Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Umrah: Antara Wisata dan Ibadah

Umrah berkembang tidak hanya sebagai ibadah, tapi juga menjadi gaya hidup. Didorong promosi selebritas oleh biro perjalanan.  

7 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA adegan menggelitik dalam film religi Emak Ingin Naik Haji (2009). Ceritanya, pengusaha sukses dan saleh hendak mengajak keluarganya berumrah. Namun rencana mereka berwisata ziarah ke Kota Suci Mekah itu terancam batal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dude berhalangan ikut dalam rombongan umrah kita,” kata agen travel di ujung telepon.
Anak perempuan si pengusaha terhenyak oleh kabar tersebut.
“Oke. Kalau begitu, saya dan keluarga juga batal ikut umrah,” ujarnya dengan nada tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dude dalam dialog tersebut adalah Dude Herlino, aktor muda tersohor pada masanya. Adegan dalam film tersebut dengan cerdas menyoroti booming industri umrah di Indonesia. Namun bagaimana awal mula fenomena ini terjadi? Bukankah pada masa lalu para anggota jemaah haji dan umrah memberikan kesan sangat khusyuk, taat, dan patuh terhadap nilai-nilai spiritualitas?

Pergeseran tersebut dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Penelitian terbaru oleh Iqbal dan Murtani (2024) menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara pemasaran digital, brand image, harga, dan keputusan seseorang memilih paket perjalanan umrah. 

Meskipun beberapa insiden penipuan mengganggu bisnis umrah, minat orang untuk berziarah ke Tanah Suci tetap tinggi. Belakangan, istilah "umrah koboi", "umrah backpacker", serta ziarah dan wisata umrah menjadi populer di kalangan tertentu. 

Pitaya dan rekannya (2023) meneliti munculnya umrah backpacker di masyarakat muslim kelas menengah Indonesia dan Malaysia. Orang-orang memilih paket umrah dengan harga yang lebih terjangkau dan fasilitas lebih sederhana. Studi mereka menemukan bahwa, selain harga, faktor seperti gaya hidup dan keinginan menambah pengalaman ibadah yang lebih fleksibel menjadi motivasi. 

Untuk meningkatkan popularitas perusahaan dan menarik minat lebih banyak rombongan, banyak biro perjalanan umrah di kota-kota besar menggandeng aktor, penyanyi, selebritas, serta penceramah terkenal. Bahkan di Bandung ada iklan umrah bersama pemain sepak bola terkenal dari tim kebanggaan kota tersebut.

Bisnis umrah memang sangat menggiurkan. Secara tahunan, lebih dari sejuta orang berangkat dari Indonesia. Beberapa tahun terakhir, jumlah anggota jemaah meningkat hingga lima kali lipat kuota haji Indonesia: 220 ribu orang. Diperkirakan industri umrah di Indonesia bernilai Rp 27,5-30 triliun per tahun. 

Asumsi biaya per anggota jemaah Rp 25-30 juta sesuai dengan rekomendasi lembaga berwenang. Namun ongkos tersebut bisa lebih tinggi. Sebab, ibadah umrah dijadikan alternatif haji, yang daftar tunggunya mencapai 39 tahun.

Penelitian Yasuda (2023) menunjukkan peningkatan tren tur religius, khususnya ziarah ke Mekah, yang diselenggarakan oleh operator tur dan biro perjalanan swasta di Indonesia sejak 2000-an. Yasuda meneliti bagaimana industri yang dikenal sebagai "bisnis haji dan umrah" tersebut mengkomodifikasi Islam di Indonesia. 

Dia menyimpulkan bahwa industri ini menciptakan ruang dan konteks sosial baru berdasarkan kesalehan individu serta menghubungkan perkembangan ekonomi dengan komitmen spiritual. Berbeda dengan Emak Ingin Naik Haji yang menyoroti keterlibatan selebritas, Yasuda melihat dampak signifikan peran ustad dan ustazah sebagai pemimpin rombongan terhadap komitmen jemaah selaku pelanggan. Komitmen itu dipengaruhi berbagai faktor, seperti preferensi spiritual dan ikatan emosional.

Dari segi sejarah, tidak begitu jelas kapan umrah menjadi kegiatan tersendiri yang terpisah dari haji di Indonesia. Umumnya, umrah merupakan bagian penting dari ibadah haji. Pada awalnya, saat umrah muncul sebagai ibadah terpisah dari haji, kesannya lebih formal dan politis. Umrah pada masa itu jauh dari gemerlap konsumerisme, standar, ataupun gaya hidup. 

Catatan sejarah umrah pertama dapat ditelusuri dari risalah perjalanan orang-orang Indonesia selepas kemerdekaan. Pada 1948, pemerintah mengirim misi haji ke Mekah (Azra & Umam, 1999). Langkah ini diikuti beberapa misi haji lain untuk mempermudah perjalanan haji Indonesia yang sebelumnya sering mengalami kesulitan pada masa kolonial Belanda.

Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto menjadi petinggi negara yang pertama kali melakukan umrah. Pada 1977, di tengah stigma anti-Islam yang menyelimuti pemerintahannya, Presiden dan istrinya menjalankan ibadah "haji kecil". Pada 1982, Menteri Riset dan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie, yang dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Soeharto, juga beribadah umrah. Dua tahun berikutnya, beliau menunaikan ibadah haji. 

Momen ini mungkin menjadi satu titik balik dalam perubahan citra Islam yang lebih positif di masa mendatang. Saat hubungan antara Orde Baru dan Islam makin hangat, pada 1991, Soeharto dan keluarga melengkapinya dengan menunaikan ibadah haji.

Sebagai catatan akhir, hubungan antara ziarah dan wisata sangat erat. Dalam tradisi Islam, keduanya menjadi simbol tren konsumerisme agama yang global seperti umrah (S.K. Dewi, 2017). Meskipun ada kritik atas makin berkurangnya nilai-nilai spiritual karena konsumerisme dan perubahan gaya hidup, masih banyak praktik umrah yang dipengaruhi nilai keagamaan, termasuk pemahaman terhadap sunah. Maka peran agen travel dalam menarik jemaah dengan memandang umrah sebagai ibadah, bukan hanya wisata atau rekreasi, sangatlah penting.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Antara Wisata dan Ibadah"

Dadi Darmadi

Dadi Darmadi

Dosen Antropologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus