Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT Semen Indonesia berkukuh akan tetap menambang di kawasan cekungan air tanah (CAT) Watuputih, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pada April lalu, perusahaan milik negara yang sebelumnya bernama Semen Gresik ini berhasil menang dalam sengketa perizinan melawan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan warga Rembang di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang.
"Dari penelitian para ahli penambangan untuk sementara tidak mengganggu apa yang ada," kata Direktur Utama PT Semen Indonesia Suparni. Senin pekan lalu, dia menerima Tempo untuk wawancara di kantornya di lantai 18 East Tower, Mega Kuningan, Jakarta. Hadir pula Kepala Bidang Legal M. Soffan Heri dan General Manager Corporate Secretary Agung Wiharto. Mengenakan seragam kerja kemeja lengan pendek abu-abu berlogo Semen Indonesia, Suparni dan kedua anggota stafnya bergantian menanggapi pertanyaan.
Wawancara berlangsung alot, diselingi tawa sesekali. Sepanjang tanya-jawab sekitar tiga jam, Suparni berkali-kali menegaskan tidak ada manipulasi dalam proses perizinan di Rembang. Bolak-balik dia dan kedua anggota stafnya merujuk peta lokasi izin usaha penambangan yang tertempel di layar komputer. Mereka menampik tudingan bahwa mereka sengaja tak mencatat sejumlah gua, mata air, dan sungai bawah tanah di area tambang.
Mengapa PT Semen Indonesia ngotot membangun pabrik di Rembang?
Market share kami 43-44 persen. Pada waktu normal sekitar 56 persen per tahun. Kami ingin membuat fasilitas distribusi di banyak tempat. Konsepnya adalah ada bahan baku, ada infrastruktur atau fasilitas distribusi, dan ada pasar. Di Rembang itu ada bahan bakunya, ada aksesnya ke jalan Jawa bagian utara. Pelabuhan juga dimungkinkan karena di sana ada laut.
Apa yang istimewa di Rembang?
Batu kapurnya memenuhi syarat dan depositnya besar. Ketebalannya juga luar biasa banyak, tingginya sampai 420-an meter dari permukaan laut.
Anda pernah ditolak di Pati, kenapa beralih ke Rembang? Bukankah kedua daerah itu berada di gugusan pegunungan karst yang sama?
Pati adalah bentang alam karst, sama dengan Blora dan Grobokan. Sedangkan Rembang tidak. Karena itu, tidak ada salahnya melakukan penambangan batu kapur di sana.
Jadi, menurut Anda, bukit kapur di Rembang bukan karst?
Itu karst yang paling muda, sesuai dengan hasil penelitian Eko Haryono (ahli karst dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta), rongga-rongganya sangat padat dan terjal.
Kenapa disebut sangat padat padahal di situ banyak ponor?
Di sana tidak ada ponor. Yang namanya ponor itu mengalir terus sepanjang tahun ke mata air.
Bukankah ponor adalah celah resapan air?
Ponor itu sumber mata air yang mengalir secara kontinu dan menghilang pada ujungnya.
Kami menemukan banyak ponor di area penambangan tapi tak tercatat dalam dokumen amdal Semen Indonesia.
Oh, tidak ada. Kami datang ke titik-titik itu. Yang oleh penduduk dikatakan dekat itu ternyata lima kilometer.
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Rembang menyatakan CAT Watuputih masuk kawasan lindung geologi....
Enggak. Sesuai dengan kesaksian Pak Hamzah Fathoni, Sekda Rembang, pelaksanaan itu sudah sesuai dengan RTRW Nomor 14 Tahun 2011.
Maksud Anda, penambangan oleh Semen Indonesia tidak melanggar RTRW?
Kami pastikan, kami melakukan di situ sesuai dengan RTRW. Alat kontrolnya ada di Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah.
Jadi, Anda yakin amdal Semen Indonesia sudah sesuai dengan fakta di lapangan?
Iya. Karena hal-hal penting sudah dimasukkan. Dan ini adalah studi akademik dan saintifik.
Beberapa ilmuwan dan masyarakat pernah menantang Semen Indonesia untuk melihat mata air dan ponor yang ada di area penambangan....
Ada suratnya enggak? Kalau ada suratnya dan kami tidak merespons, berarti kami salah.
Masyarakat di Kecamatan Gunem mengatakan Semen Indonesia sengaja menyembunyikan izin penambangan....
Masak, sosialisasi disembunyikan? Itu tidak boleh. Izin lokasi itu sudah di-publish lewat koran, ada pertemuan, dan istigasah. Apakah menjangkau semua orang atau tidak, saya kira itu satu hal. Tapi sekian orang secara persentase itu datang. Itu sudah sosialisasi dengan cara mewakili.
Ada kekhawatiran penambangan ini akan mengurangi pasokan air....
Kalau mau tahu, konsultasinya ke Pak Heru Hendrayana (ahli hidrogeologi UGM), sebagai ahli. Dia bisa menjelaskan soal pergerakan air tanah nantinya. Setelah ditambang, itu akan menjadi daerah penangkapan air. Begitu tanah diambil, kan penangkapannya naik, permukaannya dibuka, dia akan menjadi ponor.
Penambangan ini juga dikhawatirkan menyebabkan beberapa hewan endemis di Watuputih punah....
Saya kira, namanya pendapat tetap pendapat. Tapi kami menambangnya dengan pola penambangan yang terencana dan teruji. Ada metodenya.
Izin lokasi untuk penambangan Nomor 591 Tahun 2011 menegaskan pemanfaatan tanah di kawasan air tidak boleh mengubah bentang alam dan ekosistem. Apa mungkin itu dipenuhi?
Ini kan sebuah penambangan yang terukur, kalau terukur ya dampaknya terukur. Intinya, amdal sudah memperhitungkan berbagai macam hal.
Kami mendengar Semen Indonesia membujuk para kepala desa agar mendukung penambangan dengan iming-iming uang Rp 1-3 miliar?
Tidak ada dari kami.
Kalau lobi ke kiai?
Ke kiainya tidak ada. Kalau misalnya kegiatan pesantren atau warga, ada bantuan. Tapi kalau ke personal tidak diberikan. Misalnya ada pewayangan, ada kegiatan gerak jalan, kami fasilitasi.
Kesannya Semen Indonesia aktif banget....
Kami kan punya hajat. Kalau yang punya hajat diam, itu kan angkuh. Ya, mesti datang, kulonuwun, minta izin, doa restu. Kami mengadakan silaturahmi ke semua pesantren, tokoh masyarakat; diterima dan ditolak, ya, biasa.
Lahan penukar yang Anda berikan kepada Kementerian Kehutanan sebenarnya milik siapa?
Yang di Kendal punya PT Sumur Pitu. Itu hak guna usaha (HGU) dan legal administrasinya konkret. HGU itu dimiliki perusahaan. Badan Pertanahan Nasional dan segalanya sudah komplet. Kami sudah memenuhi legal formal administrasi jual-beli, peralihan oke, lengkap suratnya.
Warga Rembang masih menggugat, kenapa Semen Indonesia sudah mendirikan pabrik?
Amdal sudah keluar. Ibaratnya kalau mau jalan-jalan sudah punya surat izin mengemudi. Kalau izin mendirikan bangunan sudah keluar, berarti boleh mendirikan rumah. Itu tanggal 16 Juni 2014 , kami memulai pekerjaan, dua tahun sejak amdal diterbitkan.
Penambangan di Watuputih juga dikhawatirkan mengganggu aktivitas bertani masyarakat setempat....
Kami akan membuka lima hektare setiap tahun. Monggo, silakan pergunakan secara gratis. Nanti kalau akan menambang, kami kasih pengumuman, bapak-ibu jangan ditanam dulu karena tiga-enam bulan lagi mau ditambang.
Lalu bagaimana dengan lubang bekas tambang nanti?
Begitu penambangan selesai, langsung dilakukan penanaman kembali. Misalnya kami tambang 5-10 hektare tahun pertama. Tahun kedua kami bergerak maju, yang itu langsung kami tutup dengan ditanami, supaya air hujan bisa meresap ke dalam. Akan lebih bagus dan bisa dipakai penduduk untuk bercocok tanam.
Pabrik semen membutuhkan banyak air. Akan mengambil air dari mana?
Kami membuat embung, penampungan air. Seperti di Tuban, kami tidak mengambil air tanah, kami ambil air permukaan. Di Tuban, kami baik-baik saja. Kami sudah 21 tahun di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo