Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Zatapi dengan Sejumlah Tapi

ZATAPI sedang naik daun. Produk minyak mentah impor milik Gold Manor itu kini membuat Direksi Pertamina digempur. Selain dari dewan komisaris, sorotan datang dari Kejaksaan Agung dan DPR, yang mencium sejumlah kejanggalan di balik impor Zatapi.

Setumpuk dokumen mengindikasikan sederet prosedur tender impor dilanggar. Penelusuran lapangan Tempo dari Cilacap hingga Singapura mengurai mata rantai para ”saudagar” minyak di balik perusahaan berbasis di British Virgin Islands itu. Impor ”emas hitam” masih menjadi ladang ranum perburuan fulus.

24 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada tanda-tanda kehadiran tanker Four Springs di dermaga. Padahal kapal minyak berbendera Italia itu dikabarkan sudah merapat di Cilacap, Jawa Tengah, sehari sebelumnya, 12 Februari lalu. Ketika ditanyai, dua petugas keamanan Pertamina Tongkang Cilacap tak memberikan secuil pun informasi, malah meminta Tempo meninggalkan kartu tanda penduduk.

Upaya ”penyelidikan” kecil ini mulai membuahkan hasil ketika dari mulut seorang karyawan terlontar sepenggal info penting: kapal itu buang jangkar di dermaga laut dekat Nusakambangan, karena ukurannya besar.

Tempo lalu menyambanginya dengan perahu cadik bermotor. Di sana terlihat kapal tanker merah muda. Kapal itu sedang asyik memuntahkan minyak yang dikandungnya ke kilang Pertamina lewat pipa bawah laut.

Itulah tanker pengangkut 95,4 juta liter minyak mentah Zatapi, yang kini ramai diributkan orang. Pertamina membeli minyak itu Desember lalu dari Gold Manor, trader di Singapura, dengan harga sekitar setengah triliun rupiah.

Melihat belanja harian Pertamina sekitar Rp 1 triliun sehari—setengahnya untuk impor crude—ini sebetulnya ”uang receh”. Tapi, yang jadi biang keributan, ada dugaan bahwa di balik pengadaan minyak impor itu terselip sejumlah ”agenda gelap” yang melibatkan para trader minyak dan orang dalam Pertamina.

l l l

BERONDONGAN pertanyaan galak datang dari Alvin Lie dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro dan Direksi Pertamina, pertengahan Februari lalu. Salah satu yang disorot anggota Komisi Energi dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini adalah impor Zatapi, yang beberapa hari sebelumnya baru dibongkar di Cilacap.

Zatapi merupakan ”spesies” baru di jagat perdagangan minyak mentah dunia. Sejak diumumkan sebagai pemenang tender pengadaan minyak mentah yang digelar Pertamina pertengahan Desember tahun lalu, produk ini bikin geger kalangan pemain minyak dunia.

Selain merek dagangnya belum dikenal di kalangan perdagangan minyak dunia, tak pernah ada penjelasan transparan dari Pertamina tentang isi ramuan baru minyak mentah karya Gold Manor ini. Orang kemudian meragukan mutunya. Bahkan sempat beredar spekulasi, kualitasnya yang rendah bakal merontokkan kilang Cilacap, kilang terbesar Pertamina dengan kapasitas 348 ribu barel per hari.

Alvin menghujani Direksi Pertamina dengan serentetan pertanyaan. ”Ini produk baru, tapi banyak prosedur pengadaan yang dilanggar,” katanya. Prosedur itu adalah harus ada uji laboratorium terlebih dulu untuk melihat apakah Zatapi cocok dengan kilang Cilacap. ”Ini belum jelas benar, tahu-tahu produknya sudah masuk satu tanker,” ujarnya.

Soal harga pembelian juga dipertanyakan. Keraguan Alvin makin menjadi-jadi setelah ia mendapat informasi terbaru bahwa adonan Zatapi bukan campuran minyak Dar Blend (Sudan) dan kondensat Terengganu (Malaysia), seperti banyak dibicarakan kalangan trader minyak, melainkan hasil campuran Dar Blend dengan NWSC dan Stybarrow dari Australia.

”Ini kan semakin aneh,” kata Alvin. ”Kenapa Zatapi yang di-blend dan diberangkatkan dari Malaysia harus mendatangkan minyak jauh-jauh dari Australia.” Hingga kini, belum secuil pun jawaban resmi diberikan Direksi Pertamina ke anggota Dewan. ”Kalau tak ada jawaban juga, akan tetap saya pertanyakan,” kata Alvin mengancam.

Keriuhan ini rupanya juga mengusik Dewan Komisaris Pertamina. Jajaran komisaris yang kini diketuai mantan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto itu bahkan sudah mempersoalkannya sejak pertengahan Januari lalu. Lihatlah surat yang dikirimkan Dewan Komisaris ke Direktur Utama Pertamina tertanggal 22 Januari 2007.

Dalam surat itu, Dewan Komisaris mempertanyakan sejumlah hal. Salah satunya soal ketidakjelasan certificate of origin alias dokumen asal barang Zatapi. Dokumen ini diperlukan untuk mengetahui persis dari mana minyak mentah itu berasal. ”Kalau Zatapi hasil pencampuran, kan, harus jelas asal-usul minyak mentah itu,” ujar seorang petinggi Pertamina.

Dokumen crude oil assay juga diragukan keberadaannya. Padahal dokumen hasil analisis laboratorium ini penting untuk mengetahui karakteristik minyak mentah yang diimpor. Termasuk, ya itu tadi, cocokkah Zatapi untuk kilang Cilacap. Dari analisis itu pun bisa diketahui nilai keekonomian minyak ini dan berapa harga jual-beli yang pantas.

Menjawab dua pertanyaan penting itu, hanya selang sehari Direksi Pertamina sudah mengirimkan surat jawaban. Tapi Komisaris rupanya tak cukup puas dengan penjelasan Direksi. Maka dikirimkanlah surat kedua pada pertengahan Februari lalu.

Berbeda dengan surat pertama, surat kedua ini bernada lebih keras. Dewan Komisaris tak hanya meminta klarifikasi lebih jauh soal kejelasan Zatapi, tapi juga meminta sejumlah perbaikan pelaksanaan tender dan sistem pengawasan internal Pertamina.

Kedua surat itu diteken oleh semua anggota Dewan Komisaris. Meski surat kedua ini pun sudah dibalas Direksi, Dewan masih mengkaji lebih jauh apakah akan mengirimkan surat ketiga. ”On going process,” kata seorang komisaris. ”Ini semata-mata untuk perbaikan.”

Belum tuntas jawaban ke DPR dan Komisaris, kesibukan Direksi Pertamina bertambah setelah ”hamba wet” di Kejaksaan Agung ikut sibuk menelisik kasus ini. Sumber Tempo di Kejaksaan Agung mengungkapkan Zatapi merupakan satu dari sejumlah kasus dugaan megakorupsi di Pertamina yang sedang diselidiki. Tapi Wisnu Subroto, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, menolak memberikan keterangan. ”Belum boleh diomongin,” ujarnya pekan lalu.

Suroso Atmomartoyo, yang kala Zatapi dibeli menjabat Direktur Pengolahan Pertamina, menolak mentah-mentah tudingan itu. ”Pengadaan Zatapi justru breakthrough program Pertamina untuk menyiasati harga minyak yang terus melambung,” ujar Staf Ahli Direktur Utama Pertamina ini. Dalam tiga bulan terakhir, harga minyak memang terus melambung dan sempat menembus US$ 110 per barel.

Irawan Prakoso, Direktur Global Energy Resources, yang berbicara atas nama Gold Manor, juga menampik sinyalemen itu. ”Prosedurnya normal, melalui tender terbuka. Perlu juga diingat,” kata dia, ”kami tidak memenangi seluruh tender sebanyak 2,4 juta barel.”

Masalahnya, kredibilitas Gold Manor sendiri diragukan. Setumpuk dokumen internal perusahaan dan penelusuran lapangan Tempo di Jakarta dan Singapura mengindikasikan perusahaan yang berinduk di British Virgin Islands atas nama Gold Manor International Ltd. itu tak punya cukup kapasitas untuk menjadi rekanan Pertamina seperti dipersyaratkan dalam ketentuan peserta tender (lihat ”Jalan Licin Saudagar Minyak”).

l l l

SEMUA berawal pada 5 Desember 2007. Pada saat itu, Pertamina melayangkan undangan tender minyak mentah untuk pengadaan Februari 2008 kepada 27 mitra bisnisnya. Jumlah yang ditenderkan 2,4 juta barel minyak mentah. Tenggat pengajuan penawaran dipatok 12 Desember.

Seperti biasa, penawaran hanya boleh disampaikan para peserta tender lewat tiga mesin faksimile di ruang tender di lantai 17 Kantor Pusat Pertamina, di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Hingga saatnya tender dibuka, ruangan itu selalu terkunci rapat. Baru ketika hari tender tiba, kunci dilepas. Kala itu ada 21 mitra Pertamina yang menawarkan minyak mentahnya.

Salah satunya Zatapi. Produk unggulan Gold Manor ini menawarkan harga paling murah. Minyak ini juga tanpa kesulitan melewati ujian terakhir dengan program komputer optimasi bernama Generalized Refining Transportation Marketing Planning System (GRTMPS). Singkat cerita, Zatapi keluar sebagai pemenang tender bersama Kikeh, Seria, dan Bebatik—tiga yang terakhir sudah biasa ikut tender.

Sampai di sini semua berjalan normal-normal saja. Kecurigaan adanya ketidakberesan mulai menyeruak di kalangan peserta tender ketika Pertamina ”menyembunyikan” harga penawaran Gold Manor dan formula Zatapi.

Berkembanglah dugaan di kalangan trader minyak bahwa Zatapi merupakan campuran Dar Blend dari Sudan dan kondensat Terengganu dari Malaysia. Itu tak jadi soal, kata Direktur Utama Pertamina Ari H. Soemarno. Toh, minyak mentah itu dibeli dengan harga murah. ”Diskonnya US$ 2,28 per barel,” ujar Ari ketika berkunjung ke kantor majalah Tempo, pertengahan bulan lalu.

Tapi tunggu dulu. Jika kalkulasi didasari harga pasar Dar Blend dan Terengganu pada saat itu, harga pembelian yang disebut Ari tak bisa dibilang murah. Hitung-hitungan beberapa trader minyak malah menyebutkan harga itu masih terlalu mahal US$ 11,72 per barel. Ini angka setelah dipotong ongkos angkut dan keuntungan trader. Jika itu benar adanya, dengan volume 600 ribu barel, Pertamina tekor Rp 65,5 miliar.

Namun pokok persoalan sesungguhnya bukan soal harga yang kelewat mahal. Dua hal utama yang dipersoalkan Komisaris Pertamina dan Komisi Energi adalah certificate of origin dan crude oil assay Zatapi.

Masalah certificate of origin menyeruak karena dokumen asal barang minyak Zatapi yang dimuat kapal tanker Four Springs itu diragukan kesahihannya. Isi dokumen bertanggal 9 Februari 2008 itu hampir tak ada bedanya dengan cargo manifest alias dokumen muatan kapal pada tanggal yang sama.

Isinya kelewat sederhana. Di situ tak dicantumkan dari mana minyak Zatapi berasal dan siapa pemiliknya. Hanya disebutkan minyak diangkut Four Springs milik Petro Titan Pte. Ltd. dan diberangkatkan dari Tanjung Pelepas, Malaysia, dengan tujuan Pertamina Unit Pengolahan IV, Cilacap. Ini jelas di luar kelaziman.

Ketiadaan informasi ini menyulitkan upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya adonan Zatapi. Irawan mengaku tak ingat persis isi sertifikat itu. ”Itu staf saya yang mengurus,” katanya. Tapi, ia menegaskan, Zatapi bukan campuran Dar Blend dan Terengganu. ”Ini rahasia perusahaan,” ujarnya.

Yang jadi soal, muncul publikasi tentang tender itu yang diterbitkan oleh RIM Intelligence—lembaga yang menyodorkan data perdagangan minyak internasional dan salah satu acuan utama pedagang minyak dunia—dan kantor berita Reuters pada 13 Desember 2007. Di sana disebutkan bahwa Zatapi, Kikeh, Bebatik, dan Seria menang tender pengadaan minyak Pertamina. Harga-harga pembelian Pertamina diumumkan, kecuali untuk Zatapi.

Publikasi itu diprotes oleh Vice President Perencanaan dan Pengolahan Pertamina Chrisna Damayanto. Setelah berkomunikasi lewat telepon, dalam surat elektronik pada 14 Maret lalu, Chrisna mempertanyakan sekaligus meminta ralat atas isi laporan RIM tentang Zatapi, yang menyebutkan tidak adanya informasi harga dan formula Zatapi.

Dalam surat elektronik itu, Chrisna menjelaskan pembelian Zatapi seharga APPI (Asian Petroleum Price Index) Tapis minus US$ 2,28 per barel. Ia juga meluruskan informasi soal bahan baku Zatapi. Saat itu, di pasar berkembang dugaan bahwa Zatapi adalah campuran Dar Blend dan kondensat Terengganu.

Menurut Chrisna dalam suratnya, Zatapi merupakan campuran minyak mentah Dar Blend dari Sudan dengan NWSC dan Stybarrow dari Australia. Proses uji coba sudah dilakukan di kilang Cilacap pada Februari 2008. ”Hasil tes akan dilaporkan akhir Maret 2008,” kata Chrisna.

Kok, bisa beda dengan penjelasan Ari Soemarno? ”Pak Ari tidak banyak tahu,” ujarnya memaklumi pernyataan bosnya itu. ”Karena otorisasi pengadaan minyak berhenti di Pak Suroso.”

Jawaban Chrisna cocok dengan konfirmasi yang didapat dari Petronas. ”Unfortunately, Zatapi bukan produk Petronas,” ujar Azman Ibrahim dari Media Relations Department pada Group Corporate Affairs di Petronas.

Jika memang begitu, masuk akal juga pertanyaan Alvin Lie. Jauh betul campuran Zatapi itu sampai harus didatangkan dari Australia untuk dicampur di Malaysia.

Lebih aneh lagi, Stybarrow baru dikapalkan pertama kali pada pertengahan Desember 2007, bertepatan dengan saat tender. Pertanyaannya: bagaimana mungkin produk Zatapi yang katanya hasil ramuan berbagai jenis minyak, termasuk Stybarrow, sudah diuji sebelum tender? Apalagi, kata Irawan, uji laboratorium itu makan waktu lama dan biaya mahal.

Kabar lain yang juga butuh jawaban terang adalah soal beredarnya informasi bahwa di Tanjung Pelepas, Four Springs sesungguhnya hanya memuat 537 ribu barel Zatapi. Muatan kapal menjadi genap 600 ribu barel setelah menampung ”penumpang gelap” di tengah jalan.

Merujuk pada laporan hasil pemeriksaan laboratorium oleh Pertamina Unit Pengolahan IV, Cilacap, besar kemungkinan ”muatan gelap” itu Naphtha. Dalam dokumen bertajuk ”Evaluasi Awal Minyak Mentah Zatapi” tertanggal 10 Maret 2008 itu disebutkan kadar Naphtha dalam Zatapi naik hampir 10 persen dibanding dokumen yang diserahkan Gold Manor.

Dari mana tambahan Naphtha itu berasal? Tambahan muatan itu disebut-sebut dari Singapura. Dan Chrisna mengakui adanya peningkatan volume Naphtha. Tapi ia tak merinci asal-usulnya.

Soal kejanggalan certificate of origin, Chrisna pun menyebutkan dokumen Zatapi tidak memuat asal-usul minyak mentah karena merupakan produk hasil campuran. Tapi, kata dia, masih ada dokumen certificate of origin lain dari masing-masing minyak mentah yang menjadi bahan campuran Zatapi. Pertanyaannya: kenapa Dewan Komisaris tak mendapat kejelasan soal ini?

Soal berikutnya: crude oil assay. Ini juga sentra masalah kisruh Zatapi. Sampai tender berlangsung, data uji sampel laboratorium tentang karakter kimia dan molekuler Zatapi ternyata belum masuk ke database komputer GRTMPS. Padahal, bagi produk baru, syarat ini mutlak dipenuhi sebelum ikut tender.

Dokumen uji sampel Zatapi itu ternyata baru terbit pada 17 Januari, sebulan setelah tender digelar. Dokumen itu diterbitkan Carsurin. Jika diteliti, ada keanehan lain pada dokumen tersebut. Di situ disebutkan bahwa sampel Zatapi tidak diambil sendiri oleh Carsurin sebagai laboratorium penguji.

Seorang petinggi Pertamina mempertanyakan catatan ”kecil” itu. Sebab, agar hasil uji itu kredibel untuk kepentingan tender, laboratorium sendiri yang seharusnya mengambil sampel itu. ”Kalau sampel itu diserahkan oleh pihak yang akan diuji, kan, bisa saja berbeda dengan kondisi sesungguhnya,” ujarnya.

Ketika ditanyakan soal ini, lagi-lagi Irawan membantah. Ia mengaku sudah mengirimkan hasil uji sampel itu jauh hari sebelum tender. Suroso dan Chrisna juga menggaransi data itu ada di sistem komputer. Menurut Chrisna, sebelum crude assay 17 Januari itu, sudah ada hasil uji pertama.

Meski begitu, diakuinya isinya kurang lengkap. ”Komposisi gasnya masih gelondongan,” ujarnya. ”Tapi masih dalam batas toleransi untuk dibuat angka perkiraannya.” Hasil inilah yang kemudian dimasukkan ke sistem komputer.

Jika memang begitu, bukan tidak mungkin Chrisna bakal ketanggor masalah baru. Ia tak punya kewenangan soal itu. Satu-satunya bagian yang memiliki otoritas untuk memasukkan data crude assay ke sistem komputer adalah Unit Optimalisasi. Lagi pula, surat Suroso yang memerintahkan pemutakhiran database crude assay di sistem komputer itu baru dikeluarkan pada 27 Februari lalu.

Chrisna membenarkan adanya prosedur internal itu. Meski begitu, ia mengatakan perlu ada langkah terobosan. Sistem yang lama dianggap tidak bisa lagi mengadopsi minyak mentah campuran seperti Zatapi. ”Pilihannya, apakah prosedur sistem komputer harus diubah dulu, baru koktil seperti Zatapi bisa diterima, atau kedua-duanya jalan bersama.” Chrisna memilih alternatif kedua. ”Kalau keputusan ini tidak tepat, risikonya saya tanggung,” ujarnya.

Benarkah persoalan Zatapi ini berhenti pada Chrisna seorang atau paling jauh akan menjangkau mantan Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmomartoyo? Kejaksaan Agung mestinya akan segera punya jawabannya.


Dari Laboratorium ke Kejaksaan

ADONAN minyak mentah campuran Zatapi karya Gold Manor yang dipasok ke Pertamina kini mengundang kontroversi. ”Minyak ini mungkin tidak bagus, tapi cocok untuk kilang Indonesia,” ujar Irawan Prakoso, Direktur Pengelola Global Energy Resources, perusahaan afiliasi Gold Manor. Inilah riwayatnya:

2007 November

  • Pada 7 November, Gold Manor me­nyerahkan sekitar 5 liter sampel Zatapi ke Carsurin Laboratory, Cilegon, Banten, untuk mendapatkan crude oil assay, yang menjadi syarat wajib untuk ikut tender di Pertamina. Gold Manor mengaku menyerahkan crude oil assay itu ke Pertamina di bulan yang sama.
  • Chrisna Damayanto, Vice President Perencanaan dan Pengadaan Pertamina, membenarkan pengakuan Gold Manor, namun menyatakan crude oil assay itu bukan versi lengkap.
  • Untuk melengkapi data crude oil assay Zatapi yang masih bolong, Chrisna mengaku membuat angka-angka perkiraan.

5 Desember Pertamina mengundang 27 mitra bisnis untuk mengikuti tender impor minyak mentah 2,4 juta barel (sekitar 381,6 juta liter) untuk pengadaan Februari 2008. Batas waktu penawaran 12 Desember.

12 Desember Pertamina membuka tender. Masuk 21 penawaran. Data minyak itu diolah di sistem komputer optimasi GRTMPS.

13 Desember Zatapi, Kikeh, Seria, dan Bebatik menang tender, masing-masing 600 ribu barel. Pertamina ”merahasiakan” harga beli Zatapi. Berkembang rumor, harga beli Zatapi US$ 98 per barel.

20 Desember Muncul kabar, Zatapi campuran Dar Blend dan Terengganu Condensate. Jadi, pembelian Zatapi oleh Pertamina dinilai kemahalan US$ 12,3 per barel.

2008 17 Januari Carsurin selesai membuat crude oil assay Zatapi. Saat ini Zatapi sudah jadi isu panas di Dewan Komisaris.

21 Januari Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmomartoyo memerintahkan agar dokumen asal (certificate of origin) Zatapi diminta dari Gold Manor dan meminta agar pemuatan Zatapi di Malaysia diawasi Pertamina.

22 Januari Komisaris Pertamina menyurati Direktur Utama Pertamina, mempertanyakan kelengkapan certificate of origin, crude oil assay, dan transparansi harga Zatapi.

23 Januari Pertamina mengirim dua pengawas dan satu inspektur independen dari Sucofindo ke Tanjung Pelepas, Malaysia, untuk mengawasi pemuatan Zatapi ke tanker Four Springs.

30 Januari

  • Zatapi selesai dimuat ke tanker Four Springs di Tanjung Pelepas, tapi volume tanker belum genap 600 ribu. Inspektur Pertamina pulang.
  • Aktivitas Four Springs tidak diketahui lagi.

9 Februari Four Springs angkat sauh dari Tanjung Pelepas menuju pelabuhan minyak Cilacap.

12 Februari Four Springs tiba di Cilacap, pukul 20.00. Bongkar-muat selesai empat hari kemudian. Jumlah minyak sekitar 600 ribu barel.

18 Februari Komisi Energi DPR mempertanyakan impor Zatapi dalam rapat kerja dengan Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro.

Maret Pertamina mengundang tender pengadaan minyak mentah Mei 2008. Gold Manor datang dengan Zatapi. Harganya naik US$ 1 dari penawaran Desember.

2 Maret

  • Zatapi selesai diolah di kilang Unit Pengolahan IV Cilacap.
  • Kejaksaan Agung menyelidiki impor Zatapi.

13 Maret Zatapi tersingkir. Chrisna mengatakan minyak ini berpotensi juara, tapi terpaksa dicoret karena masih diributkan.

14 Maret Pertamina mengumumkan adonan Zatapi adalah Dar Blend, NWSC, dan Stybarrow dari Australia. Harga beli lebih rendah US$ 0,28 dari dugaan pasar.

Kamus Minyak

Blend (oplos, koktil): campuran dua jenis minyak atau lebih dan dimaksudkan untuk mendapatkan spesifikasi yang diinginkan.

Bill of lading: dokumen pengapalan; diwajibkan di masa Direktur Utama Pertamina Widya Purnama untuk tender impor minyak.

Certificate of origin: dokumen asal barang (minyak); diwajibkan di masa Direktur Utama Pertamina Widya Purnama untuk tender impor minyak.

Cargo manifest: dokumen muatan kapal.

Crude oil assay: kerap hanya disebut crude assay; hasil analisis laboratorium tipe C terhadap minyak mentah (karakteristik umum, komponen organik dengan molekul ringan seperti gas metan, dan analisis komponen-komponennya).

Database minyak mentah: kumpulan data crude assay minyak mentah.

GRTMPS: Generalized Refining Transportation Marketing Planning System; sebuah perangkat lunak komputer buatan Haverly System untuk mendapatkan hasil terbaik dalam pelaksanaan penyusunan rencana pengolahan dan produksi, pemilihan minyak mentah dalam tender, diversifikasi produk, dan rencana peningkatan konfigurasi kilang.

Minyak mentah: crude; minyak yang belum diolah menjadi bahan bakar minyak dan turunannya; contoh, Dar Blend, Tapis, Stybarrow.

Kondensat: hasil samping pengolahan minyak mentah; contoh, Terengganu, NWSC.

Salah Asupan

DATA perkiraan crude oil assay Zatapi yang dibuat tim tender diduga menghasilkan perhitungan nilai keekonomian Zatapi lebih tinggi hampir US$ 1 per barel dibanding kandungan riilnya. Padahal yang diimpor 600 ribu barel. Kalkulasi ini dibuat Tempo berdasarkan dokumen hasil evaluasi keekonomian Zatapi yang diberikan VP Perencanaan Pertamina Chrisna Damayanto, data Zatapi dari pemasok, dan hasil pengujian laboratorium UP IV Pertamina di Cilacap.

Gas

  • 3,73%/US$ 2,7
  • 4,25%/US$ 3,1

    Lt. Naphtha*

  • 18,3%/US$ 16
  • 25,35%/US$ 22

    Hv. Naphtha*

  • 20,8%/US$ 18,2
  • 16,82%/US$ 37

    Minyak Tanah

  • 15,55%/US$ 16,2
  • 14,1%/US$ 14,6

    Solar

  • 10,3%/US$ 10,35
  • 7%/US$ 7

    Residu

  • 31,4%/US$ 22,4
  • 32,45%/US$ 23,2

    Versi Gold Manor Versi Pertamina Cilacap

    *harga Lt Naphtha dan Hv Naphtha US $87/barel. Semua harga adalah harga prediksi

    Kesimpulan

  • Tim Tender: US$ 85,92
  • Gold Manor: US$ 85,94
  • Lab Pertamina: US$ 85,02
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus