Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Paket Beras Polesan dari Pantura

5 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deretan bangunan mirip gudang tua itu terlihat angkuh. Terletak di Karangsinom, Kandanghaur, Indramayu, di pinggir pantai utara Jawa Barat, gedung-gedung beratap tinggi dan berpintu besar yang sudah terlihat kusam itu seolah tak peduli pada lingkungannya yang asri. Sawang dan debu menempel di mana-mana. Tapi, siapa nyana dari gedung-gedung tua itu dihasilkan ratusan juta rupiah setiap bulannya.

Itulah rumah-rumah penggilingan padi yang bertebaran di seantero Karangsinom. Di sana paling tidak ada 60 rumah penggilingan mempekerjakan ratusan orang. Biasanya di tengah komplek bangunan berbentuk huruf U itu terdapat halaman semen seluas setengah lapangan bola. Di sana biasanya gabah berwana emas dijemur menutupi permukaan lantainya yang licin.

Memasuki perkarangan satu rumah penggilingan, suara gemuruh mesin terdengar nyaring dari salah satu pintu gudang. Di dalamnya 15 orang bekerja dalam peluh. Tampak ada yang memanggul gabah, memilah beras dari menir-pecahan butiran beras, hingga memasukkan beras ke dalam karung-karung besar.

Di dalam gudang itu terdapat tiga jenis mesin pengolah gabah. Yang pertama mesin grosok untuk melepas padi dari kulitnya. Lalu mesin slep untuk membersihkan butiran padi dan sosoh. Terakhir, sebuah mesin untuk memilah butiran padi utuh dari meniran. Yang menarik, di bagian kepala mesin slep terdapat segalon botol air mineral yang ditempelkan begitu saja. "Itu adalah alat poles," kata Sujak, sebut saja demikian, pemilik penggilingan, kepada Tempo.

Alat poles? Ya, itulah alat untuk memoles beras "rusak" agar tampil cantik dan bening. Di dalam galon itu terdapat air larutan klorin-sebagian yang lain menyebutnya tawas-yang biasanya digunakan sebagai pemutih pakaian. Dari mesin itulah menyembur cairan klorin ke dalam slep yang tengah mengolah padi. Dan, simsalabim, butiran padi yang saat masuk tadi tampak kusam, begitu keluar terlihat putih bersih.

Celakanya, seperti pengakuan Sujak, hampir semua beras yang keluar dari Karangsinom dipoles dulu sebelum dilempar ke pasar. Pekerjaan memoles, kata dia, mencapai puncaknya pada akhir pekan. Hari minggu merupakan hari baik untuk mengirim beras ke pedagang di Jakarta dan sekitarnya. "Biar berasnya segar," katanya.

Menurut pria berusia 37 tahun itu, semua penggilingan padi di lingkungannya memakai trik serupa untuk menyulap beras turun mutu (tumu) menjadi kelihatan yahud. Setiap penggilingan di Karangsinom rata-rata mampu memproduksi beras sebanyak 10 ton per hari di musim panen. "Di Karangsinom usaha penggilingan lebih populer dibanding petani," kata bapak dua anak itu.

Mesin-mesin penggilingan padi itu memang nyaris tak pernah berhenti berputar. Pada musim panen, biasanya mereka menggiling beras secara normal, tanpa pemutih. Sebagian lagi dioplos untuk mendapatkan keuntungan. Tapi, ketika panen usai dan beras sulit diperoleh, praktek pemutihan beras ini menjadi pekerjaan rutin.

Fuad, salah seorang pemilik penggilingan mengaku pada masa paceklik, penggilingannya kerap menerima pesanan memoles si putih. "Biasanya itu beras sisa yang tak laku di pasaran," katanya. Fuad sama sekali tak pernah bimbang mengerjakan pemolesan, "Asal harganya cocok." Dia memang memiliki jaringan yang luas. "Saya biasa mendapatkan beras dari Jawa Timur atau Jawa Tengah," katanya.

Laki-laki berusia 50 tahun itu sejatinya bukan orang Karangsinom. Namun, harumnya bisnis penggilingan juga membuatnya tertarik ikut berbisnis penggilingan padi. Pegawai bank swasta di Jakarta ini menyewa rumah penggilingan di Karangsinom yang dikelola sang isteri. "Dia tiap minggu datang ke sana," kata Fuad. Keluarga ini menetap di Pondok Gede, Jakarta Timur.

Itu baru di Karangsinom. Tempo sempat menelusuri jalan dari Karangsinom menuju Gabus Wetan sepanjang lima kilometer, akhir Januari lalu, dan menemukan sekurangnya 30 rumah penggilingan padi. Bukan hal yang aneh jika Indramayu dikenal sebagai salah satu pusat penggilingan padi di Jawa Barat. Sayangnya, predikat itu dicederai oleh pemakaian bahan kimia. n

Ke Mana Beras Berpemutih Mengalir

  1. Beras-beras yang diputihkan dan dioplos adalah:
    1. Beras Bulog (beras untuk rakyat miskin dan beras stok lama atau turun mutu dari gudang beras Bulog Divre Jakarta-Banten)
    2. Beras sapon (beras yang tercecer saat bongkar-muat)
    3. Beras Operasi Pasar
    4. Beras bocor (beras yang tercecer saat pengecekan kualitas beras)
    5. Beras stok lama dari pasar induk beras
    6. Beras dari gudang logistik PNS/TNI/Polri.
  2. Beras-beras tersebut dikumpulkan oleh pengumpul.
  3. Pengumpul kemudian menjualnya kepada penampung.
  4. Penampung menjual beras-beras berkualitas buruk itu ke pengusaha beras yang biasanya merangkap sebagai pemilik penggilingan beras. Pengusaha kemudian memutihkan dan mengoplos beras di penggilingannya.
  5. Beberapa lokasi di DKI Jakarta dan Jawa Barat tempat penggilingan beras berpemutih:
    1. Karang Tengah, Bekasi, Jawa Barat.
    2. Karawang, Jawa Barat (sepanjang Jalan Syekh Kuro terdapat sejumlah penggilingan beras, beberapa di antaranya melakukan pemutihan).
    3. Kandanghaur (sepanjang jalan Karangsinom-Gabus Watan), Indramayu.
    4. Pamanukan (sepanjang jalan Pamanukan-Subang), Indramayu.
    5. Widasari-Indramayu.
  6. Dari penggilingan, beras yang dipoles dipasarkan ke:
    1. Pasar Induk di Indramayu.
    2. Pasar Induk Cipinang, DKI Jakarta.
    3. Pasar Induk Johor, Karawang, dan pasar-pasar di daerah Jawa Barat.
    4. Pasar Induk Beras Bekasi.
    5. Tidak jarang beras oplosan disimpan kembali di dolog untuk stok.

Tips Detektif Beras

Gampang membedakan beras semiran dan beras asli (premium). Inilah caranya:

Beras premium...Warna putih kelabu, kusam, kesat bila digenggam, berbau beras segar, air rendaman beras sedikit putih.

Beras polesan...Warna putih mengkilat, licin bila digenggam, berbau kimia, air rendaman beras putih pekat.

Ciri beras polesan pada nasi...

  1. Setelah enam jam disimpan di pemanas, nasi menjadi kuning dan apek.
  2. Setelah tiga jam disimpan di wadah biasa, nasi menguning, keras, dan berkerak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus