Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Empat analisa lantaran hua

Berita hua kuo-feng sebagai pejabat sementara jabatan chou menyebabkan para pengamat cina membuat analisa. belum diketahui analisa mana yang mendekati kebenaran. (int)

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARIAN Rakyat Peking edisi 6 Pebruari yang lalu terbit dengan serangan hebat terhadap mereka yang "mengikuti garis kapitalis burjuis". Ketika itu di Peking sedang berlangsung sidang penting pemimpin-pemimpin RRT untuk menentukan pengganti sementara almarhum Chou En-lai yang wafat 8 Januari bulan silam. Meski tidak menyebutkan satu nama pun dari tokoh tokoh Cina yang dituduh "mengikuti garis Liau dan Lin Piao", para pengamat Cina di Peking maupun Hongkong toh dengan segan mencium terjadinya sesuatu yang penting. Keesokan harinya, koran yang sama muncul dengan berita mengejutkan: Hua Kuo-Feng yang menjadi pejabat sementara jabatan yang ditinggalkan Chou Dalam berita yang sama secara terang-terangan disebutkan bahwa penunjukan Wakil Perdana Menteri Vl dan Menteri Keamanan Cina itu sebagai pejabat perdana menteri adalah atas petunjuk pribadi Mao Tse-tung. Turun tangannya Mao dan tersisihnya Teng Hsio-Ping itulah yang menjadi sumber spekulasi mengenai terjadinya pergolakan politik di sana. Maka berbagai analisa dari para pengamat Cina pun bermunculan. Analisa pertama: terjadi pergolakan antara kaum radikal pimpinan nyonya Mao, Ciang Cin, dengan kaum pragmatis yang kini praktis dipimpin oleh Teng. Dan Mao memilih jalan tengah, dengan menunjuk Hua yang tidak bisa digolongkan radikal atau pun moderat. Analisa kedua: Adalah Teng sendiri yang rela memberikan kedudukan yang harusnya menjadi bagiannya. Soalnya lantaran ia sudah terlalu tua (71 tahun) sedang Hua baru berkisar antara 56 ke 60 tahun. Analisa ketiga: Mao sejak lama memang tidak senang pada Teng. Cuma karena tidak ada pilihan lain, dan karena penunjukan Chou, maka Teng yang pernah disingkirkan dalam Revolusi Kebudayaan itu akhirnya diterima juga oleh Mao. Ketika Chou telah tiada, Mao main kembali: menyingkirkan musuh-musuh lamanya. Menurut catatan yang ada, permusuhan antara Mao dan Teng bermula di tahun 1953. Bersama Liau Shao-chi, Teng waktu itu melakukan perubahan konstitusi Cina dengan meninggalkan sama sekali fikiran-fikiran Mao. Dan orang tua ini amatlah marahnya. Di tahun 1958, Liau menggantikan Mao sebagai kepala negara, dan mengangkat Teng sebagai pembantu pentingnya. Dari saat itu hingga tahun 1965. Teng dikabarkan sangat menyepelekan Mao sebagai pemimpin partai. Menurut Edgar Snow, Mao pernah berkata: "Dalam rapat Teng selalu duduk menjauhi saya, padahal dia itu tuli". Karena itulah maka Mao merestui suatu Revolusi Kebudayaan, yang bukan saja menyingkirkan Liau, tapi juga Teng: Di awal Revolusi Kebudayaan pimpinan nyonya Moyang radikal itu, Teng mengalami penghinaan yang begitu hebat hingga ia pernah dikabarkan mencoba untuk bunuh diri. Analisa keempat (masih berhubungan erat dengan analisa ketiga): Mao yang telah berpengalaman pahit dengan calon penggantinya -- pengkhianatan Liau Shao-chi dan Lin Piao -- kini tidak sudi terperosok kembali pada lubang sama. Teng yang sejak mengalami rehabilitasi di tahun 1973 nampaknya memang yakin akan dirinya, sebagai calon pengganti Chou -- untuk kemudian Mao. Keyakinan ini nampak sekali pada tindakan-tindakan politik Teng makin lama makin menjengkelkan orang-orang radikal yang bermarkas di Syanghai. Adalah Teng yang dengan berani berbicara mengenai perlunya tentara professionil di atas tentara yang indoktriner. Tanda-tanda keberanian ini amat mengingatkan Mao pada Liau dan in. Maka sebelum terlambat, cari saja orang yang kurang populer, yang karena dikatrol, diharapkan agak tahu diri untuk tidak bertingkah macam-macam. Tentu saja sulit menunjukkan mana di antara analisa-analisa itu yang lebih mendekati kebenaran. Tapi Kamis pekan lalu poster-poster muncul di Universitas Peking. Isinya menyerang "pengambil jalan kapitalis". Nama Teng tak disebut-sebut, tapi kata-katanya dikutip (untuk diganyang): "Saya tak peduli apakah seekor kucing hitam atau putih, pokoknya menangkap tikus". Tak pelak lagi, Teng lagi dipojokkan. Tapi masih harus ditunggu sidang Kongres Nasional Cina (semacam parlemen) yang bakal menntukan pengganti permanen bagi jabatan yang ditinggalkan Chou. Sebelum sidang penting itu, bisa saja terjadi banyak hal yang juga mengejutkan, sebagai yang terjadi dengan pengangkatan mendadak Hua itu. Tokoh kelahiran Hunan (juga tempat kelahiran Mao) ini mengejutkan bukan saja lantaran catatan tentang dirinya hampir tidak ada pada para pengamat Cina ("Dia hampir tidak pernah berhubungan dengan Barat"), tapi juga karena keahliannya terutama di bidang pertanian. Pengangkatannya sebagai wakil perdana menteri sekaligus menteri keamanan nasional (dengan tugas mata-mata terhadap politisi dan militer) tahun silam, barangkali saja merupakan bagian dari strategi penting Mao yang juga berterima kasih pada Hua lantaran ikut membongkar rahasia makar Lin Piao di tahun 1971. Kini, meskipun Teng Hsio Peng -- sebagai pemimpin Angkatan Bersenjata Cina -- berniat menggunakan kekuasaannya, Hua sudah pasti tidak akan kecolongan. Anak buah Hua kabarnya tersebar di hampir seluruh tubuh pasukan bersenjata Cina itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus