Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mirip sepak bola, perhelatan demokrasi akan indah- bila semua aturan dipatuhi. Pemenang boleh ber-jingkrak -sepuasnya, tapi yang kalah mesti berjiwa- besar. Menghargai lawan main sama pentingnya de-ngan menghargai permainan itu sendiri. Begitu pula menghormati lawan politik, sama pentingnya dengan meng-hormati demokrasi.
Sikap itulah yang tidak dimiliki oleh sebagian politisi ki-ta. Huru-hara yang terjadi di Tuban, Jawa Timur, baru-baru ini membuktikannya. Hanya beberapa hari setelah di-ada-kan pemilihan kepala daerah, anarki meluluh-lantak-kan kota ini. Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah di-bakar, pendopo bupati dihanguskan. Para perusuh juga menghancurkan sejumlah tempat usaha milik calon bupati yang menang.
Kerusuhan meletup sesudah hasil pemilihan kepala daerah- di-umumkan. Disokong Partai Golkar, pasangan Haeny -Relawati-Lilik Soehardjono memperoleh 51,75 persen sua-ra. Lawannya, Noor Nahar Husein-Go Tjong Ping, yang di-dukung PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa, mengantongi- 48,25 persen. Tapi hasil ini rupanya tidak bisa diterima oleh pen-dukung pasangan yang kalah. Mereka kecewa-, menuduh ada kecurangan, lalu mengumbar amarah lewat kekacauan.
Tak cukup disesali, kebrutalan itu patut dikutuk keras. Duga-an kecurangan tidak bisa dipakai alasan untuk membuat huru-hara. Apalagi panitia pengawas pemilihan telah lapor ke polisi. Jika kecurangan bisa ditelusuri, tentu akan dibawa ke pengadilan. Begitulah aturan mainnya. Pengadil-an bahkan bisa membatalkan hasil pemilihan jika kecurang-an terbukti.
Penyelesaian sengketa pemilihan Wali Kota Depok, Ja-wa Barat, bisa menjadi contoh. Saat itu Komisi Pemilih-an menetapkan Nurmahmudi sebagai pemenang. Tapi ca-lon wali kota yang kalah, Badrul Kamal, menolaknya dan membawa kasus kecurangan ke pengadilan. Ia sempat dimenangkan, tapi vonis ini kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung, akhir tahun lalu. Setelah gagal lagi mem-perjuangkan nasibnya lewat Mahkamah Konstitusi, akhirnya Badrul meng-akui kekalahannya dan menyalami Nurmahmudi.
Pasangan Noor Nahar-Tjong Ping seharusnya menempuh jalan yang sama dan tidak membiarkan pendukung mere-ka- mengamuk. Itu sebabnya kepolisian perlu bertindak tegas- untuk menegakkan aturan, salah satu unsur penting dalam pelaksanaan demokrasi. Bukan hanya pelaku ke-rusuhan yang perlu ditahan. Tokoh-tokoh partai yang berada di balik- huru-hara ini mesti pula dijerat. Apalagi ada indi-kasi, sejumlah perusuh yang ditangkap merupakan pendukung PDIP dan PKB. Terungkap pula sebagian perusuh bergerak dari kantor Partai Kebangkitan Bangsa.
Pelanggaran mereka sungguhlah berat. Para perusuh te-lah- merusak harta orang lain dan kantor pemerintah. -Me-nurut KUHP, merusak gedung dan bangunan bisa dihukum- 12 tahun penjara. Jika kerusuhan itu digerakkan tokoh-tokoh partai PKB dan PDIP, kedua partai ini, paling- tidak cabangnya di Tuban, bisa terseret. Sesuai dengan- UndangUndang Nomor 31/2002 tentang Partai Politik, pengadilan bisa membekukan partai yang melakukan ke-giatan yang melanggar hukum.
Dalam sepak bola, supporter yang mengamuk bisa membuat klub yang didukungnya dikenai sanksi. Aturan demo-krasi memang tidak persis seperti rambu-rambu dalam liga sepak bola, tapi nilai-nilainya sama: amat penting meng-hor-mati lawan main, aturan main, dan permainan itu sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo