Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Dua Siska dan Pemahaman Jihad Anak Muda Kita

MEREKA ditangkap Detasemen Khusus Antiteror karena diduga hendak menyerang polisi di Markas Komando Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat, seusai kerusuhan oleh narapidana terorisme yang menewaskan lima polisi.

27 Mei 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA ditangkap Detasemen Khusus Antiteror karena diduga hendak menyerang polisi di Markas Komando Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat, seusai kerusuhan oleh narapidana terorisme yang menewaskan lima polisi. Siska Nur Azizah dan Dita Siska Millenia mengaku bersimpati kepada para teroris yang memerangi thogut dan hendak menegakkan syariat Islam. Setuju dengan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Siska Nur Azizah, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, belajar memahami Islam lewat grup media sosial dan Internet. Radikalisme mematikan akal sehat kampus dengan telak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sukacita memenuhi rumah Komar Haerudin di Kampung Legok I, Desa Indragiri, Ciamis, Jawa Barat, pada Sabtu malam tiga pekan lalu. Klub sepak bola kesayangannya, Persib Bandung, menggasak Persipura Jayapura 2-0 dalam Liga 1 Go-Jek di Gelora Bandung Lautan Api, yang disiarkan langsung oleh Indosiar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bungah hati Komar tak berlangsung lama. Di tengah euforia merayakan kemenangan Persib, telepon selulernya berbunyi. Seorang pamannya memberi tahu dia agar segera membuka WhatsApp dan Facebook. Perasaan Komar langsung tak enak karena si paman tak menjelaskan permintaannya lebih detail.

Begitu Komar membuka WhatsApp, pesan singkat dan foto serta tautan berita memenuhi layarnya. Semua mengabarkan bahwa Siska Nur Azizah, anak perempuan keduanya, ditangkap Detasemen Khusus Antiteror di depan Markas Komando Brigade Mobil di Kepala Dua, Depok, Jawa Barat, yang berjarak 281 kilometer dari rumahnya.

Meski kaget, Komar tak langsung percaya. Kepala Urusan Umum Desa Indragiri ini memberi tahu istrinya, Aah Marpuah, tentang kabar itu. "Mudah-mudahan hoaks," kata Komar kepada istrinya, seperti diulang kepada Tempo pada Rabu pekan lalu.

Belum selesai keduanya menata pikiran yang kalut akibat berita-berita itu, pintu rumahnya terdengar diketuk orang. Pada pukul 9 malam, Desa Indragiri yang terpencil dan berada di tebing bukit itu sudah sangat sepi sehingga ketukan pintu tersebut terdengar sangat keras. Di balik pintu tampak dua orang berdiri, satu memakai seragam polisi dan satunya tentara.

Mereka adalah Kepala Kepolisian Sektor Panawangan Ajun Komisaris Husen Sujana dan petugas Bintara Pembina Desa. Husen mengkonfirmasi kabar yang diterima Komar beberapa menit sebelumnya: "Siska telah ditangkap polisi tadi pagi." Aah Marpuah, yang mendengarnya, langsung pingsan. "Tidak mungkin anak saya seperti itu," ucap Komar, lemas. "Itu bukan ajaran kami."

Komar berusaha meyakinkan Husen bahwa anaknya tak mungkin berbuat senekat itu, hendak menyerang polisi setelah huru-hara kerusuhan di Mako Brimob. Ia meminta Husen menggeledah rumahnya untuk membuktikan ucapannya tersebut. "Tidak ada buku yang aneh-aneh. Di rumah pun tidak ada tingkah dia yang mencurigakan," katanya.

Husen tak menjawab pesan permintaan konfirmasi tentang kedatangannya ke rumah Komar. Sedangkan Kepala Kepolisian Resor Ciamis Ajun Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso membenarkan kabar bahwa anak buahnya datang ke rumah orang tua Siska, tapi menolak mengkonfirmasi cerita Komar. "Urusannya sudah ada di Markas Besar Polri," ujarnya.

l l l

SISKA Nur Azizah tak sendiri ketika dicokok polisi. Ia bersama Dita Siska Millenia, temannya asal Temanggung, yang baru berusia 18 tahun, ketika sejumlah polisi tak berpakaian seragam menyergapnya di Musala Al-Ikhwan Mako Brimob pada Sabtu subuh itu. Mereka tiba di Terminal Kampung Rambutan dengan bus dari Bandung pada pukul 02.30, kemudian naik angkutan kota ke Mako Brimob.

Setiba di sana, mereka mampir ke musala menunggu waktu subuh dan hari terang. "Kami ingin membantu ikhwan-ikhwan di Mako yang kesulitan makanan," kata Siska, 21 tahun.

Ikhwan yang dimaksud Siska adalah 155 tahanan terorisme yang dua hari sebelumnya terlibat baku tembak dengan polisi karena mereka menyandera enam penjaga lalu membunuh lima di antaranya. Seorang narapidana tewas dalam pertempuran itu. Drama pengepungan berdarah selama 36 jam itu berakhir dengan menyerahnya semua tahanan teroris, lalu mereka dibawa ke penjara Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah.

Siska dan Dita mengikuti perkembangan kerusuhan itu melalui channel "Turn Back Crime" di perangkat pesan instan Telegram dan siaran langsung Instagram, juga berita yang dilansir Amaq, kantor media online yang terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). "Pasokan makanan dan listrik disetop," kata Siska. "Maka kami datang ke sini untuk membantu."

Kanal "Turn Back Crime" berisi 40 anggota. Siska dan Dita dua di antaranya. Mereka sudah kenal lama dan acap mengobrol melalui jalur pribadi. Maka, ketika di grup bersahut-sahutan permintaan anggotanya agar penghuni "TBC" merapat ke Mako Brimob, Siska dan Dita segera menyusun rencana. Siska akan menunggu Dita dari Majenang di Bandung, lalu sama-sama ke Depok.

Dita adalah siswa kelas XII Pondok Pesantren Darul Arqom di Kendal, Jawa Tengah. Di Majenang, ia sedang mendapat penugasan mengajar di sebuah sekolah dasar sebagai syarat kelulusan. Ia mengenal Siska pada 2017 di grup "TBC". "Semula saya pikir ia laki-laki karena nama Telegramnya 'ant'," ujar Dita dengan suara cempreng perempuan akil-balig. "Setelah ada yang memanggil ukhti, saya kirim pesan japri."

Sejak itu, keduanya acap saling kirim pesan dan berdiskusi soal agama. "Langsung japri-japrian, pendekatan," kata Dita. Ia mengaku nyambung dengan Siska karena merasa satu pikiran dan akidah. "Kami fokus belajar, misalnya, Islamic State (IS) itu seperti apa. Kalau apa yang Rasul ajarkan memang sesuai (dengan IS), why not?" ujar Siska.

Kepada polisi, Siska mengatakan pembahasan di grup "Turn Back Crime"-slogan polisi Indonesia-terkait dengan akidah, ketauhidan, soal memerangi thogut dengan kekuatan atau senjata yang dimiliki, dan jihad. Thogut yang dimaksud Siska adalah pemerintah Indonesia, termasuk kepolisian dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Selain di grup "TBC", informasi terbaru tentang kerusuhan di penjara teroris Mako Brimob muncul di grup Diskusi Din (Diskusi Agama). Di grup itu, kata Dita, ada seruan untuk merapat ke Mako Brimob. Pada Rabu malam, 9 Mei 2018, ada satu anggota grup bernama Abdul Rahman yang memberi kabar telah tiba di Depok dari Solo. Rupanya, ia kecele karena hanya dia yang datang ke sana, lalu diusir polisi penjaga.

Pada Rabu paginya, para tahanan teroris menguasai penjara dan gudang senjata hingga kedatangan pemimpin Jamaah Ansharud Daulah, Aman Abdurrahman, untuk bernegosiasi dengan mereka.

Dari pembicaraan Aman dan pemimpin narapidana teroris yang rekamannya menyebar di media, Dita dan Siska tahu para narapidana itu akan dipindahkan ke Nusakambangan jika mereka tak terus melawan. Esoknya, para narapidana tersebut ternyata masih di Mako Brimob. Padahal kabar menyebutkan polisi sudah menghentikan pasokan makanan dan mematikan listrik ke dalam penjara. "Ya, sudah, saya nekat mau ke sana," ujar Dita.

Siska setuju dengan ide Dita. Ia akan menunggu teman kecilnya itu di Pesantren Al-Hilal Bandung, tempatnya tinggal. Dita berangkat pagi itu juga dengan bekal Rp 400 ribu, honornya mengajar di Majenang. Ia tiba di Bandung pada Kamis pukul 23.00.

Mereka baru berangkat esok harinya setelah salat asar dari Bandung. Keduanya tiba di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, pada dinihari. Perjalanan dilanjutkan menggunakan angkutan umum sampai ke Kelapa Dua, lalu mencari musala untuk menunaikan salat subuh dan istirahat sejenak. Pada saat mau masuk ke musala itu, mereka ditangkap polisi.

Setelah menggeledah tas Siska, polisi mendapati gunting. Kepada polisi saat diperiksa, Siska mengatakan gunting tersebut akan digunakan buat menyerang jika polisi menghalangi mereka masuk ke Mako Brimob untuk membebaskan para narapidana teroris yang belum dipindahkan ke Nusakambangan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal tak menyangkal ataupun membenarkan ihwal gunting yang dibawa Siska untuk menyerang polisi. "Kami masih mendalaminya," ujar mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Utara itu.

Kepada Tempo, Siska menganulir keterangannya kepada polisi. Ia menyangkal akan menyerang polisi dengan gunting. Gunting itu, kata dia, terbawa dalam tas setelah membikin kado buat anak-anak yatim dalam sebuah acara silaturahmi. "Enggak rapihin tas karena rusuh habis kuliah langsung berangkat. Di jalan baru sadar bawa gunting," ujarnya.

Di perjalanan menuju Jakarta, tebersit dalam pikiran Siska bahwa gunting bakal menjadi persoalan. "Di Mako Brimob kan ada Detasemen Khusus 88. Kalau saya bawa gunting, dikira mau ngapain," katanya. Karena lelah, ia membuang pikiran tersebut. Rupanya, kekhawatiran Siska terbukti. "Saya tidak tahu kalau Mbak Siska bawa gunting," ujar Dita.

l l l

DI mata keluarganya, Dita merupakan anak manis dan agamis. Menurut Suwal, ayahnya, Dita punya keinginan tinggi memperdalam ilmu agama. "Dia selalu belajar mengaji ketika di rumah," ucapnya.

Selepas sekolah dasar, Dita masuk SMP Muhammadiyah yang tak jauh dari rumahnya di Temanggung, Jawa Tengah. Anak kedua dari tiga bersaudara ini memilih sekolah agama lantaran lebih tertarik mempelajari Al-Quran dan ilmu fikih serta ingin menjadi guru agama. Lulus SMP, ia masuk Pondok Pesantren Darul Arqom di Kendal pada 2014.

Sejak Dita mondok itu, Suwal jarang berinteraksi dengan anaknya meski lewat telepon. Dita juga jarang pulang. Setiap mudik, kata Suwal, Dita sering bercerita soal teman-temannya di pondok serta buku yang dia baca. "Bukunya bukan soal jihad, tapi ilmu pengetahuan di pondoknya yang bisa menjadi rujukan orang tuanya," kata Suwal, petani kopi.

Tanpa setahu Suwal, Dita belajar ilmu agama melalui media sosial sejak November 2017. Awalnya, ia berkenalan dengan akun bernama Ikhwan di Instagram. Suatu waktu, Dita membuat status di media sosial fotografi itu bahwa dia suka salah satu grup nasyid. "Tiba-tiba dia komen kalau itu grup nasyid kesukaannya juga. Dia juga menawarkan koleksi nasyid ke saya," ujar Dita.

Dita setuju menerima koleksi itu. Ikhwan lalu memintanya membuat akun di Telegram. Melalui layanan pesan instan itu, Ikhwan mengirim banyak koleksi lagu nasyid kepada Dita. Setelah beberapa lama, ia memasukkan Dita ke grup Mujahidin Indonesia. Rupanya, grup itu memiliki banyak tautan yang terhubung dengan grup lain. Salah satunya "Turn Back Crime" itu.

Di grup media sosial itu, Dita mengaku banyak belajar soal Daulah Islamiyah atau Negara Islam (Islamic State). Ia ingin Indonesia dan seluruh dunia menjadi Negara Islam. Maka Dita bermimpi bisa berangkat ke Suriah bergabung dengan pasukan ISIS di sana untuk berjihad. "Kalau perempuan belum menikah, boleh angkat senjata," ujarnya.

Dari grup-grup itu juga Dita kian paham bagaimana ISIS bergerak di Suriah melalui tayangan pelbagai video. Tayangan pemenggalan kepala oleh pasukan ISIS hilir-mudik dalam kanal-kanal tersebut. "Awalnya takut lihat video itu, lama-lama bosan lihat begitu terus," katanya tanpa nada takut.

Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah Muhammad Tafsir mengenal Dita sebagai siswa yang suka mengkritik pemahaman agama guru-gurunya. Ia juga keras dan merasa paling benar. "Ketika gurunya dianggapnya berbeda dengan dia, gurunya diserang dan dianggap salah," ujar Tafsir.

Seperti Dita, Siska sudah terpisah dari orang tuanya sejak duduk di sekolah menengah kejuruan. Setelah menyelesaikan sekolah dasar dan menengah pertama di kampungnya, ia belajar di SMK 1 Ciamis. Di sekolah itu, ia ikut ikatan remaja masjid. Meski begitu, Siska mengaku tak begitu aktif ikut kajian keislaman di SMK karena sibuk belajar.

Siska berprestasi di sekolah sehingga bisa masuk Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, setelah mendapat beasiswa Bidikmisi pada 2015. Begitu masuk kampus, ia ikut organisasi keislaman, Unit Kegiatan Dakwah Mahasiswa (UKDM) UPI. Karena dianggap tak aktif, Siska dikeluarkan dari UKDM pada Oktober 2017.

Menurut pembina UKDM UPI, Putrasulung Baginda, selain tak aktif, alasan Siska dikeluarkan dari organisasi adalah dia kerap mengajak anggota lain ke pengajian yang dia ikuti. Selina Fauziah, anggota UKDM, mengatakan Siska juga punya pemahaman keras seperti menganggap pemerintah itu thogut (menyimpang karena tak sesuai dengan syariat Islam).

Setelah ditelisik pihak kampus, rupanya Siska mengikuti pengajian Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW9). Muhammad Iqbal, dosen UPI yang menelusuri kegiatan Siska, mengatakan mahasiswanya itu masuk NII semenjak awal semester ketiga. Sejak itu, Siska aktif mengajak orang lain ke pengajian NII.

Siska berhasil mengajak salah seorang temannya ikut pengajian itu. Selama ikut mengaji, teman Siska ini kerap dimintai uang. Sekitar 20 persen dari total pengeluaran per tahun wajib disetor ke NII KW9. Teman Siska ini pun keluar dari organisasi itu. "Pas keluar, dia diteror Siska dengan dikirimi pesan singkat yang isinya tidak taat pimpinan," kata Iqbal.

Siska hanya bertahan setahun di NII. Iqbal menyebutkan Siska pecah kongsi dengan mentornya lantaran persoalan uang. "Uang yang diserahkan umat dibuka oleh mentornya di tengah jalan. Siska kecewa dan keluar," ujar Iqbal.

Kepada polisi, Siska membenarkan pernah ikut NII KW9. Namun, kepada Tempo, ia menyangkal info bahwa pengajian yang dia ikuti di kos-kosan itu berafiliasi dengan ideologi NII. "Guru pengajiannya saja sangat membenci NII. Jadi saya rasa itu bukan NII," kata Siska. Ia mengenal mentornya itu di sebuah taman di Bandung.

Iqbal menduga, selepas dari NII KW9, Siska bergabung dengan ISIS. Namun ia tak tahu bentuk organisasi dan pengajiannya. Yang dia tahu, Siska mengaku kepadanya bekerja di Yayasan Pondok Yatim Al-Hilal di Gegerkalong. Sejak awal tahun, penampilan Siska berubah. Ia menggunakan niqab dengan cadar merungkup wajahnya.

Ayu Nuna, salah seorang pegawai Al-Hilal, mengatakan Siska tak bekerja di yayasan, tapi sebatas tinggal di asrama. Selama tinggal bersama Siska, Ayu tak banyak berinteraksi lantaran Siska jarang mau diajak berbicara.

Di hadapan polisi, Siska mengakui sudah bergabung dengan ISIS. Pada Oktober 2017, ia berbaiat kepada pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, dengan membacakan teks di saluran Daulah di Telegram. Sejak itu, ia mendalami sendiri pemahaman agama di media sosial yang juga diikuti Dita. "Ada soal jihad juga, tapi jarang," ujar Siska.

Kepada Tempo, Siska menyangkal telah dibaiat melalui telepon. Meski begitu, ia tertarik menelusuri sosok Al-Baghdadi dan ISIS sejak ikut kuliah kajian isu global dalam sebuah semester pendek tiga SKS. Ketika itu, dosennya membahas dan menunjukkan video yang antara lain menyatakan ISIS dibentuk Amerika. "Dosen menyimpulkan ISIS itu jahat," katanya.

Siska mencoba berdiskusi dengan teman-temannya, tapi tak ada yang merespons. Ia lalu mempelajari ISIS di Internet dan membaca kegiatan serta sejarah ISIS sebagai pecahan Jabhat al-Nusra hingga Al-Qaidah. Ia bisa memetakan perpecahan ISIS dengan lancar dan tegas. Saking seringnya Siska membuka tautan soal ISIS, timeline di mesin pencarian telepon pintarnya dari peramban Opera menyusun otomatis berita seputar ISIS.

Ia pun makin penasaran mempelajari ISIS. Tapi, karena tak ada yang bisa diajak berdiskusi, Siska mengaku tak lagi mencari hal tentang ISIS di Internet. "Ya, sudah, saya diam, tidak mencari-cari lagi," ujarnya.

Kini Siska berdiam di penjara polisi. Tangannya diborgol saat wawancara dan dia tak diizinkan mengakses telepon seluler. Ia pasrah jika UPI mengeluarkannya. "Kalau bebas, saya ingin menikah saja," katanya.

Komar dan Aah belum menengok anak mereka itu karena tak punya ongkos. Mereka berencana naik bus dari Ciamis ke Jakarta pada Senin pekan ini. Komar sudah lupa skor Persib melawan Persipura karena memikirkan putrinya di dalam penjara. "Sebelum menikah, sebaiknya ia menyelesaikan kuliahnya dulu," ujarnya, lirih.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus