kementerian pun menghubungi beberapa nama secara acak. "Tidak semua kami telepon," ujar Matsuki.
Reaksi publik disikapi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dengan mengumpulkan anak buahnya di ruang rapat lantai 2 Kementerian Agama pada Senin pekan lalu. Dalam pertemuan itu, kata Matsuki, Menteri Agama meminta lembaganya proaktif menjawab pertanyaan masyarakat soal rilis mubalig. Selain itu, Lukman meminta anak buahnya segera memperbaiki daftar dengan data teranyar.
Terbitnya daftar mubalig tak sekonyong-konyong. Lukman mengatakan latar belakang lembaganya mengeluarkan daftar itu karena publik dan organisasi kemasyarakatan menanyakan daftar penceramah yang direkomendasikan pemerintah. Pertanyaan itu muncul sejak tiga bulan lalu, baik yang disampaikan langsung kepadanya maupun lewat Kementerian. "Kami hanya memfasilitasi masyarakat yang ingin mendapatkan penceramah yang bisa memberikan wawasan pengetahuan tentang Islam," ucapnya.
Menyikapi permintaan itu, Lukman menginstruksikan Direktorat Jenderal Bimbingan Islam membuat daftar penceramah. Direktorat lantas mengumpulkan pengurus masjid di lingkungan kementerian dan lembaga negara serta masjid-masjid besar di Jakarta pada Maret lalu. Selanjutnya Kementerian mengirimkan surat kepada para pengurus masjid tadi, yang isinya meminta agar mengirimkan daftar penceramah dari masjid masing-masing. "Nama-nama yang diusulkan masuk secara bertahap sampai mendekati puasa," kata Matsuki.
Menurut Matsuki, pertimbangan Kementerian sebenarnya bukan hanya karena permintaan masyarakat, melainkan juga situasi di masyarakat menjelang dan seusai pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Ia mengatakan, semasa kampanye, ujaran kebencian menjejali media sosial dan bertebaran di masjid dalam ceramah para mubalig.
Dari situ, Kementerian sempat mewacanakan sertifikasi khatib Jumat. Gagasan ini ditolak Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi masalah keagamaan.
Kementerian Agama mencoba cara lain untuk memberantas ujaran kebencian dari mimbar. Kementerian mengeluarkan sembilan seruan mengenai ketentuan ceramah agama di rumah-rumah ibadah pada 28 April 2017. Isi seruan itu meliputi: penceramah harus memahami dan berkomitmen melindungi martabat kemanusiaan, materi ceramah bersumber dari ajaran pokok agama, disampaikan secara santun, bernuansa mendidik, serta tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya, tidak berbau suku, agama, ras, dan antargolongan; tidak menghina dan melecehkan keyakinan agama lain; tidak bermuatan kampanye politik dan promosi bisnis; serta sesuai dengan aturan.
Tapi seruan ini seolah-olah diabaikan. Kementerian kemudian mewacanakan ide sertifikasi mubalig, yang juga mental di tengah jalan. Matsuki mengatakan Kementerian kesulitan mewujudkan ide tersebut, tapi pemerintah tidak mungkin membiarkan ceramah yang menyuburkan kebencian bebas mengisi ruang-ruang publik. "Di mana tanggung jawab kami kalau itu dibiarkan?" ujar Matsuki.
Faktor lainnya, pada tahun lalu ada tiga penceramah yang tampil di tiga stasiun televisi swasta nasional membuat kesalahan fatal. Di antara mereka ada yang salah menulis ayat Al-Quran dan keliru menafsirkan ayat-ayat Kitab Suci dan hadis. Kementerian dan Majelis Ulama Indonesia menyikapinya dengan mendatangi ketiga stasiun televisi tersebut. Pengelola stasiun televisi malah meminta pemerintah menyediakan daftar penceramah yang bisa jadi rujukan dalam siaran acara keagamaan.
Berbagai persoalan tadi mendorong Kementerian Agama menyusun daftar mubalig. Awalnya hanya untuk menjadi rujukan pengurus masjid di lingkungan pemerintah dan masyarakat di wilayah Jakarta. "Daftar penceramah ini bersifat dinamis dan bisa bertambah sesuai dengan usulan masyarakat," katanya.
Belum sempat ditambah, daftar itu diserahkan ke MUI. Kementerian Agama "menyerah" pada tekanan DPR. "Jika ada masukan, Kementerian Agama sifatnya hanya meneruskan dan menyerahkan ke MUI," ujar Ketua Komisi VIII M. Ali Taher dalam rapat dengan Kementerian Agama, Kamis pekan lalu. Menteri Agama akhirnya meminta masyarakat yang ingin mengajukan nama penceramah ke dalam daftar langsung mengontak MUI.
Rusman Paraqbueq, Rezki Alvionitasari
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo