Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sutradara: David Yates
Skenario: J.K Rowling dan Steve Kloves
Cerita: J.K Rowling
Pemain: Eddie Redmayne, Jude Law, Ezra Miller, Mads Mikkelsen
* * *
Kedua penyihir sakti mandraguna itu duduk berhadapan di sebuah kafe. Kita kembali ke tahun 1930 ketika Profesor Albus Dumbledore (Jude Law) tengah berhadapan dengan lelaki yang pernah dicintainya: Gellert Grindelwald (kali ini Johnny Depp diganti oleh aktor Denmark Mads Mikkelsen). Grindelwald mengingatkan, "kau pernah berjanji akan mengubah dunia bersama-samaku."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"…karena saat itu aku jatuh cinta padamu."
Ketika trailer film ini beredar, sebetulnya kata "secret" pada judul yang bercita-cita untuk provokatif itu bukan rahasia lagi. Tahun 2007 lalu, setelah novel terakhir Harry Potter meluncur, tiba-tiba saja penulis J.K Rowling membuat pernyataan tentang Dumbledore, sang Guru dari segala guru dunia sihir yang bijak bestari itu.
Sang penulis yang mengungkap bahwa "Dumbledore seorang gay, dan di masa mudanya dia mempunyai hubungan khusus dengan Gellert Grindelwalt." Pernyataan itu tak memiliki relevansi apapun dengan ketujuh novel Harry Potter yang menjadi serangkaian novel terlaris di masanya dan menjadi franchise luar biasa yang menghasilkan film dan theme park di berbagai negara.
Baru belakangan masyarakat pecinta jagat Harry Potter memahami bahwa Rowling tengah menyiapkan sebuah prekuel dengan peran utama Newt Scamander. Dia adalah si pecinta binatang fantastis yang mampu menaklukkan para hewan ganjil dan memasukkan mereka ke dalam koper yang merupakan jagat para hewan. Adapun nama Scamander disebut-sebut dalam serial Harry Potter sebagai salah satu penulis buku Fantastic Beast yang menjadi bacaan wajib mereka.
Lalu apakah jagat Scamander dengan pelbagai keajaiban hewan yang diasuhnya itu bisa menunaikan rasa kehilangan para pembaca dan penonton Harry Potter?
Film ini dimulai dengan protagonis Newt Scamander (Eddie Redmayne) yang berada di Kweilin, Cina, pada tahun 1932. Dia berupaya menyelamatkan Qilin, seekor hewan ajaib –berbentuk seperti kijang, berwajah illama—yang mampu melihat kebersihan dan nurani jiwa manusia.
Kemampuan luar biasa inilah yang membuat Newt ekstra hati-hati karena Qilin yang tengah diawasinya itu baru saja melahirkan bayi kembar. Dan benar saja, gerombolan penyihir Grindelwald sudah berada di sana, membunuh sang induk dan menculik salah satu dari kembaran itu. Newt berhasil menyelamatkan satu bayi Qilin yang langsung dia selipkan ke dalam kopernya.
Selanjutnya kita mafhum, kisah ini mencoba merefleksikan bagaimana dunia sudah dikuasai oleh kekuatan populisme. Gellert Grindewald yang dulu berstatus buron karena telah membunuh banyak penyihir justru sangat populer di kalangan rakyat. Dia menjual kampanye untuk menghapus kaum no-maj (itu istilah bagi kaum muggle, alias manusia biasa tanpa kekuatan sihir) dari muka bumi.
Dengan ambisi Grindewald memimpin Dunia Penyihir segala bangsa, dan "membuat dunia lebih murni untuk melindungi bangsa kami", maka Dumbledore merasa sangat bertanggung jawab menghadang rencana besar lelaki yang pernah dicintainya itu. Problemnya bukan soal kesaktian karena Dumdledore adalah penyihir sakti mandraguna tiada tanding. Tetapi, seperti yang pernah diungkapkan pada seri kedua film ini Fantastic Beast: Crimes of Grindelwald, dua penyihir itu pernah mempunyai sumpah darah yang sangat berarti di dalam dunia sihir. Sumpah darah itu tak bisa dilanggar.
Dibanding kedua pendahulunya, sesungguhnya film ketiga ini lebih memiliki fokus cerita. Plot menukik ke dalam hubungan duo penyihir besar yang di masa muda begitu intim dan kelak berhadapan sebagai lawan. Pertemuan mereka di kafe itu sesungguhnya bukan upaya Dumbledore untuk membujuk Grindewald menghentikan hasratnya menguasai dunia, melainkan karena dia ingin berusaha melepas diri dari sumpah darah yang mengikat.
Ambisi Grindewald yang demonic -untuk menghapus ras manusia biasa- bukan hanya berbahaya, tetapi suatu rencana paling keji dan mengerikan yang harus ditumpas. Apalagi Dumbledore sangat tahu, penculikan hewan agung Qilin itu sudah pasti akan digunakan Grindewald untuk menguatkannya dalam pemilihan Pimpinan Penyihir dunia.
Dengan penampilan Jude Law yang majestic dan agung serta bijak bestari melawan Mad Mikkelsen yang jauh lebih keji dan meyakinkan dibandingkan tafsir Johnny Depp yang teaterikal, seharusnya episode ini bisa dikatakan bagian paling solid dibanding kedua pendahulunya. Bahwa peran Eddie Redmayne sebagai Newt Scamander dan terutama Tina Goldstein (Katherine Waterston) tersingkir ke tepi, seri ini tak lagi mengutamakan satu tokoh sebagai pembaca cerita dalam jagat sihir Hogwarts seperti halnya serial Harry Potter.
Namun sukses serial ini amat sangat jauh dari demam Harry Potter. Bukan saja karena tokoh-tokohnya tak terlalu melekat di hati dan benar seperti halnya tokoh-tokoh Harry Potter, serial ini mengandung banyak keributan di luar karya itu sendiri. Kontroversi pada masa-masa persiapan, dari kasus Johnny Depp, hingga kasus Ezra Miller, dan belum lagi J.K Rowling yang giat menyerang kiri kanan soal transgender yang membuat sebagian pembaca maupun pemeran Harry Potter mengkritik dan menjaga jarak darinya, film ini kemudian cukup terganggu citranya jauh sebelum peluncuran resmi.
Faktor lain, meski situasi pandemi dianggap sudah akan memasuki ke masa endemi, namun belum banyak penonton yang bersedia kembali ke bioskop seperti biasa. Faktor terakhir ini pula yang masih menjadi persoalan dunia film di seluruh dunia.
Film Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore tetap bisa dianggap sebagai satu karya yang menghibur meski jalan cerita sangat mudah ditebak.
LEILA S. CHUDORI
Baca juga:
Fantastic Beasts 3 Jadi Film Harry Potter dengan Pendapatan Terendah