Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ROBERT Priantono Bonosusatya sungguh dekat dengan penambangan ilegal di area izin usaha pertambangan PT Timah di Bangka Belitung. Nama pengusaha itu juga tak bisa dilepaskan dari dugaan korupsi tata niaga timah yang sedang disidik Kejaksaan Agung. Namun, beberapa waktu setelah kasus itu bergulir, status hukum Robert Bonosusatya belum berubah dari saksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejaksaan Agung masih meloloskan Robert meski telah memeriksanya selama 13 jam pada 1 April 2024. Penyidik baru menetapkan status tersangka kepada Suparta dan Reza Ardiansyah, direktur utama dan direktur pengembangan usaha 2015-2022 PT Refined Bangka Tin, perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Robert. Kejaksaan menyatakan pemeriksaannya dalam kasus yang disebut-sebut merugikan negara hingga Rp 271 triliun itu “hanya untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua tersangka lain, Harvey Moeis dan Helena Lim, pun diduga memiliki kedekatan dengan Robert. Kejaksaan menyatakan Harvey adalah perwakilan PT Refined Bangka Tin yang menghubungi Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani pada 2018-2019—ia juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Harvey disebut meminta Riza mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah PT Timah. Dari kegiatan ilegal ini ia menerima setoran menggunakan kedok kegiatan sosial melalui perusahaan pimpinan Helena Lim.
Robert dan pengacaranya telah membantah dugaan kaitan dengan PT Refined Bangka Tin, walaupun—entah kebetulan atau tidak—inisial keduanya identik: RBT. Dokumen legal perusahaan itu juga tak mencantumkan nama Robert sebagai pemilik saham. Namun puzzle fakta dalam kasus dugaan korupsi pertambangan timah ini jelas mengarah pada keterlibatan pengusaha yang dekat dengan banyak petinggi kepolisian tersebut. Karena itu, Kejaksaan Agung tak perlu ragu membuka peran Robert lebih jauh.
Hubungan khusus antara pengusaha dan petinggi lembaga penegak hukum dalam berbagai kasus korupsi di negeri ini kerap terjalin. Pengusaha model itu memiliki keistimewaan ketika dia atau bisnisnya menghadapi kasus hukum. Penyidik menghadapi hambatan besar untuk menyeretnya ke pengadilan. Padahal kejahatan lingkungan seperti yang dilakukan dalam penambangan ilegal di Bangka Belitung jelas akan merugikan negara dalam waktu panjang.
Pada Jumat, 26 April 2024, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka baru dari pemerintah daerah dan perusahaan smelter yang terlibat. Total penyandang status tersangka kasus itu 21 orang. Tujuan penegakan hukum, antara lain menghentikan kejahatan lingkungan, tak akan terwujud jika hanya pelaku teknis seperti mereka yang diproses ke pengadilan. Kejaksaan mesti lebih serius menjerat aktor besarnya.
Kejaksaan Agung tak selayaknya memainkan “populisme hukum”. Publik digiring memberi perhatian lebih pada nilai besar hitungan kerugian negara, yang mencapai Rp 271 triliun, serta nama populer yang terlibat. Tersangka Harvey Moeis kini juga lebih dikenal sebagai suami Sandra Dewi, selebritas yang lebih banyak mendapat perhatian penyuka gosip. Populisme hukum seperti ini bisa mengaburkan fokus keterlibatan tokoh yang seharusnya lebih layak dituntut pertanggungjawabannya.