KATA wartawan, dalam Asian Games VIII Indonesia "tidak mendapat
nomor" untuk menembak. Maksudnya balallkali tidak mendapat
medali, sebab rasanya nomor itu ada saja. Misalnya nomor paling
bawah, itu juga nomor.
Kebetulan sekarang ini kita sedang menutup tahun, dan lazimnya
ialah dengan cara menoleh ke belakang. Menoleh ke segala
suka-duka dan untung-rugi dan menang-kalah kita di masa lalu.
Nah, kita menolehlah ke belakang. Apa yang kita lihat? Indonesia
pernah jadi juara dunia dalam menembak!
Betul. Anak-anak kita menmang mahir sekali dalam menembak dengan
katepel atau pelanting atau plentingan. Tapi bukan untuk itu
kita jadi juara dunia. Kita ini juara menembak dengan segala
senjata api, dari pestol sampai ke bedil sampai ke meriam.
Pokoknya grand slam.
Dalam soal toleh-menoleh ini tentu tidak ada peraturan bahwa
yang ditoleh itu hanya tahun 1978 saja. Wim Gomies saja menoleh
tujuh tahun ke belakang, kc saat dia merebut emas pertamanya di
Bangkok juga. Jadi kalau kita menoleh seribu tahun ke
belakangkan boleh saja. Tentu saja seribu tahun yang lalu itu
belum ada pestol dan bedil. Tapi itu kan menurut ilmu sejarah
resmi, artinya, sejarah yang diresmikan oleh kurikulum di
universitas. Kalau menurut saya, itu senjata Pasopati yang
dipegang Arjuna adalah bedil, atau meriam, atau bom atom.
Pokoknya itu jelas bukan panah, apalagi katepel. Padahal
Pasopati itu mungkin dari dua ribu tahun yang lalu.
Tapi baiklah. Kita mundur empat ratus atau lima ratus tahun
saja. Ketika itu di dunia jelas sudah ada senjata api. Bahkan
meriam-meriam buatan Indonesia kalibernya masih lebih hebat dari
yang buatan Eropa . Itu diakui pada tahun 1589 oleh seorang
Belanda yang bernama Jan Huygens van Linschoten. Nah, sinyo Jan
ini kita kenal semua. Di SD saja kita sudah disuruh menghafal
namanya, dan kerjanya. Apa kerjanya? Melancong ke Indonesia.
Cuma itu. Padahal dia juga menulis buku yang masyhur mengenai
pelancongannya. Tapi dasar kita ini lebih suka melancong
daripada membaca, maka kita juga tidak pernah membaca bukunya
meneer Jan. Maka itu kita tidak pernah tahu bahwa kita ini
sebenarnya juara dunia dalam produksi meriam raksasa.
Meriam-meriam raksasa ini bikinan para teknologiwan Aceh. Jadi
jangan kira bahwa orang Aceh itu bisanya cuma bikin rencong
saja!
Kalau dalam soal tembak-menembak, uhh! . . . tahun 1500 saja
kita sudah juara. Yang pertama kali menyatakan ini ialah seorang
sarjana Portugal yang bernama Duarte Barbosa. Dia itu berada di
Asia Tenggara dari tahun 1500 sampai tahun 1517. Tujuh belas
tahun meneliti di Asteng, itu kan cukup lama, bukan? Jadi
omongan berikut ini bukan sekedar keluar dari mulut wisatawan
pengunjung kilat saja. Begini katanya kira-kira: "Di mana-mana
penduduk pulau Jawa itu masyhur sebagai ahli pembuat artileri,
maupun sebagai penembak dengan artileri."
Nah, yang namanya "di mana-mana" itu di mana saja? Katakan saja
di dunia. Apa salahnya? Kan ketika itu Asteng sudah dikunjungi
orang dari segala pelosok dunia? Siapa tahu, mereka itu "di
mana-mana" mendongeng bahwa orang Indonesia itu juara menembak.
Tambah Barbosa: "Sebagai penembak-penembak ulung, orang-orang di
Jawa itu dicari dan dipakai di mana-mana.
Orang Bugis Dan Catherine Deneuve
Nah, di mana-mana lagi! Dan dipakai buat apa? Barangkali buat
perang, barangkali buat pertandingan internasional, siapa tahu?
Pokoknya, semua ini kita juga tidak pernah tahu, sebab kita
tidak pernah disuruh membaca buku-bukunya Barbosa. Sialan kita
ini! Kok lebih suka percaya bahwa bangsa kita ini goblok abadi!
Pengakuan berikutnya datang seratus tahun-kemudian dari seorang
yang bernama John Jourdain. Tahun 1613 dia datang ke Makasar,
lalu menulis bahwa raja dan rakyat Makasar itu sangat ahli
("very exper") dalam menembak dengan senjata api, dengan
"bedil dan senjata api lainnya," katanya. Nah grand slam lagi!
Sekarang tahulah anda kenapa orang Bugis dulu itu galak-galak
semua. Sudah berani mati, jago nembak pula. Orang-orang dari
seluruh dunia memang gemetar kalau disuruh menghadapi
pejuang-pejuang Bugis.
Sekarang anda tentu bertanya, kejuaraan dunia menembak itu
digondol Indonesia dalam pertandingan apa? Itu sih bagaimana
maunya kita saja. Kita mau pertandingan model WBF atau IBF, atau
BF-BF lainnya, terserah pilih yang mana (BF itu singkatan Bedil
Fatal). Kita pilih IBF? Jelas kita dong yang juara dunia!
Tapi kenapa harus pakai pertandingan segala? Semua majalah dan
koran, termasuk koran Kompas, mengatakan bahwa Catherine Deneuve
itu wanita yang paling cantik di dunia. Lho, hasil pertandingan
apa ini??
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini