Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIDIRIKAN pada 1973, Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA) berada di ba-wah payung U-niversitas Kebangsaan Malaysi-a. Lembaga- i-ni giat mengumpulkan, men-do-kumentasikan-, dan merawat naskah pri-bu-mi, khususnya nas-kah- Melayu Lama. Obsesinya, agar Malaysia bisa men-jadi pusat penelitian Melayu d-unia.
Banyak kalangan, terutama budayawan Riau, me-nu-ding ATMA didirikan untuk menampung naskah- Me-layu asal Riau hasil pembelian. Tudingan itu di-ban-tah Direktur ATMA Prof Dr Dato Shamsul Amri Ba-haruddin. ”ATMA lebih menghargai kandungan isi naskah dibanding harus mem-bawa fisik naskah Me-la-yu tersebut,” katanya. Di kantornya yang sejuk di Bangi-, ping-giran ibu kota Kuala Lum-pur, Shamsul Amri, 52 tahun, me-ne-rima Cahyo Junaedy un-tuk- sebuah wa-wancara khusus.
ATMA dituding menjadi tempat penampungan naskah-naskah Melayu asal Riau?
Tidak dapat dikatakan se-perti itu. Yang saya tahu Singa-pura ju-ga memiliki keinginan yang c-ukup be-sar untuk mengum-pul-kan naskah-naskah Melayu Lama asal Indonesia. Untuk maksud itu me-reka juga giat mengumpulkan naskah Melayu Lama. Selain itu, ATMA lebih menghargai kandungan isi naskah Melayu dibanding harus ngotot memburu, membeli secara ilegal, dan menyimpan secara fisik naskah Melayu.
Tapi ATMA mempunyai keinginan mengumpul-kan naskah-naskah Melayu Lama terutama dari Pulau Penyengat atau Lingga?
Ya, secara tidak langsung ada usaha untuk me-ngumpulkan naskah Melayu yang tersebar di dunia. Indonesia, terutama Kepulauan Riau, memang menjadi pilihan lantaran di sana terserak ribuan naskah Melayu Lama dan Modern. Tapi ATMA juga memiliki keterbatasan dana. Tidak mungkinlah kami membeli naskah-naskah Melayu yang jumlahnya ribuan itu.
ATMA punya program khusus mengumpulkan naskah-naskah Melayu Lama?
Ya. Hingga saat ini jumlah naskah Melayu yang dikumpulkan dari Riau, bahkan Johor, dan Kelantan sendiri cukup besar. Naskah itu sendiri hingga kini disimpan di museum ATMA, sebagian besar dijadikan mikrofilm.
Dalam mengumpulkan naskah Melayu, pene-liti ATMA terjun langsung mencari naskah Melayu di l-apangan?
Ya. Saya juga sempat mengunjungi Pulau Penye-ngat untuk meneliti sejarah sastra Melayu. Di sana kami melihat ratusan bahkan ribuan naskah Melayu terserak. Tapi memang tidak semua naskah Melayu lama itu serta-merta dipindahkan ke Malaysia. Ada kalanya kami hanya mengkopi naskah-naskah tersebut, karena kami berpikir bukan hanya fisik n-askahnya saja yang penting, tapi juga isi dan kan-dung-an naskah Melayu itu sen-diri. Selain itu, memang, membeli naskah asli dilarang oleh peme-rin-tah Indonesia. Malaysia sendiri menerapkan pelarangan jual-beli naskah Melayu Lama. Hal ini dimaksudkan agar naskah tadi tidak ke luar dari Malaysia.
Di Penyengat banyak yang menjual naskah asli?
Ya. Saya juga sering ditawari naskah-naskah asli yang dimili-ki penduduk, tapi lantaran saya ke sana dalam acara wisata atau penelitian, bukan khusus memburu naskah Melayu Lama, terkadang kami tidak membawa uang cukup.
ATMA punya program khusus mengumpulkan naskah-naskah Me-layu Lama?
Ya, tapi bukan berarti kami menjadi pemburu naskah-naskah Melayu Lama itu. Kalau memang ada penelitian yang berhubungan dengan sejumlah naskah Melayu Lama terkait dan ada yang menjualnya, maka kami membelinya. Jika tidak ada, informasi ini kami lanjutkan ke sejumlah perpustakaan negara Malaysia. Jika mereka punya uang, tak jarang mereka yang membeli.
ATMA juga mendapatkan hibah naskah Melayu dari Indonesia?
Banyak. Seperti setahun silam, ATMA memperoleh koleksi buku milik Tenas Efendi, budayawan Riau. Kami memang secara fisik tidak memindahkan naskah Melayu milik Tenas Efendi, tapi hanya melakukan digitalisasi koleksi tersebut dan kami sebarkan lewat portal milik kami.
Dana ATMA berasal dari mana?
Kegiatan ATMA didukung oleh Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Tapi sebagai lembaga pe-nelitian, masing-masing peneliti dibebaskan untuk mencari dana sendiri, karena kegiatan penelitian se-perti ini membutuhkan dana besar. Tapi secara institusi roda kegiatan ATMA disponsori oleh UKM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo