Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EDMUND Eddy Sutisna berada di pusaran transaksi mencurigakan yang mengalir dari British Virgin Islands ke rekening Fauzi Bowo di Bank Mega. Ketika itu, 2012, Foke-demikian Fauzi sering disapa-kembali mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dua akta perusahaan lokal yang menjadi perantara aliran dana, yakni PT Mega Swadharma dan PT Cakrawala Buana, mencatat namanya sebagai pemegang saham sekaligus direktur utama.
Akta yang sama juga mencatat Soekrisman Legiman sebagai komisaris dan Leighton Point Limited, perusahaan beralamat di British Virgin Islands, sebagai pemegang saham mayoritas. "Setelah pensiun, saya memang bikin perusahaan properti bersama Pak Soekrisman," kata Edmund. Soekrisman yang dimaksud ialah Komisaris PT Pembangunan Jaya. Di perusahaan daerah hasil patungan pemerintah DKI Jakarta dan beberapa pengusaha swasta, termasuk Ciputra, ini pula Edmund pensiun sewindu lalu dengan jabatan terakhir sebagai direktur.
Edmund, yang kini menjadi Presiden Universitas Pembangunan Jaya serta Komisaris PT Jaya Real Property Tbk dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk, membantah jika setorannya ke rekening Foke berkaitan dengan grup usaha itu. Ditemui di Koi Cafe, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu enam pekan lalu, dia mengatakan aliran dana itu merupakan transaksi jual-beli tanah dan lukisan antara perusahaannya dan Foke. Wawancara kedua dilakukan sehari kemudian di Hotel Ambhara.
Dua perusahaan yang Anda pimpin menyetor Rp 50 miliar ke rekening Fauzi Bowo, yang digunakan untuk dana kampanye pada 2012. Bukankah itu bisa digolongkan sebagai gratifikasi?
Setelah pensiun, saya bikin perusahaan bersama Pak Soekrisman. Kami bekerja di bidang properti. Kemudian satu waktu ada tanah yang mau dijual. Tanah itu milik Pak Foke. Lalu kami nego. Kami siapkan duitnya. Kami beli tanah Rp 50 miliar waktu itu. Kami bikin pengikatan perjanjian jual-beli.
Kalau ini jual-beli tanah, lalu kenapa Foke mentransfer kembali dana Rp 30 miliar ke rekening PT Mega Swadharma?
Pak Foke minta itu dibatalkan. Saya bilang kami kan sudah bayar, balikin dong. Setelah itu, Pak Foke bilang, ya sudah saya jual lukisan dan karpet saya. Dari penjualan itu, uangnya kembali.
Berapa banyak lukisannya?
Wah, banyak juga, 30 lebih. Ada (lukisan) Affandi, Sudjojono, ada Basoeki Abdullah.
Siapa yang membeli lukisan itu?
Cakrawala beli lukisan Rp 30 miliar. Kemudian Pak Foke bayar ke Mega Swadharma. Kami mengembalikan ke luar negeri.
Cakrawala Buana kan perusahaan Anda juga. Mengapa Foke tidak menyerahkan saja lukisannya, tapi berputar-putar dengan menjualnya ke Anda dulu sehingga ada transfer Rp 30 miliar pergi-pulang?
Karena Mega itu bukan perusahaan trading.
Tapi Mega Swadharma dan Cakrawala adalah perusahaan properti, kan?
Ya. Satu untuk trading, satu untuk bangun rumah. Kecil-kecilanlah. Kami bikin ruko.
Termasuk beli saham di bursa efek? Kami menemukan Mega Swadharma pernah punya saham PT Mitra Kerja Raharja, anak perusahaan PT Jaya Real Property.
Saya enggak yakin tuh, coba nanti saya cek. Rasanya tidak.
Siapa itu Kingsford Holding, Indovalue Debt Investments, dan Denholm Properties?
Tidak tahu.
Lho, kami menemukan perusahaan-perusahaan misterius ini terafiliasi dengan Pembangunan Jaya serta menjadi sumber dana bagi Mega Swadharma dan Cakrawala dalam transaksi dengan Foke.
Saya mintanya sama Leighton, itu saja.
Mega Swadharma lalu mengirim Rp 30 miliar dari Foke itu ke Denholm dan Citiview, padahal Citiview kan tidak termasuk yang ikut saweran membeli tanah Foke?
Instruksi dari Leighton begitu, sih. Saya ngikutin aja.
Leighton merupakan pemegang saham mayoritas Mega Swadharma dan Cakrawala. Siapa mereka?
Persisnya saya tidak tahu. Kalau orangnya, sih, saya kenal. Leighton itu orang Cina-Amerika, teman Pak Soekrisman di Australia.
Di mana kantornya?
Hawaii, terdaftar di British Virgin Islands.
Ada kontak yang bisa kami hubungi?
(Edmund tidak menjawab.)
Saat Foke membatalkan, Anda dan Soekrisman oke saja?
Kami ngotot juga duitnya enggak keluar dari sana. Yang Rp 20 miliar itu enggak turun-turun dari Leighton.
Leighton tidak punya uang Rp 20 miliar untuk melunasi transaksi, tapi kok bisa menyediakan Rp 30 miliar untuk membeli lukisan, hanya sehari setelah perjanjian jual-beli tanah dibatalkan pada 11 Desember 2012?
Ya, pada saat itu dibatalkan, satu-satunya cara memang harus membeli lukisan, baru bisa dibayar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo