Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Hukum adat dan keadilan di aceh

Vonis pn lhokseumawe, aceh atas pengedar ksob dan tssb, a hok mengejutkan. hukum adat dan islam telah mengakar dalam masyarakat aceh. undian tersebut dianggap judi sebagai perbuatan terlarang/haram.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Hukum adat dan keadilan di aceh
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Berita tentang vonis judi atas pengedar KSOB dan TSSB, yang terjadi di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Aceh Utara, sebenarnya dapat dikategorikan sebagai suatu putusan mengejutkan. Sebab, vonis itu berhubungan dengan KSOB dan TSSB, yang pengedarannya disahkan berdasarkan keputusan Menteri Sosial. Namun, bila dikaji lebih lanjut berdasarkan alasan hakim bersangkutan, vonis itu memang sesuai dengan bunyi pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Menurut TEMPO, hakim itu menyatakan bahwa masyarakat daerah Aceh (Pemda) menganggap kupon tersebut sama dengan judi. Bunyi pasal 27 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970 itu sebagai berikut. "Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai di hukum yang hidup dalam masyarakat." Lebih lanjut penjelasannya menyatakan, "Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu, ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberi putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat." Maka, berdasarkan pasal tersebut, putusan hakim yang menjatuhkan vonis bagi A Hok (pengedar tak berizin) dapat dikatakan sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat daerah bersangkutan. Sebab bagi masyarakat daerah yang berada dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Lhokseumawe Aceh Utara, putusan vonis itu sesuai dengan hukum adat setempat. Dan hukum adat itu telah menyatu dengan hukum agama (Islam) yang dianut masyarakat. Menurut hukum adat setempat, KSOB dan TSSB merupakan bentuk perjudian. Masyarakat dan Pemda Aceh mengklasifikasikan KSOB dan TSSB sebagai judi, karena mereka menganggap mudharatnya lebih banyak dari manfaatnya. Itu memang sangat relevan dengan pandangan hukum Islam, yang telah menyatu dengan masyarakat itu. Itu termaktub dalam Quran, surah Al-Baqarah, ayat 219 berikut. "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada kedua hal itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu mengenai apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah yang lebih besar dari keperluan. Kedua sistem hukum yang telah lama mengakar di masyarakat Aceh itu pada dasarnya kedua-duanya rnemang mengkategorikan judi sebagai perbuatan terlarang. Sementara itu, vonis hakim sendiri mendasarkan pada pasal 303 KUHP, yang pada ayat 3 menyatakan sebagdi berikut. "Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Namun, yang menjadi permasalahan kini, seandainya ada orang menganggap bahwa putusan itu merupakan suatu hal yang mengejutkan, maka pertanyaan yang mendasar, dapatkah TSSB dan KSOB digolongkan sebagai salah satu bentuk perjudian. Bila demikian halnya, akhirnya harus kembali pada pribadi masing-masing dan pihak yang berwenang menetapkan. Pasal 303 KUHP sendiri, sebagai dasar hukum yang dipakai hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe untuk memutuskan, tentu dapat dibenarkan. Asalkan saja perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan A Hok memenuhi rumusan-rumusan yang terdapat dalam pasal bersangkutan. Apakah putusan ini nanti akan juga diikuti hakim-hakim di pengadilan negeri lainnya? Ini tentu saja terpulang ke hakim bersangkutan. Sebab, di Indonesia tak mutlak berlaku asas preseden dalam peradilan, sebagaimana dianut negara-negara Anglo Saxon. Di negara Anglo Saxon, seorang hakim dalam memberikan suatu putusan terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan-keputusan hakim yang lebih tinggi atau sederajat tingkatnya, yang telah ada lebih dulu. Menurut pasal ini, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum RI. DESRI NOVIAN Mahasiswa FHUI Depok Jawa Barat .

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus