Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ESKALASI konflik Timur Tengah, terutama setelah Iran membalas serangan Israel, berpotensi merusak stabilitas ekonomi regional dan global. Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi rapuh, tak akan luput dari dampak negatif konflik regional tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu ancaman bagi perekonomian global adalah lonjakan harga minyak. Konflik di Timur Tengah, kawasan penghasil minyak terbesar dengan Iran sebagai salah satu pemain kuncinya, sangat berpotensi mengganggu pasokan minyak global. Iran, dengan posisinya di tepi Selat Hormuz yang strategis, juga bisa dengan mudah mempengaruhi jalur pengiriman minyak dunia. Tindakan Iran baru-baru ini menahan kapal pengangkut minyak yang diklaim terafiliasi dengan Israel merupakan indikasi serius. Bayangkan apa yang akan terjadi bila Iran sampai memblokade Selat Hormuz.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai negara importir minyak, Indonesia bisa terkena dampak langsung ketegangan di Timur Tengah. Kenaikan tajam harga bahan bakar minyak dunia bakal menghantam perekonomian domestik. Inflasi dalam negeri bisa membubung, daya beli masyarakat rawan anjlok, dan sektor rentan seperti transportasi dan industri manufaktur bakal makin terbebani.
Pemerintah Indonesia memang telah merespons ketegangan di Timur Tengah itu dengan sejumlah langkah. Rapat koordinasi antarmenteri menyusun strategi mitigasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, misalnya, membuat simulasi subsidi energi dengan mempertimbangkan perkiraan harga minyak dan kurs rupiah terbaru. Pertanyaannya: apakah langkah-langkah itu cukup efektif menghadapi ancaman eksternal yang sebagian besar di luar kendali kita?
Untuk menghadapi krisis global yang makin kompleks, Indonesia semestinya berfokus pada perbaikan ekonomi internal. Salah satu langkah penting adalah mengurangi defisit anggaran yang makin lebar. Itu tentu tidak mudah. Kenaikan harga minyak dunia memberikan tekanan tambahan pada fiskal negara, terutama akibat beban subsidi energi yang makin berat.
Karena itu, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam alokasi anggaran. Hindari pemborosan dengan menghentikan megaproyek yang tidak mendesak seperti pembangunan ibu kota negara baru. Pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto juga mesti melihat ancaman ini ketika mengimplementasikan janji kampanye yang butuh anggaran besar.
Indonesia juga semestinya mengintensifkan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di dalam negeri. Praktik korupsi yang merajalela merusak kepercayaan investor sekaligus memperburuk iklim bisnis. Karena itu, pemerintah mesti konsisten menerapkan regulasi yang transparan dan berpihak kepada kepentingan umum, bukan kepada segelintir orang yang memanfaatkan situasi sulit untuk keuntungan pribadi.
Langkah-langkah tersebut bukan hanya penting untuk mengamankan ekonomi domestik dari tekanan eksternal. Upaya serupa diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada investor dan pasar bahwa Indonesia tetap stabil dan mampu menghadapi tantangan global.
Sembari memperbaiki diri, Indonesia tidak boleh melupakan tanggung jawab kemanusiaan terhadap korban di negara yang mengalami krisis. Dengan begitu, Indonesia bisa memberikan energi positif di tengah ketegangan global tanpa mengorbankan kestabilan ekonomi internal.
Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Resep Domestik Menghadapi Konflik Timur Tengah".