Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dissent

Perbedaan pendapat bila diterjemahkan ke dalam bahasa jawa konotasinya terasa negatif. dissent bisa berkonotosi netral.orang tua menasehati ngelmu slamet. berbeda pendapat sebaiknya simpan saja.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dissent SOETJIPTO WIROSARDJONO MENCARI terjemahan yang tepat bagi kata dissent dalam bahasa Indonesia merupakan pekerjaan yang muskil. Kamus Inggris -- Indonesia karangan John M. Echols dan Hassan Shadily memberi terjemahan dissent sebagai perbedaan pendapat, ketidaksepakatan, tidak setuju, atau menolak. Menurut pemahaman saya, "perbedaan pendapat" kurang pas menangkap makna dissent itu. Hal ini menjadi jelas tatkala kata benda- turunannya, dissenter, diterjemahkan "orang yang ingkar". Konotasinya negatif. Bukankah ingkar dalam bahasa Indonesia memiliki konotasi negatif? Karena itu, saya mencoba menengok kamus Oxford. Di situ dib-eri sinonim "refuse to assent, disagree, think differently, express - different opinion." Menilik pengertian kebahasaan, sinonim ini saya rasakan berkonotasi netral. Tidak negatif. Dissent menjadi sesuatu yang sah. Tetapi bila perbedaan pendapat itu diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, konotasinya juga terasa sangat negatif. Suloyo, pasulayan adalah pengertian perbedaan pendapat dalam hahasa Jawa yang berkonotasi negatif itu. Seorang pejabat sering menggunakan waton suloyo atau asal beda pendapat sebagai -suatu yang aib. Sekarang perbedaan pendapat, mudah-mudahan yang dimaksud adalah dissent tadi, dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Saya menganggap hal ini merupakan terobosan. Sebab, selama ini banyak orang merasa "dianehkan" kalau menyatakan suatu pendirian yang berbeda. Bahkan berpikir berbeda pun, banyak orang merasa tidak berani menyatakannya secara terbuka. Banyak di antara mereka yang percaya bahwa menyatakan dissent bisa dianggap menyalahi norma yang berlaku. Mereka itu merasa ada semacam sanksi tak tertulis. Bila dilanggar, orang merasa hukumannya bisa minimum dikucilkan, maksimum disingkirkan dari lingkar "peradaban" yang ada. Bahkan ditutup sumber penghidupannya. Oleh siapa? Oleh sistem yang dikira membungkam dissent itu . Lihatlah perbedaan antara ucapan anggota DPR di sidang-sidang terbuka dan omongan mereka di luar forum resmi itu. Perbedaan pendapat yang bukan dissent memang boleh dan ada dilakukan orang. Dulu sementara kekuatan politik merasa sah saja untuk mengerahkan dukungan atau kebulatan tekad yang terorganisasi. Sekarang kekuatan politik yang sama merasa kurang etis kalau mengerahkan kebulatan tekad. Dulu ilmuwan politik berteori tentang konflik dan konsensus. Lalu ilmuwan yang sama turut konflik kini mereka mulai membuka-buka referensi lagi bagaiman-a bisa mengilmiahkan kembali perbedaan pendapat. Dulu kita tidak suka voting. Tetapi dalam sidang MPR yang lalu, pemungutan suara dilakukan. Bukankah ini merupakan "perbedaan pendapat"? Yang jelas, itu bukan dissent.- Yang menjadi masalah adalah, bagaimana apabila seseorang kepingin kepastian. Kapan boleh mengutarakan dissent dan perbedaan pendapat? Bagaimana perbedaan pendapat itu boleh dinyatakan? Saluran apa saja yang dianggap wajar artinya tidak "dianehkan"? Bapak saya dulu menasihati ngelmu slamet. Kalau kamu berbeda pendapat dengan seorang yang lebih tua, sebaiknya simpan saja perbedaan pendapat itu. Keep dissent for your self. Beda pendapat, menurut bapak saya, boleh asal tidak diungkapkan di depan umum. Kalau ditanya? Jawablah dengan senyum. Atau dengan ungkapan penuh santun tetapi tidak mengandung makna apa-apa. Kalau merasa ditekan, dengan beristigfar, katakan apa yang diharapkan orang tua itu. Persatuan dan kesatuan bukan hanya mempunyai makna lahiriah tetapi juga alam pikiran, pendapat, dan pendirian. Gumulung lan gumolonging cipta lan karsa. Dalam nurani manusia, kata nasihat Bapak, secara potensial ada beda pendapat dengan diri sendiri. Ia mampu mengoreksi pikiran-pikiran yang hendak berkelana dengan dissent. Maka, percayakan pada potensi itu untuk mengerjakan tugasnya: melakukan self censorship atau pengendalian diri. Kapan, bagaimana, dan melalui saluran apa beda pendapat boleh diungkapkan sangat bergantung pada empan lan papan, situasi dan kondisi. Jadi, belum juga ada kepastian? Memang, misteri dari sisi peradaban kita yang hilang dan sampai sekarang belum ketemu adalah kepastian itu. Saya tersenyum. Mungkin Bapak benar. Tetapi saya sulit setuju. Bahkan menurut saya, kalau disetujui nasihat itu, kata orang tua lalu boleh diperluas atau diganti dengan lembaga, atasan, atau sistem. Maka, saya dissent terhadap nasihat. Kini dinamika peradaban kita merekam kemauan dan upaya setiap orang yang hendak mencari dan kepingin mendapatkan kepastian itu. Tetapi ada dimensi peradaban lain yang masih belum ketemu juga. Yaitu keberanian untuk bersikap jujur dan bersahabat pada bisikan hati nurani. Berbekal keberanian dan kejujuran itu, niscaya pencarian kepastian itu akan menemukan kekuatan pendorong untuk melangkah memulainya. Bukankah sudah ada isyarat bahwa beda pendapat adalah sesuatu yang wajar? Bukankah keterbukaan menjadi dambaan semua unsur kekuasaan negara dan kekuatan masyarakat? Bukankah demokrasi politik adalah bagian dari keadrengan kehidupan kenegaraan setiap orang. Bukankah dissent adalah ramuan pokok dari sebuah kehidupan berdemokrasi? Tetapi bukankah saya juga merasakan, tatkala menulis kolom ini, saya masih perlu latihan menghalau rasa takut yang keparat itu? Mungkin bapak saya benar. Tetapi saya tetap dissent dalam satu soal ini!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus