PEPATAH "alon-alon asal kelakon" diterapkan oleh Yogya, dalam
menerima keputusan kongres, untuk menyelenggarakan kongres dan
kejuaraan nasional (kejurnas) bridge tahun ini. Hal ini pun
melalui pendekatan pengurus yang mundar-mandir ke Yogya dan
menerimanya dua bulan menjelang waktu tanggal mainnya. Setelah
menerima, panitia Yogya mengumumkan, bahwa kejurnas tahun ini
tanpa menggunakan tirai.
Atas pengumuman inl, terjadi keluh-kesah. Kejurnas Banjarmasin
tahun lalu pakai tirai, sehingga timbul pendapat bahwa ketetapan
tahun lalu telah merupakan yurisprudensi. Keluh-kesah ini sampai
pada sekjen Gabsi dan serta merta membantah berita dari Yogya
tersebut. Sekjen mengirim utusan yang sekaligus membawa contoh
tirai. Bila perlu, biaya untuk ini ditanggung PB. Gabsi.
Namun demikian, Yogya tetap menolak. Penolakan ini oleh PB.
Gabsi diterima dengan mengirimkan teleks ke Yogya pada tanggal
25 Maret. Pada tanggal 26 Maret, Pengda Gabsi Jaya yang
merangkap pengurus Gabsi, melaporkan pada kontingen DKI Jaya,
bahwa sidang pleno PB Gabsi telah memutuskan bahwa kejurnas
berlangsung dengan menggunakan tirai. Tenteramlah hati kontingen
DKI.
Sesampainya para pemain DKI di Yogya, kongres telah memutuskan
bahwa kejurns tidak menggunakan tirai. Akibatnya terjadi
kekacauan di antara kontingen DKI Jaya dan menuntut pulang ke
Jakarta. Pengda Jaya bilang: main terus! Teleks Ketua Koni DKI
Jaya memerintahkan: main terus! Tapi sebagian anggota kontingen
meninggalkan Yogya. Keadaan ini telah menunjukkan skor,
kekalahan mental bagi DKI Jaya.
Pengda Gabsi Jaya dalam komentarnya menyatakan bahwa kekacauan
ini memang menyedihkan. Sikap PB Gabsi perlu dicela. Tetapi,
kata Pengda Gabsi Jaya, sebagai tamu kiwa wajibmenghormatituan
rumah maka main terus, sedangkan protes tetap dijalankan!
Sekjen PB. Gabsi bilang, bahwa sidang pleno yang dikatakan
Pengda, tidaklah benar. Memang betul, kata Sekjen, bahwa Gabsi
telah mengirimkan kawat setuju tanpa tirai. Saya tanya, mengapa
tindasan kawat itu tidak diberikan kepada daerah? Jawabnya:
untuk menghindarkan gagalnya kongres dan kejurnas Yogya. Apakah
tidak diperhitungkan, kekacauan di setempat lebih runyam
daripada sebelumnya? Sekjen tidak menjawab, tapi meneruskan
dengan mengatakan bahwa itulah kebijaksanaan pimpinan.
Ketidak-puasan pemain Jakarta, yang pulang dan yang tidak
pulang, tertumpah pada PB Gabsi. Hal ini memang cocok dengan
hasil kongres, agar mandataris merevisi pengurus Gabsi dan
melengkapinya dengan tokoh yang bermutu. Putusan kongres lain
yang penting ialah bahwa soal pembentukan Regu Nasional,
diserahkan kepada Panitia Sembilan alias Walisongo, dengan
catatan agar anggota Walisongo ini benar-benar orang yang
memahami teknis dan organisasi bridge.
Hasil dan Komentar
Dalam memperebutkan Piala Soeharto, ternyata regu bertahan
Manado berhasil memboyongnya kembali ke Manado. Kedua dan ketiga
masih tetap dipegang Jakarta Barat dan Pusat. Surprise tahun ini
terjadi pada regu Jawa Barat yang kena gradasi ke kelas B. Untuk
kejurnas Empat-kawan, regu Manado tanpa Manoppo Bersaudara
(disisihkan di babak pendahuluan) telah keluar sebagai juara.
Sedangkan untuk Pasangan Wanita, dimenangkan oleh pemain DKI
Jaya.Ny. Els Tobing/Ny. Marie Laya.
Sama dengan pendapat Ketua Koni Jaya, bahwa hasil kongres
hendaknya diterapkan untuk tahun yang akan datang dan bukan
untuk kejurnas yang sedang berlangsung. Namun demikian, perlu
dijelaskan, bahwa ketetapan penggunaan tirai, belum merupakan
keputusan final. Masih coba-coba. Untuk diketahui, kejuaraan
dunia di Bermuda tahun lalu, sudah menggunakan tirai dan
penggunaan ini merupakan ketetapan Federasi Bridge Dunia. Hanya
teknis penggunaannya yang belum diperinci. Akan tetapi dalam
Kejuaraan Timur Jauh di Bangkok akhir tahun lalu, tidak
menggunakan tirai dan baru diketahui oleh kontingen Indonesia
sesampainya di Bangkok.
Dari kenyataan di atas dapat ditarik garis kesimpulan bahwa
digunakannya tirai atau tidak, belum merupakan perumusan yang
jelas. Cuma, untuk soal yang prinsip ini sebaiknya PB Gabsi
sudah harus mengambil sikap tegas pakai atau tidak. Tanpa
ketegasan ini, awan kelabu bertengger di atas Yogya dan juga di
tahun-tahun mendatang.
Dari situasi kongres, terlihat adanya dua kecenderungan.
Pertama, peserta kongres yang tidak memahami teknis dan
organisasi Gabsi. Hal ini terbukti dengan adanya fikiran, tanpa
Jakarta bridge Indonesia akan maju terus. Kedua adanya motif
memusuhi kontingen DKI Jaya serta adanya emosi daerah yang
berlebihan. Itu semua tergantung kepada pembinanya. Tetapi
rumuskanlah! Itulah letak soalnya. Lain tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini