Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Indonesia Juara Menembak

Indonesia tak mendapatkan medali untuk menembak dalam Asian Games VIII. Padahal sejak dulu bangsa kita terkenal ahli dalam menembak dengan senjata api juga anak-anak Indonesia pandai menembak dengan katepel

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KATA wartawan, dalam Asian Games VIII Indonesia "tidak mendapat nomor" untuk menembak. Maksudnya balallkali tidak mendapat medali, sebab rasanya nomor itu ada saja. Misalnya nomor paling bawah, itu juga nomor. Kebetulan sekarang ini kita sedang menutup tahun, dan lazimnya ialah dengan cara menoleh ke belakang. Menoleh ke segala suka-duka dan untung-rugi dan menang-kalah kita di masa lalu. Nah, kita menolehlah ke belakang. Apa yang kita lihat? Indonesia pernah jadi juara dunia dalam menembak! Betul. Anak-anak kita menmang mahir sekali dalam menembak dengan katepel atau pelanting atau plentingan. Tapi bukan untuk itu kita jadi juara dunia. Kita ini juara menembak dengan segala senjata api, dari pestol sampai ke bedil sampai ke meriam. Pokoknya grand slam. Dalam soal toleh-menoleh ini tentu tidak ada peraturan bahwa yang ditoleh itu hanya tahun 1978 saja. Wim Gomies saja menoleh tujuh tahun ke belakang, kc saat dia merebut emas pertamanya di Bangkok juga. Jadi kalau kita menoleh seribu tahun ke belakangkan boleh saja. Tentu saja seribu tahun yang lalu itu belum ada pestol dan bedil. Tapi itu kan menurut ilmu sejarah resmi, artinya, sejarah yang diresmikan oleh kurikulum di universitas. Kalau menurut saya, itu senjata Pasopati yang dipegang Arjuna adalah bedil, atau meriam, atau bom atom. Pokoknya itu jelas bukan panah, apalagi katepel. Padahal Pasopati itu mungkin dari dua ribu tahun yang lalu. Tapi baiklah. Kita mundur empat ratus atau lima ratus tahun saja. Ketika itu di dunia jelas sudah ada senjata api. Bahkan meriam-meriam buatan Indonesia kalibernya masih lebih hebat dari yang buatan Eropa . Itu diakui pada tahun 1589 oleh seorang Belanda yang bernama Jan Huygens van Linschoten. Nah, sinyo Jan ini kita kenal semua. Di SD saja kita sudah disuruh menghafal namanya, dan kerjanya. Apa kerjanya? Melancong ke Indonesia. Cuma itu. Padahal dia juga menulis buku yang masyhur mengenai pelancongannya. Tapi dasar kita ini lebih suka melancong daripada membaca, maka kita juga tidak pernah membaca bukunya meneer Jan. Maka itu kita tidak pernah tahu bahwa kita ini sebenarnya juara dunia dalam produksi meriam raksasa. Meriam-meriam raksasa ini bikinan para teknologiwan Aceh. Jadi jangan kira bahwa orang Aceh itu bisanya cuma bikin rencong saja! Kalau dalam soal tembak-menembak, uhh! . . . tahun 1500 saja kita sudah juara. Yang pertama kali menyatakan ini ialah seorang sarjana Portugal yang bernama Duarte Barbosa. Dia itu berada di Asia Tenggara dari tahun 1500 sampai tahun 1517. Tujuh belas tahun meneliti di Asteng, itu kan cukup lama, bukan? Jadi omongan berikut ini bukan sekedar keluar dari mulut wisatawan pengunjung kilat saja. Begini katanya kira-kira: "Di mana-mana penduduk pulau Jawa itu masyhur sebagai ahli pembuat artileri, maupun sebagai penembak dengan artileri." Nah, yang namanya "di mana-mana" itu di mana saja? Katakan saja di dunia. Apa salahnya? Kan ketika itu Asteng sudah dikunjungi orang dari segala pelosok dunia? Siapa tahu, mereka itu "di mana-mana" mendongeng bahwa orang Indonesia itu juara menembak. Tambah Barbosa: "Sebagai penembak-penembak ulung, orang-orang di Jawa itu dicari dan dipakai di mana-mana. Orang Bugis Dan Catherine Deneuve Nah, di mana-mana lagi! Dan dipakai buat apa? Barangkali buat perang, barangkali buat pertandingan internasional, siapa tahu? Pokoknya, semua ini kita juga tidak pernah tahu, sebab kita tidak pernah disuruh membaca buku-bukunya Barbosa. Sialan kita ini! Kok lebih suka percaya bahwa bangsa kita ini goblok abadi! Pengakuan berikutnya datang seratus tahun-kemudian dari seorang yang bernama John Jourdain. Tahun 1613 dia datang ke Makasar, lalu menulis bahwa raja dan rakyat Makasar itu sangat ahli ("very exper") dalam menembak dengan senjata api, dengan "bedil dan senjata api lainnya," katanya. Nah grand slam lagi! Sekarang tahulah anda kenapa orang Bugis dulu itu galak-galak semua. Sudah berani mati, jago nembak pula. Orang-orang dari seluruh dunia memang gemetar kalau disuruh menghadapi pejuang-pejuang Bugis. Sekarang anda tentu bertanya, kejuaraan dunia menembak itu digondol Indonesia dalam pertandingan apa? Itu sih bagaimana maunya kita saja. Kita mau pertandingan model WBF atau IBF, atau BF-BF lainnya, terserah pilih yang mana (BF itu singkatan Bedil Fatal). Kita pilih IBF? Jelas kita dong yang juara dunia! Tapi kenapa harus pakai pertandingan segala? Semua majalah dan koran, termasuk koran Kompas, mengatakan bahwa Catherine Deneuve itu wanita yang paling cantik di dunia. Lho, hasil pertandingan apa ini??

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus