Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber kami mengaku diperintah Anda untuk meledakkan ATM di Bandara Polonia, tahun 1998. Yang ngomong itu akan saya tuntut. Kalau perlu, saya tembak. Saya tidak takut! Kami dengar Anda mengetahui bahwa jaringan intelijen Aceh tahu soal bom-bom di beberapa kota di Indonesia. Bahkan, Anda juga dianggap merekayasa. Saya tidak terima itu. Saya bisa menuntut yang menuduh. Buktikan kalau saya terlibat. Tidak sejahat itu intelijen bermain. Kabarnya, tersangka pelaku pengeboman yang tertangkap di Bandung adalah jaringan Anda? Saya pegang prinsip, saya tidak mau merugikan rakyat. Nama Anda disebut terlibat jaringan bom Aceh? Buktikan saya terlibat! Intelijen tidak sejahat itu. Saya bukan tipe perusak wilayah sendiri. Ketika menjabat sebagai Danrem di Lhokseumawe (1998), Anda didemo mahasiswa karena Anda dianggap terlibat GAM? Mereka menghujat, mengatakan saya yang membuat isu bahwa kekuatan GAM masih besar. Aceh itu aman-aman saja waktu saya dinas. Saya memang menentang kebijakan pusat yang secara drastis menarik seluruh pasukan (berkaitan dengan dicabutnya status DOM). Waktu itu kekuatan kita cuma 35 persen. Anda bayangkan kalau ditarik. Mengapa Anda dituduh membuat isu bahwa GAM masih besar? Itu konspirasi politik yang berawal pada pemilihan gubernur. Saat-saat terakhir, saya mendukung Gubernur Syamsuddin Mahmud. Syamsuddin adalah orang yang menginginkan DOM tetap dipertahankan. Itu yang didemo mahasiswa. Ketika gubernur terdesak unjuk rasa mahasiswa, dicarikan isu lain untuk mengalihkan perhatian. Maka, dilakukanlah provokasi melalui koran, bahwa GAM masih kuat. Isu ini diboncengi GAM, dan membesarlah isu itu. Anda tahu siapa orang GAM yang membonceng isu itu? Itu sulit dibongkar. Untuk mengetahui bahwa saya double agent kan susah. Yang tahu saya sendiri. Ketika Kopassus ditarik pada 31 Agustus 1998, Anda disarankan tidak menggelar upacara penarikan pasukan di lapangan kota. Tapi Anda menolak. Akibatnya, terjadi kerusuhan dan pembakaran pasar di Lhoksemauwe. Tidak ada saran itu. Senin pagi itu, waktu pasukan ditarik, saya baru sembuh dari sakit. Pertimbangan saya, di mana pun (upacara) kan sama saja. Malah, di Makorem itulah tempat yang paling aman. Waktu penarikan, Kopassus dilempari batu. Dua jam lewat, saya dengar pasar dibakar, dilempari molotov. Saat kerusuhan itu, polisi menangkap anggota Anda yang berpakaian sipil sedang melempari batu ke anggota Koppasus? Eggak ada itu (nada suaranya meninggi). Menurut anak buah saya, waktu itu anak-anak sekolah sudah ramai. Gelagatnya akan beringas. Ada banyak saksi pejabat, termasuk dokter kecamatan dan Kapolsek. Saya protes saat itu. Kita tidak berbuat, kok, dituding. Kalau saya dituduh melakukan rekayasa itu, buktikan! Tidak ada niat saya berkhianat pada rakyat Aceh. TNI memang tak bisa bergerak, sudah terlalu banyak fitnah. Masih sering berhubungan dengan orang-orang Aceh? Masih ada kawan saya di sana. Soal Aceh, sebenarnya merupakan persoalan politik kita semua. Banyak orang yang bermain. Waktu saya di sana, kondisi sudah sangat aman, sangat-sangat aman. Kami dengar Anda hidup mewah di Aceh, tiap hari main golf. Siapa bilang main golf di sana itu mewah. Saya hanya bayar Rp 5.000. Dan saya tidak main golf setiap hari. Pokoknya, bisa saya katakan bahwa, demi Allah, saya tidak berbuat kejahatan selama di Aceh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo