Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jumlah pemudik pada Lebaran 2023 melonjak tajam.
Infrastruktur jalan tidak akan mampu menahan lonjakan jumlah kendaraan yang melintas.
Perlu pengaturan yang ketat untuk menghindari kemacetan panjang lalu lintas.
MUDIK dan kemacetan lalul lintas merupakan sebab-akibat yang terjadi saban tahun. Tanpa pengelolaan yang baik, kedua peristiwa itu mudah berubah menjadi malapetaka. Pada 2016, 12 orang meninggal di pintu jalan tol Brebes, Jawa Tengah. Kemacetan 20 kilometer selama tiga hari berturut-turut membuat pemudik mengalami kelelahan dan kekurangan makanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap tahun, mudik menyimpan persoalan yang sama: jumlah orang yang pulang kampung membeludak—kuantitas yang tak bisa ditampung oleh ruas jalan. Tak perlu nyinyir mempersoalkan budaya mudik—tradisi yang telah ada puluhan tahun seiring dengan urbanisasi atau sebab lain. Bagaimanapun, mudik punya banyak manfaat, dari distribusi kekayaan hingga sisi baik silaturahmi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati status pandemi Covid-19 belum berakhir, mudik tahun ini merupakan mudik pertama setelah pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat pada Desember 2022. Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah pemudik mencapai 123,8 juta orang, meningkat 44 persen dibanding pada tahun lalu. Dengan jumlah pemudik yang setara dengan 45 persen jumlah penduduk Indonesia, pemerintah dan masyarakat harus menyadari bahwa ruas jalan—termasuk proyek-proyek infrastruktur yang beberapa tahun terakhir digenjot pembangunannya— tidak sanggup menampung jutaan kendaraan yang melintas dalam waktu bersamaan.
Apalagi moda transportasi yang digunakan pemudik tidak berubah dari tahun sebelumnya, yakni kendaraan pribadi. Survei Kementerian Perhubungan menyebutkan, dari semua pemudik, 27,32 juta orang menggunakan mobil dan 23,13 juta orang mengendarai sepeda motor. Semestinya pemerintah lebih gencar menyediakan transportasi umum dan mendorong pemudik menggunakannya. Salah satu caranya adalah membuka rute-rute baru moda transportasi laut atau darat yang memungkinkan pemudik membawa kendaraan bermotor.
Penyebab ketidakinginan pemudik menumpang kendaraan umum adalah mereka membutuhkan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi di kampung halaman. Di luar itu, ada urusan ketidaknyamanan sarana transportasi umum. Kebijakan mempermudah pemilikan kendaraan pribadi—untuk menguatkan industri otomotif atau sebab lain—dan tak memprioritaskan kendaraan umum kini menemukan tulahnya.
Tanpa transportasi umum yang memadai, pemerintah kini berkonsentrasi pada upaya mengurangi penumpukan kendaraan di banyak ruas jalan. Misalnya mengubah tanggal cuti bersama Lebaran 2023 dengan memajukan beberapa hari dari yang telah ditetapkan. Selain itu, angkutan barang atau kendaraan berat dilarang beroperasi pada H-5 hingga H+9 Lebaran, kecuali truk bahan bakar minyak, bahan kebutuhan pokok, dan pupuk. Selain itu, ada penerapan lalu lintas satu arah (one way) dan jalur tidal (contraflow) serta ganjil-genap pelat nomor mobil. Ada pula pengaturan penyeberangan kapal dengan penundaan perjalanan (delaying system) seperti di Pelabuhan Merak, Banten, yang menghubungkan Jawa dengan Sumatera.
Meski demikian, berkaca dari pengalaman Lebaran sebelumnya, pengaturan lalu lintas untuk mengurangi kemacetan kerap justru menjadi sumber kemacetan. Lalu lintas satu arah di jalan tol pantai utara Jawa, misalnya, membuat macet arah sebaliknya. Mereka yang berlawanan arah berjibaku dengan kemacetan akibat ditutupnya pintu jalan tol yang tidak diprioritaskan. Sumber kemacetan lain adalah penumpukan kendaraan di rest area jalan tol akibat tidak ada pembatasan waktu singgah.
Kunci pengendalian kemacetan adalah kemampuan petugas mendeteksi jumlah kendaraan di titik-titik rawan. Pemasangan alat sistem pemantauan area lalu lintas (area traffic monitoring system) di banyak lokasi, karena itu, harus diprioritaskan. Dengan alat ini, area kemacetan cepat diketahui dan penyelesaian bisa segera dilakukan. Koordinasi harus dijalankan, ego sektoral antar-instansi pemerintah hendaknya dihindari.
Di luar urusan teknis, hendaknya disadari bahwa mudik Lebaran adalah ritual budaya milik bersama. Meski tidak dilarang, penggunaan momen mudik untuk kampanye Pemilihan Umum 2024 hendaknya tak dilakukan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo