Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Disertasi lima mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta asal Sulawesi Tenggara diduga hasil plagiat.
TABEL itu berisi data forensik tiap bab dari lima disertasi. Di sana dijelaskan dengan rinci kapan pertama pembuatan file, pengeditan, hingga identifikasi user. Ada pula catatan jenis laptop yang digunakan. Dokumen yang selama ini tersimpan rapat itu adalah hasil analisis metadata sejumlah file disertasi yang diolah Tim Evaluasi Kinerja Akademik. Tim ini dibentuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada September tahun lalu.
Kelima disertasi itu milik mahasiswa program kerja sama doktoral Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang menamatkan kuliahnya pada Agustus 2016. Kelimanya diduga melakukan plagiat, dan disertasi tersebut dibuat bersamaan. "Ini pekerjaan borongan yang dikerjakan dalam satu bulan dengan komputer yang sama," kata Engkus Kuswarno, guru besar di Universitas Padjadjaran, salah satu anggota Tim Evaluasi. Engkus mengakui analisis metadata itu adalah salah satu dokumen hasil kerja mereka.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi membentuk Tim Evaluasi Kinerja Akademik untuk menelusuri dugaan penyelewengan program kerja sama doktoral UNJ dengan 12 kampus negeri lain. Di tengah jalan, mereka menerima informasi ada banyak mahasiswa S-3 yang menggunakan jasa calo untuk menggarap disertasi. Salah satunya Gubernur Sulawesi Tenggara (nonaktif) Nur Alam, yang kini tengah mendekam di penjara karena dijadikan tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Secara acak, Tim Evaluasi mengambil lima disertasi dari 15 mahasiswa yang terdaftar di Kendari. Kelimanya adalah pejabat di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain Nur Alam, mereka adalah Kepala Badan Kepegawaian Nur Endang Abbas, Kepala Dinas Perhubungan Hado Hasina, Kepala Badan Perencanaan Daerah Muhammad Nasir Andi Baso, dan Asisten Sekretaris Daerah Sarifuddin Safaa. "IP address kelimanya menunjukkan komputer yang dipakai berada di Kendari," ucap Engkus, akhir Agustus lalu.
Salah satu yang paling menonjol dari analisis metadata itu: hampir seluruh proses penulisan bab kelima disertasi berasal dari user bernama Ismail. Engkus mengakui munculnya nama tersebut. Ia menyebutkan Ismail adalah salah seorang anggota staf di salah satu dinas Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Nama user lain yang muncul adalah Ansori dan Hado Hasina.
Seorang anggota Tim Evaluasi Kinerja Akademik lainnya menyatakan harus menggunakan kamera pengawas (CCTV) untuk memastikan apakah Ismail yang dimaksud adalah orang yang di belakang laptop tersebut. Ia hanya memastikan metode yang mereka lakukan sudah ilmiah karena menguji metadata itu dengan dua software. "Hasil analisis kedua software itu sama," ujar dosen bergelar doktor itu.
Tempo menelusuri pria bernama Ismail itu. Ia pernah menjadi anggota staf di Dinas Pertambangan dan sejak 2016 berpindah ke salah satu kementerian di Jakarta. Lewat sambungan telepon, ia mengaku mengenal kelima pejabat itu, tapi tak mengetahui persoalan disertasi mereka. Di tabel analisis metadata tadi, user Ismail yang membuat disertasi itu menggunakan laptop Asus A46 C os7. "Laptop saya mereknya Asus," ucapnya.
Analisis metadata kelima disertasi itu juga menunjukkan waktu pengerjaan tiap bab tak berurutan. Bab V disertasi milik Nasir Andi Baso, misalnya, dibuat pertama kali pada 26 April 2016. Sedangkan bab I pada 16 Oktober 2016 dan bab III pada 6 Juli 2017. Pola semacam ini ditemui dalam lima disertasi itu.
Menurut seorang doktor dari Tim Evaluasi Kinerja Akademik, seharusnya tiap bab sewajarnya dikerjakan berurutan sesuai dengan arahan dari pembimbing dan promotor, bukan malah melompat. "Bahkan ada disertasi yang dibuat hanya beberapa hari sebelum bersidang," katanya. Disertasi yang ia maksud salah satunya milik Sarifuddin Safaa. Ia melakukan ujian terbuka pada 29 Juli 2016. Bab IV disertasinya dibuat pada 22 Juli 2017 dan bab V dikerjakan pada 20 Juli 2017.
Isi disertasi mereka pun mirip. Kalimat-kalimat di bagian metode penelitian di bab III milik Nur Alam, yang disimpan lewat file bernama "Bab III pak gub.doc", mirip dengan disertasi Nur Endang Abbas. Keduanya menggunakan metodologi yang sama, yakni metode evaluasi penelitian program.
Nur Alam memilih BPR Bahteramas sebagai subyek liputan, sementara Nur Endang memilih KB Bahteramas. Tim Evaluasi bahkan menemukan 74 persen bab I disertasi Nur Alam adalah hasil plagiat. Mereka menggunakan software Turnitin untuk mendeteksi kutipan haram dalam lima disertasi itu. Turnitin adalah teknologi yang membaca apakah kalimat yang ditulis pernah dimuat di situs atau jurnal lain.
Ia mengutip dari berbagai media seperti blog, buku, dan disertasi lain tanpa mencantumkan sumbernya. Dari penelusuran Tempo, Nur Alam mengutip nyaris satu paragraf penuh tulisan di blog yang berisi kumpulan berbagai jurnal dan tesis di bab I yang berisi pendahuluan disertasinya. Pengacara Nur Alam, Ahmad Rifai, mengaku tak tahu urusan kuliah kliennya. "Kami belum mengetahui hal itu," ujar Rifai.
Rektor UNJ Djaali menolak tudingan ada plagiarisme disertasi di kampusnya. Untuk mengempang tudingan plagiat dan abal-abalnya program kerja sama temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik, ia membentuk Tim Counterpart, yang dipimpin Wakil Rektor UNJ Muchlis Rantoni Luddin. Mereka juga mengklaim menggunakan Turnitin untuk mendeteksi plagiarisme kelima disertasi itu. "Hasil kesimpulan tim ini, plagiarisme itu tidak ada," kata Djaali saat ditemui pada Kamis tiga pekan lalu.
Djaali adalah promotor untuk kelima kandidat doktor yang dituding melakukan plagiat itu. Total pada 2012-2016, Djaali menjadi promotor bagi 327 kandidat doktor. Ia menolak dituduh meloloskan disertasi yang berisi plagiat. Ia mengaku hanya memeriksa substansi ilmiah, tak memeriksa secara detail kalimat tiap disertasi, apalagi menggunakan Turnitin. Djaali mengaku tidak paham teknologi. "Saya juga tak sempat membandingkan disertasi mereka," ujarnya.
Nasir Andi Baso juga membantah telah melakukan plagiat. "Saya kuliah untuk mencari ilmu, bukan sektitel karena sebentar lagi pensiun," ucapnya saat ditemui di Kendari pada awal September lalu. Sarifuddin Safaa belum bisa dimintai konfirmasi karena sedang menjalankan ibadah haji. Sedangkan Nur Endang tak kunjung merespons permintaan wawancara Tempo. Hado Hasina ikut membantah melakukan plagiat. Namun ia mengaku dibantu orang lain saat mengerjakan disertasi. "Ia hanya bertugas mengetik," kata Hado.
irektur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo mengatakan saat ini plagiarisme menjadi gejala umum di berbagai kampus. Selain Tim Evaluasi Kinerja Akademik untuk UNJ, pihaknya sudah menurunkan tim khusus ke kampus-kampus swasta. "Kasus plagiarisme di UNJ diproses dengan hati-hati karena pelanggaran akademik yang sangat serius," ujarnya. Kementerian masih menunggu hasil evaluasi Tim Independen, yang juga bertugas menelusuri plagiarisme di UNJ. Jika nanti terbukti, status kemahasiswaan mereka dicabut dan ijazah mereka pun akan dibatalkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo