APA saja yang menonjol menjelang KTT ASEAN di Bali itu? Tempat
pertama diduduki oleh saran-saran kerjasama ekonomi --
cita-cita pembentukan ASEAN yang tercantum dalarn Deklarasi
Bangkok, 8 Agustus 1967. Menyusul kemudian kerjasama
menanggulangi subversi komunis dan gerakan "separatis". Tapi
kerja sama ekonomi yang lebih banyak dapat pasaran. Kesepakatan
ini, yang tercantum secara tegas dan resmi dalam komunike
Marcos-Lee Kuan Yew minggu lalu, memang membuat orang
bertanya-tanya: mengapa baru sekarang perpaduan ekonomi itu mau
diperjuangkan dengan lebih serius? Jawabnya tercantum pula dalam
komunike Marcos-Lee itu: Mereka sepakat bahwa "akselerasi
pembangunan ekonomi merupakan jalan keluar utama guna mengatasi
problim sosial dan politis di wilayah ini". Mereka juga sepakat,
bahwa pembangunan ekonomi itu akan "menolong megurangi ancaman
subversi di masing-masing negara dan di wilayah ASEAN". Rumusan
yang pendek itu menurut tafsiran harian Singapura Straits Times,
menggambarkan keyakinan kedua pemimpin Asia Tenggara itu bahwa
kesejahteraan ekonomi merupakan senjata terbaik -- dan mungkin
hanya satu-satunya -- untuk menumpas pemberontakan yang timbul
di wilavah ini.
Tapi di bidang ini juga tengah berlangsung debat pro & kontra
konsep wilayah perdagangan bebas (free trade one) yang dijagoi
oleh Singapura dan Pilipina. Berdasarkan konsep ini -- yang rada
berhasil diterapkan oleh Masyarakat Ekonomi Eropa -- perdagangan
intra-ASEAN tidak lagi akan terhalang oleh tembok-tembok tarif
yang hanya perlu dipasang menghadapi dunia luar ASEAN. Jadi
mobil Toyota bikinan Jepang yang masuk melalui Pilipina hanya
perlu sekali membayar bea-masuk pada duane Pilipina, kemudian
Toyota itu boleh bebas dilego ke Malaysia atau Indonesia tanpa
perlu membayar bea masuk lagi. Sebaliknya mobil Holden bikinan
Australia yang dikerek turun dari kapal di pelabuhan Tanjung
Perak, Surabaya pun cukup sekali bayar bea masuk lantas boleh
bebas diperdagangkan ke Singapura, KE bahkan sampai ke Bangkok
atau Manila. Harga barang konsumen maupun bahan mentah industri
dan bahan pangan buatan ASEAN dengan serta merta akan jadi lebih
murah bagi para konsumen yang berdiam di kawasan ini. Ini dapat
mendongkrak volume peredaran barang. Konsep tersebut sudah mulai
dirintis oleh Singapura & Pilipina secara bilateral.
Demonstrasi Petani
Memang, pasti ada keuntungan buat setiap anggota ASEAN kalau
gagasan itu mau dijalankan. Namun dalam prakteknya, apakah semua
fihak bisa sama-sama dipuaskan? Pengalaman menunjukkan, betapa
petani anggur di Perancis tidak semuanya rela anggur Italia
bebas mengalir ke pasaran Paris, hingga menimbulkan demonstrasi
banjir anggur di Perancis. Maka tembok tarif yang selalu
dikutuk para pedagang -- yang bebas memborong barang jualannya
dari mana saja -- pada saatnya memang didambakan para produsen
yang terikat pada satu produk saja atau belum siap berkompetisi.
Bukan hanya di bidang pertanian, tapi juga di bidang industri.
Kampanye Singapura-Manila itu bagaimana pun mengingatkan, bahwa
Indonesia relatif lebih lambat mulai dengan industrialisasinya
dibanding ke 4 negara ASEAN lainnya. Itu sebabnya tembok tarif
untuk melindungi industri perakitan mobil di sini misalnya,
masih lebih tinggi dari pada di Pilipina di mana komponen lokal
mobil buatan Manila rupanya sudah lebih tinggi % nya dari pada
yang buatan Jakarta. Di samping itu, Indonesia bukannya tidak
menyadari bahwa wilayah geografinya yang paling luas di seluruh
ASEAN serta penduduknya yang terbanyak merupakan daya pikat juga
bagi rekan-rekan ASEAN yang kepingin mengadakan dumping di sini.
Masih untung kalau itu barang betul-betul buatan tetangga ASEAN
itu, dan termasuk kebutuhan pokok penduduk Indonesia yang belum
mencapai swa-sembada di sini. Misalnya beras Siam, yang bisa
murah harganya kalau tidak perlu bayar pajak ekspor di Bangkok
dan bea masuk di Singapura. Tapi bagaimana dengan produksi
maskapai-maskapai multinasional yang dirakit di Bangkok,
Singapura atau Manila kemudian dilego liwat pintu Jakarta?
Keadaan Indonesia yang luas, sementara industri baru saja mulai
berkembang terutama di Jawa, dengan sendirinya juga akan
menyulitkan bila gagasan "daerah-perdagangan-bebas" juga
dikaitkan dengan kelonggaran ekspor bagi bahan baku dari luar
Jawa. Misalnya kopra Minahasa dan Gorontalo, yang bisa-bisa
habis tersedot oleh Sabah atau Pilipina untuk digiling di sana
jadi minyak kelapa -- kalau tidak diekspor kembali mentah-mentah
ke negara ketiga. Jadi terang masalahnya tidak sesederhana
seperti ditulis Far Eastern Economic Review (23 Januari).
Menurut majalah itu, Indonesia terlalu ketakutan menghadapi
gagasan Singapura itu karena akan tambah mempersulit
neraca-pembayaran RI -- yang sudah begitu merugi lantaran krisis
Pertamina.
Indonesia tentu tidak senang dituding sebagai penghalang
kemajuan ASEAN. Makanya Presiden Soeharto diam-diam mengutus
Menteri Ekuin/ Ketua Bappenas Dr Widjojo Nitisastro menyampaikan
kertas kerja Indonesia pada Presiden Marcos di Istana Malacanang
sebelum Marcos ke Singapura. Surat serupa juga dibawa Widjojo ke
Bangkok. dan langsung diserahkan pada PM Kukrit. Sedang Hussein
On, tentunya sudah mendengarnya secara lisan dari Soeharto
sendiri, ketika rembukan di Istana Merdeka. Apa isi surat
Soeharto itu, ada disentil sedikit oleh Marcos dalam jumpa pers
di Hotel Mandarin. Singapura 28 Januari lalu. "Presiden Soeharto
telah mengusulkan perjanjian tarif preferensiil (prefencial
trade arrangements) yang disusun atas dasar bahan-bahan
perdagangan tertentu, dan mungkin ini bisa kita pakai sebagai
titik tolak", kata Marcos. Namun sebaliknya pada Indonesia dia
juga minta perhatian, bahwa "ada sejumlah produk yang diprodusir
oleh beberapa anggota ASEAN sekaligus, yang sangat membutuhkan
pertolongan".
Walhasil, gagasan Marcos dan saran Soeharto tak mustahil akan
masuk ruang sidang Bali Cottage di Denpasar akhir bulan ini.
Sementara itu, Marcos juga sudah menyetujui bahwa saran Soeharto
agar pangan dan enerji dicantumkan pula dalam agenda KTT nanti.
Saran yang satu ini sudah dilontarkan oleh Presiden Soeharto
dalam konferensi Menteri-Menteri Perencanaan Ekonomi di
Jakarta pertengahan Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini