Terkesan Tidak Serius

ACARA "Apresiasi Film Nasional" TVRI pada Agustus lalu berbicara tentang Badan Sensor Film (BSF) di negara kita. Di situ dikupas tentang jumlah anggota, mekanisme kerja, lembaga-lembaga yang membawahkannya, dan bahkan proses akhir setelah potongan-potongan film yang terlarang itu terpisah dari induknya. Dari acara itu saya tahu bahwa badan sensor ini hanya beranggotakan lima orang, seorang di antaranya wanita. Ang gota BSF yang wanita ini mengungkapkan kesan-kesannya kepada reporter TVRI bahwa ia sangat senang jadi anggota BSF karena menonton film yang orang lain belum menontonnya. Tapi ia merasa kikuk, misalnya, bila menyensor adegan wanita berpakaian seadanya, lalu diketawai oleh anggota-anggota lainnya. Anggota lain juga mengemukakan pertimbanganya dalam menyensor lembaran-lembaran film yang sangat terlarang ini. Ada yang mengatakan pertimbanganya dengan menyesuaikan dengan adat ketimuran bangsa Indonesia. Anehnya, dulu adegan berciuman saja sudah kena sensor, tapi sekarang ini adegan yang "lebih berani" pun sudah lolos sensor (ingat kasus film Pembalasan Ratu Laut Selatan). Sepenggal wawancara ini menyiratkan kesan bahwa mereka (anggota BSF) tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas mereka sebagai anggota Badan Sensor Film. Ada kesan mereka (tanpa mereka sadari) bermain-main dengan sesuatu yang sensitif bagi masyarakat tradisional, seperti di Indonesia ini. SURANTO ADI WIRAWAN Jurusan Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang