Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pahitnya air, manisnya kredit

Produksi beras simalungun terus merosot. akibat banyak sistem irigasi yang rusak. daerah yang pernah surplus beras itu, terpaksa minta bantuan. (dh)

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI awal 1970-an, Simalungun satu kabupaten di Sumatera Utara, mencatat produksi gabah rata-rata 150 ribu ton setahun. Sejak 1976 merosot. Tahun itu dihasilkan 80 ribu, tahun berikutnya malah 50 ribu ton saja. Maka, jika dulu Bupati BF Silalahi SH sering dengan lantang mengatakan Simalungun surplus beras, sekarang sebaliknya. Tak jarang ia minta bantuan beras ke mana-mana. Silalahi sadar apa yang terjadi. Ada satu sebab yang harus ditanggulangi. "Irigasi-irigasi sudah tua. Umumnya tidak berfungsi lagi," begitu kata Silalahi. Irigasi yang ada rata-rata peninggalan aman Belanda, buatan 19081916. Perbaikan memang pernah dilakukan. Tapi hanya tambal sulam saja. Lagi-lagi karena biaya. Hasilnya, "beberapa bulan kemudian yah, sekarat lagi." Perbaikan tambal sulam itu akhirnya distop sama sekali. Jadinya 60.000 hektar persawahan rakyat kehausan. "Untuk memperoleh satu ton padi dalam satu hektar saja sudah payah," keluh petani. Lebih-lebih ketika hama wereng menyerang sengit lewat setahun lalu. Belakangan petani jadi putus asa. Tak mau menanam padi lagi. Hanya setelah petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) datang membujuk petani bisa diselamatkan dari ancaman tidak memproduksi padi sama sekali. Mereka dipancing dengan manisnya kredit Bimas. Oknum Pejabat Mula-mula kredit itu terasa enak. Setahun berikutnya, karena air tetap tekor, panen tetap gagal. Yang tadi terasa enak, belakangan membuat hutang semakin membengkak. Terakhir tunggakan petani dalam hal kredit Bimas meliputi Rp 381 juta lebih. Secara kebetulan di tahun 1976 Menteri. PUTL (ketika itu) Sutami singgah di Sana. Sebagai lazimnya, Sutami memberi janji dan harapan. Janji itu tak meleset. seluruh irigasi yang ada diteliti. Tapi karena biayanya bakal bermilyar rupiah, perbaikan dilakukan bertahap. Menghabiskan biaya lebih dari Rp 350 juta, sampai September lalu selesai 5 proyek termasuk kantor irigasi dan sebuah gudang. Tapi persoalan baru kemudian timbul. "Irigasi yang baru itu hanya mengairi sawah segelintir saja," ucap seorang petani bermarga Simbolon. Celakanya lagi, dikabarkan rata-rata baru sawah milik oknum pejabat saja yang sudah kebagian air. Keadaan serupa ini menurut para petani dapat semakin menghambat mereka mengembalikan kredit Bimas. Sementara itu belum diketahui kapan seluruh irigasi selesai sehingga pembagian air merata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus