Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Boleh jadi, salah satu masa yang indah bagi buruh adalah menerima santunan keuangan di saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bila pekerjaan baru belum terpegang, santunan itu bisa menjadi penyokong keadaan darurat. Dengan pertimbangan itulah Rita Surtini, 36 tahun, seorang buruh pabrik konveksi di Bekasi, memutuskan menjadi anggota Jamsostek pada tiga tahun silam. ”Untuk jaga-jaga. Kalau di-PHK, bisa dapat Jamsostek,” ujarnya kepada Tempo.
Jamsostek, sebuah perseroan terbatas (PT) milik negara, memang menyediakan anggaran bagi setiap pekerja yang kehilangan pekerjaan. Syaratnya jelas: mereka harus menjadi peserta Jamsostek. Pundi-pundi Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) dikelola oleh biro DPKP. Biro ini pula yang bertugas menyalurkan fulus tersebut sesuai dengan aturan. Toh sejumlah buruh, bahkan pekerja di level menengah—mereka anggota Jamsostek—mengaku belum pernah mendengar ihwal dana ini (lihat, Dana Ada, Tangan Tak Sampai).
Jadi, apa itu Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta alias DPKP? Begini penjelasan Kepala Biro DPKP, Bambang Darmawan, kepada Tempo: dana ini dihimpun dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan peserta program Jamsostek. Caranya, dengan menyisihkan sebagian hasil keuntungan perseroan. Setelah dipotong pajak, keuntungan Jamsostek akan dibagi untuk cadangan umum, cadangan teknis, dividen, dan DPKP. Berapa jatah yang dialokasikan ke DPKP, Bambang menyatakan tak ada patokan pasti. ”Kalau pemerintah lagi butuh, ya, mungkin hanya sedikit dana laba yang ditaruh ke DPKP,” katanya.
Keberadaan DPKP dikukuhkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. S-521/MK.01/2000 tentang Pedoman Umum Dana Peningkatan Kesejahteraan Pekerja, tertanggal 27 Oktober 2000. Di sini diatur, dana DPKP dikategorikan ke dalam dua ”kamar”: yakni dana DPKP bergulir (dikembalikan) dan tidak bergulir (hibah). Demi keperluan akses publik, Jamsostek sudah menyebarkan brosur seputar DPKP. Di situ disebutkan secara rinci segala kategori dan persyaratan bantuan.
Misalnya, yang masuk kategori DPKP bergulir adalah pembangunan rumah susun, pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan, pinjaman uang muka perumahan (PUMP), dan pinjaman koperasi karyawan. Sedangkan yang termasuk DPKP hibah adalah bantuan kesehatan, pendidikan, dan bantuan keuangan PHK (BKPHK). Menurut Bambang, biasanya komposisi penyaluran dana bergulir minimum 80 persen, sedangkan hibah maksimum 20 persen dari total dana segar yang ada di kas DPKP. ”Aktiva kita sekitar Rp 500 miliar, tapi yang dalam bentuk uang segar hanya Rp 250 miliar,” ujarnya.
Laporan keuangan biro DPKP menunjukkan, hingga semester I tahun 2004, dana yang telah terpakai untuk beasiswa sekitar Rp 15,3 miliar. Memang masih kalah jauh dibandingkan dengan pinjaman uang muka perumahan (PUMP), yang mencapai Rp 128,3 miliar. Setiap tenaga kerja bisa memperoleh pinjaman maksimum Rp 7,5 juta per orang. Pembayaran kembali dengan cara mencicil selama lima tahun—plus bunga tiga persen setahun.
Cara lain mendapatkan DPKP adalah melalui koperasi karyawan lewat jalur program kemitraan. Syaratnya, selain sudah terdaftar di Departemen Koperasi setempat, koperasi yang bersangkutan juga sudah menjalankan usahanya minimum satu tahun. Realisasi penyaluran DPKP lewat pos pinjaman koperasi pekerja telah menginjak angka Rp 23,6 miliar.
Siapa saja yang berhak mengeluarkan duit DPKP? Selain Kepala Biro DPKP, penyaluran harus sepengetahuan Direktur Utama Jamsostek (kini dijabat oleh A. Djunaidi—Red.) serta kepala administrasi keuangan. Seorang kepala biro tak perlu meminta persetujuan direktur lain, ”Karena kita terlepas dari struktur formal Jamsostek,” kata Bambang.
Dalam hal pemakaian dana, DPKP harus mempertanggungjawabkan pengelolaannya kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara. Juga dana itu harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Namun, pertanggungjawaban terberat yang meski dipikul Jamsostek barangkali menegakkan filosofinya sendiri dengan adil dan saksama: menambah kualitas dan kesejahteraan setiap pekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo