Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Populisme Hukum dalam Korupsi Timah

Kejaksaan perlu berfokus pada aktor utama korupsi timah di Bangka Belitung. Hindari populisme hukum.

28 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Populisme Hukum Kasus Timah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROBERT Priantono Bonosusatya sungguh dekat dengan penambangan ilegal di area izin usaha pertambangan PT Timah di Bangka Belitung. Nama pengusaha itu juga tak bisa dilepaskan dari dugaan korupsi tata niaga timah yang sedang disidik Ke­jaksaan Agung. Namun, beberapa waktu setelah kasus itu ber­gulir, status hukum Robert Bonosusatya belum berubah dari saksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejaksaan Agung masih meloloskan Robert meski telah me­meriksanya selama 13 jam pada 1 April 2024. Penyidik baru menetapkan status tersangka kepada Suparta dan Reza Ardiansyah, di­rektur utama dan direktur pengembangan usaha 2015-2022 PT Refined Bangka Tin, perusahaan yang diduga ter­­afiliasi dengan Robert. Kejaksaan menyatakan pemeriksaannya dalam kasus yang disebut-sebut merugikan negara hi­ngga Rp 271 triliun itu “hanya untuk memperkuat pem­buktian dan melengkapi pemberkasan”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua tersangka lain, Harvey Moeis dan Helena Lim, pun diduga memiliki kedekatan dengan Robert. Ke­jaksaan menyatakan Harvey adalah perwakilan PT Re­fined Bangka Tin yang menghubungi Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani pada 2018-2019—ia juga telah di­tetapkan sebagai tersangka. Harvey disebut meminta Riza meng­akomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah PT Timah. Dari kegiatan ilegal ini ia menerima setoran menggunakan ke­dok kegiatan so­sial melalui perusahaan pimpinan Helena Lim.

Robert dan pengacaranya telah membantah du­gaan kaitan dengan PT Refined Bangka Tin, walaupun—entah ke­betulan atau tidak—inisial keduanya identik: RBT. Dokumen legal perusahaan itu juga tak mencantumkan nama Robert se­bagai pe­milik saham. Namun puzzle fakta dalam kasus dugaan ko­rupsi pertambangan timah ini jelas mengarah pada keterlibatan pengusaha yang dekat dengan banyak petinggi kepolisian ter­sebut. Karena itu, Kejaksaan Agung tak perlu ragu membuka peran Robert lebih jauh.

Hubungan khusus antara pengusaha dan petinggi lembaga penegak hukum dalam berbagai kasus korupsi di negeri ini kerap terjalin. Pengusaha model itu memiliki keistimewaan ketika dia atau bisnisnya menghadapi kasus hukum. Penyidik menghadapi hambatan besar untuk menyeretnya ke pengadilan. Padahal kejahatan lingkungan seperti yang dilakukan dalam pe­nambangan ilegal di Bangka Belitung jelas akan merugikan negara dalam waktu panjang.

Pada Jumat, 26 April 2024, Kejaksaan Agung me­netapkan lima tersangka baru dari pemerintah daerah dan perusahaan smelter yang terlibat. Total pe­nyandang status tersangka kasus itu 21 orang. Tu­juan penegakan hukum, antara lain menghentikan ke­jahatan ling­kungan, tak akan terwujud jika hanya pe­laku teknis seperti mereka yang diproses ke pengadilan. Ke­jaksaan mesti lebih serius men­jerat aktor besarnya.

Kejaksaan Agung tak selayaknya memainkan “po­pulisme hukum”. Publik digiring memberi perhatian lebih pada nilai besar hitungan kerugian negara, yang mencapai Rp 271 triliun, serta nama populer yang terlibat. Tersangka Harvey Moeis kini juga lebih di­kenal sebagai suami Sandra Dewi, selebritas yang lebih banyak mendapat perhatian penyuka gosip. Populisme hukum se­perti ini bisa mengaburkan fokus keterlibatan tokoh yang seharusnya lebih layak dituntut pertanggungjawabannya.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus