Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Gunawan Lenyap tanpa Sulap

BAYANGKAN Gunawan Santosa -punya ilmu sehebat ilusionis David Copper-field.

8 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAYANGKAN Gunawan Santosa -punya ilmu sehebat ilusionis David Copper-field. Jika ilusionis asal New Jer-sey, AS, itu bisa lenggang-kangkung- -berjalan menembus Tembok Besar Cina yang tebalnya sampai sembilan meter, apa sulit-nya- melewati enam pintu besi Lembaga- Pemasyarakatan Narkotik Cipinang, Ja-karta, dan kabur ke alam bebas Jumat -pekan lalu.

Kalau ilmu Gunawan sudah setinggi itu, polisi tak perlu repot mengejarnya. Yang kita perlukan hanya doa, semoga- Tuhan kelak menghukumnya dengan berat- karena dia terbukti memerintahkan membunuh- Direktur Utama PT Asaba, Boedyharto Angsono. Vonis mati pengadil-an dunia mungkin dapat dielakkannya, tapi- semogalah vonis itu dilaksanakan Malaikat Maut di akhirat nanti.

Tapi Gunawan bukan Copperfield. Mungkin ia punya ilmu suap yang canggih, sesuatu yang mungkin justru tak dimiliki David. Omong kosong kalau ia bisa enak saja melewati ruang pengamanan maksimal, lalu begitu sempurna lolos menembus tujuh lapis pintu penghalang besi dan tembok beton penjara tanpa sedikit kerusakan ditinggalkan. Pelarian ini hanya membuktikan untuk kesekian kalinya: penjara Cipinang memang bermasalah. Sistem pengamanan dan orang-orang yang mengawal sistem itu buruk.

Masih belum hapus dari ingatan ketika dari bui itu Eddy Tansil, koruptor megaskandal Bank Bapindo yang makan uang negara sampai Rp 1,3 triliun, pada tahun 1996 juga- -enteng melenggang ke luar penjara dibantu petugas. Sampai- sekarang Tansil tak dapat ditangkap, yang tersisa- hanya gosip bahwa ia sudah kembali berbisnis di Cina sana. Pada tahun 2001, Ibrahim Abdul Wahab, narapidana pelaku peledakan bom Gedung Bursa Efek Jakarta, juga sukses menerjang pengamanan amburadul di sana. Lima bulan kemudian giliran Irwansyah, juga pelaku peledakan bom Bursa Efek Jakarta, lolos setelah melempar dua granat ke arah polisi. Granat itu kabarnya dipasok kelompoknya ke dalam penjara. Para buron itu lari tanpa bisa ditemukan lagi. Ada lagi Michael Roger, gembong narkotik kelas internasional, yang pada tahun 2001 mampu lolos dengan memalsukan surat putusan Mahkamah Agung.

Jika terus dibiarkan, pelarian demi pelarian ini bisa mem-buat hukum kita membusuk. Akan muncul anggapan-, -boleh saja jaksa mendakwakan hukuman berat, hakim- me-mu-tuskan vonis penjara yang panjang, tapi nanti kebebas-an bisa dibeli dari balik dinding penjara. Kesan kuat yang lain, uang ternyata tidak hanya ampuh membuat jaksajaksa kita mendakwakan hukuman- ringan, membuat hakim melupakan hu-kuman berat, tapi juga membuat aparat pen-jara membukakan pintu untuk terpidana menuju ke alam bebas. Artinya, yang harus dibenahi dalam sistem hukum kita bukan hanya proses penyelidikan, penyidikan, pengadilan, tapi juga pelaksanaan hukuman. Sebuah pekerjaan rumah yang berat, tapi harus dilakukan, dan diberi prioritas tinggi oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Penjara perlu diperhatikan. Cipinang ber-daya tampung 1.500 orang, tapi kini dijejali sampai 3.600 orang. Penjara sepenuh itu hanya dijaga 44 orang. Itu berarti satu orang di penjara itu harus mengawasi 80 orang narapidana! Bukan hanya rasio si-pir dan narapidana yang harus diseimbangkan, tapi unsur- manusianya juga perlu direhabilitasi, termasuk kesejah-tera-an sipir dan mental sipir yang umumnya buruk. Sudah men-jadi rahasia umum, di Cipinang dan penjara lainnya, jamak terjadi pemalakan kecil-kecilan untuk setiap jasa yang dibutuhkan-yang ironisnya dilakukan berkat kerja sama narapidana dan sipir.

Siapa pun pelaku yang membantu Gunawan kabur harus- dihukum. Ia bukan ilusionis. Mustahil ia lolos tanpa ban-tu-an- "orang dalam". Investigasi polisi harus mengungkap -biang keladi skandal paling memalukan, yaitu lolosnya nara-pidana dari sel khusus isolasi, sel yang konon tanpa celah untuk lolos saking ketatnya pengamanan.

Pelarian di Cipinang dan penjara yang lain bukanlah kisah baru. Semestinya pembenahan penjara sudah jauh-jauh hari dilakukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kasus pelarian Gunawan menunjukkan dua kemung-kin-an-. Pertama, kalau selama ini sudah dijalankan program- untuk melakukan koreksi dan pembenahan penjara, pelari-an Gunawan membuktikan bahwa program yang di-buat telah gagal-apalagi Gunawan merupakan nara-pidana yang- di-sekap di sel dengan pengamanan superketat. -Ke-mungkinan kedua, tidak pernah ada program yang jelas untuk membenahi penjara-penjara kita.

Kalau dua kemungkinan itu yang diketahui telah terjadi, tidak berlebihan jika Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia bertanggung jawab dengan cara mengundurkan diri. Saran ini disampaikan demi berkembangnya budaya tanggung jawab di negeri ini. Pejabat yang tidak berhasil melaksanakan tugas mesti berbesar hati mengakui kekurangannya, dan mengembalikan mandat yang diterimanya kepada presiden. n

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus