Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Juru Selamat Bank Muamalat

Bank Muamalat butuh suntikan modal untuk mencegah kebangkrutan. Pelajaran agar tidak mencampurkan kepentingan politik dengan bisnis.

27 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Juru Selamat Bank Muamalat/Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masuknya investor untuk menyelamatkan Bank Muamalat merupakan langkah baik. Sebab, jika bank yang mulai beroperasi pada Mei 1991 itu bangkrut, stabilitas sistem keuangan Indonesia sedikit-banyak pasti terpengaruh. Di masa depan, tujuan-tujuan nonbisnis sebaiknya tidak dijadikan dasar pendirian lembaga finansial seperti bank.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kita tahu, Bank Muamalat dibangun tak lepas dari kepentingan pemerintah Soeharto merangkul kelompok-kelompok Islam. Usulnya datang dari Majelis Ulama Indonesia, sebagai tindak lanjut hasil lokakarya “Masalah Bunga Bank dan Perbankan” yang diadakan pada pertengahan 1990. Lembaga ini kemudian menggandeng Bacharuddin Jusuf Habibie, yang peran politiknya di hadapan Soeharto menguat setelah memimpin Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ditopang kekuatan politik, bank ini tumbuh cepat. Apalagi Presiden Soeharto kemudian mengimbau jemaah haji membeli saham bank ini sekurang-kurangnya Rp 10 ribu, dengan menyisihkan sebagian biaya transportasi mereka. “Anjuran” dari rezim yang otoriter pada masa itu, tentu saja, sama dengan perintah. Walhasil, terkumpullah dana untuk menambah modal bank syariah pertama ini.

Sayangnya, Bank Muamalat tidak dijalankan dengan tata kelola yang benar. Bank ini pelan-pelan kelihatan keropos setelah kekuatan utama penopangnya, yakni Soeharto, ambruk. Ketika krisis ekonomi melibas bank-bank umum pada 1998, bank syariah ini seolah-olah perkasa bertahan. Kenyataannya tidak demikian. Kredit macet di bank ini mencapai lebih dari 60 persen. Bank Muamalat mencatat kerugian hingga Rp 105 miliar. Ekuitasnya kurang sepertiga dari setoran awal. Bank ini selamat ketika dana global masuk melalui bantuan Islamic Development Bank.

Sejarah berjalan. Bank Muamalat menemui masalah yang sama belasan tahun kemudian. Sejak 2015, bank ini mengalami problem permodalan. Penyebabnya, pemegang saham lama tak lagi bisa menyuntikkan dana segar. Puncaknya terjadi dua tahun kemudian. Rasio kecukupan modalnya turun menjadi 11,58 persen, tepat pada batas minimal yang ditentukan. Pembiayaan bermasalah pun membubung melebihi ketentuan, walau kemudian membaik pada kuartal pertama tahun lalu.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan, setidaknya perlu dana Rp 4-8 triliun untuk menyelamatkan Bank Muamalat. Sejumlah investor sempat dikabarkan bakal masuk, seperti PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia. Namun mereka menemui jalan buntu dengan berbagai sebab. Bukan kebetulan jika kemudian muncul Al Falah Investments milik Ilham Habibie, putra Bacharuddin Jusuf Habibie, yang memiliki peran besar dalam pendirian bank ini.

Al Falah, yang dibentuk Ilham dengan menggandeng SSG Capital, perusahaan investasi asal Hong Kong, menjadi pembeli siaga saham Muamalat senilai Rp 2 triliun. Masalahnya, karena pengumpulan modal itu dilakukan dengan penerbitan saham baru, saham pemilik lama akan terdelusi. Mereka yang pada awal pembentukan bank ikut menyetorkan modal merupakan pihak paling dirugikan.

Dilema ini harus menjadi catatan penting bagi pengelolaan ekonomi Indonesia ke depan. Bisnis punya hukumnya sendiri, yang tak bisa dicampurkan dengan kepentingan-kepentingan nonbisnis. Kebijakan afirmatif bermotif politik untuk membangun lembaga finansial akan memunculkan problem pelik di masa mendatang.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus