Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Franciscus Welirang: Modalnya Kan Pakai Uang Saya

5 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah melewati proses panjang (1991-1997), Anthony Salim melalui PT Graha Delta Citra akhirnya mengambil alih kepemilikan tanah negara seluas 17,8 hektare di kawasan Pabrik Pemintalan (Patal) Senayan, Jakarta. Tanah itu semula ditempati PT Industri Sandang I, sebuah badan usaha milik negara. Sebagai gantinya, PT Graha menyerahkan pabrik beserta lahan seluas 44 hektare di Telukjambe, Karawang, Jawa Barat.

Lamanya proses tukar guling ini karena sejumlah anggota direksi Industri Sandang I beberapa kali menolak menandatangani akta serah-terima. Mereka menilai PT Graha tidak memenuhi semua syarat dalam perjanjian awal. Mereka pun meminta perjanjian baru dibuat atau yang lama dibatalkan. Usul para anggota direksi itu mental. Pemerintah melalui Menteri Keuangan malah mengganti Direktur Utama Industri Sandang I sebanyak dua kali agar tukar guling bisa dilakukan. Hasilnya, PT Graha mendapatkan tanah Senayan.

Ternyata Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan, proses tukar guling itu merugikan negara Rp 121,6 miliar. Sedangkan tim dari Universitas Airlangga, Surabaya, menyebut angka kerugian yang lebih besar: Rp 419,6 miliar! Tempo berulang kali mencoba menghubungi Anthony Salim untuk meminta penjelasan tentang masalah tersebut. ”Surat sudah saya sampaikan, tapi Pak Anthony belum mau menanggapi,” begitu jawaban sekretaris pribadi Anthony, Eva.

Dalam proses tukar guling ini, Anthony menyerahkan tugas di lapangan kepada Direktur Utama PT Graha, Suryo Pranoto Budhihardjo, dan Franciscus Welirang, kini salah satu pentolan Grup Salim. Tempo berhasil menghubungi mereka secara terpisah.

Apa peran Anda dalam proses tukar guling ini?

Welirang: Dalam Grup Salim, saya menangani divisi pertekstilan, jadi saya orang yang paham permesinan tekstil. Kemudian saya ditugasi menangani pelaksanaan pembangunan pabrik (PT Industri Sandang I) di Karawang.

Mengapa pabrik baru diserahkan pada 1997?

Welirang: Yang saya ingat, serah-terima terus tertunda karena PT Sandang tidak bisa membeli mesin weaving (tenun) dan dyeing (pencelupan) karena tidak punya uang. Bagaimana mungkin saya membuat pengolahan limbah kalau jenis limbahnya saja kami belum tahu? Jenis mesin dyeing dan printing (pencetakan) juga belum diketahui. Kondisi itulah yang menyebabkan persoalan ini menggantung selama tiga tahun.

Mengapa bangunan pertenunan belum dibuat saat pabrik diserahkan?

Welirang: Kami tidak bisa merealisasi bangunan karena mereka belum membeli mesinnya. Kita kan harus menyesuaikan bangunan dengan jenis mesin. Pembelian mesin ini tanggung jawab PT Sandang. Lalu bangunan yang tidak dibangun dinilai dengan uang. Barangkali uang penggantinya sudah dipakai PT Sandang untuk working capital (modal kerja).

PT Sandang menolak serah-terima pada 1997 dengan alasan mesinnya tidak baru. Benarkah tuduhan itu?

Welirang: Siapa bilang? Sewaktu mesin datang, kami kontrol bareng, kok. Datangnya barang jelas, mereka juga melihat dan sudah memberi tanda tangan.

Menurut mereka, mesin sudah dioperasikan sejak 1994, padahal pabrik belum diserahkan. Mengapa?

Welirang: Sebelum diserahkan, harus dibuktikan mesin bisa jalan atau tidak. Mesin harus perform semua. Orang-orang PT Sandang juga harus dilatih. PT Sandang sendiri tidak punya duit untuk ngejalaninnya.

Apakah sekadar dicoba atau sampai produksi?

Welirang: Karena modal kerjanya pakai uang saya, harus saya kontrol. Saya yang ngasih uang, masak tidak saya kontrol? Pokoknya, uangnya untuk melatih, kemudian hasil produksinya dijual dan uangnya diputar lagi.

Apa peran Anda dalam proses ruilslag PT Industri Sandang I?

Suryo Pranoto: Saya sudah pensiun, saya tidak bisa menjawab. Lagi pula Kejaksaan Agung sudah menyebut tidak ada masalah dengan ruilslag itu.

Bagaimana Anda menanggapi tuduhan bahwa PT Graha telah merugikan negara?

Suryo Pranoto: Ya, terserahlah. Itu kan katanya. Kalau semua katanya, kan repot. Kalau Jaksa Agung sudah memberikan klarifikasi, masak saya harus (memberikan klarifikasi) lagi?

Apa isi pemeriksaan kejaksaan terhadap Anda? Berapa kali diperiksa?

Suryo Pranoto: Bukan diperiksa, cuma ditanyain. Berapa kali, saya sudah lupa. Saya tidak mau mengingat-ingat lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus