Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BILA tahun depan kita memperkenalkan kesenian Indonesia di Amerika Serikat, apa saja yang kita pilih untuk kita gelar? Berbagai pendapat dapat muncul menanggapi pertanyaan seperti itu. Pertama, mereka yang berpendapat untuk membatasi pada benda-benda kesenian serta seni pertunjukan yang klasik dan etnik saja. Kedua, mereka yang berpendapat untuk mengikutsertakan semua pernyataan seni bangsa kita, baik yang klasik, etnik, maupun yang kontemporer. Mereka yang berpendapat untuk hanya membatasi pada seni klasik saja memperhitungkan bahwa khalavak Amerika nasti akan lebih tertarik untuk melihat atau mengamati bentuk kesenian yang asing, yang aneh, yang eksotis - pendeknya, yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya di negeri mereka. Diingatkan bahwa sebagian besar dari khalayak Amerika yang akan menyaksikan itu adalah orang-orang yang belum pernah melihat Indonesia. Dalam bayangan mereka, negeri kita mungkin sekali tampil sebagai satu negeri dengan kebudayaan dan kesenian yang kuno, yang mungkin sebentar lagi akan musnah. Indonesia adalah bagian dari Asia, dan Asia adalah kuno. Maka, memamerkan seni kontemporer kita yang banyak sekalidipengaruhi oleh kesenian Barat dan "budaya dunia" hanya akan sia-sia saja. Pertama, seni semacam itu sudah sering mereka lihat di museum, atau galeri, atau teater di Amerika Serikat. Kedua mutu seni kontemporer kita cenderung dipandang rendah oleh mereka, karena dianggap tidak orisinil, tidak "asli". Mereka yang berpendapat "sebaiknya semua pernyataan seni kita, baik yang klasik, etnik, maupun yang kontemporer dipamerkan di Amerika" mempertimbangkan bahwa tujuan utama pameran tersebut adalah untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia. Itu berarti bahwa kita harus berani menampilkan semua wajah kebudayaan kita bukan sepotong-sepotong. Biarkanlah mereka memberi penilaian dan mendapatkan penemuan mereka sendiri sesudah mereka melihat benda kesenian serta seni pertunjukan kita yang beraneka ragam itu. Bila mereka berdecak kagum melihat semua wajah kesenian kita, ya, syukurlah. Akan tetapi bila ternyata tidak, dan malah bingung, confused, melihat kesenian kita yang beraneka ragam itu, ya, itulah konsekuensi bahkan risiko mau mengadakan pameran besar seperti itu. Setidaknya, sekarang rakyat Amerika tahu bagaimana wajah kesenian kita. Mungkin dua macam pendapat tersebut sama-sama mengandung argumentasi kuat. Yang pertama, melihat dari sudut pandangan orang Amerika rata-rata. Yang kedua, melihat dari sudut subyektivitas bahwa kita ingin memperkenalkan Indonesia sebagai negara muda yang memiliki latar belakang budaya yang lama dan kaya, tetapi juga sekaligus dengan penuh percaya diri membuka dirinya kepada dunia, membangun sosok budayanya yang modern. Bagaimanapun penuh risiko untuk mendapat pandangan skeptis ditambah dengan kerinyit alis pada waktu khalayak Amerika itu melihat, misalnya, lukisan dan patung kontemporer kita, orientasi, agaknya, pandangan kedua merupakan pilihan yang pantas. Bagaimanapun, bukankah kita tidak ingin terus-menerus tampil sebagai negara dengan kebudayaan dan kesenian masa lalu saja? Syukurlah, panitia pameran setuju dan menjatuhkan pilihan mereka pada orientasi kedua. Dan kami dengar, segala persiapan untuk pameran akbar tersebut sekarang sedang dipersiapkan dengan penuh semangat. Kota-kota besar dan kota budaya Amerika Serikat yang penting (New York, Boston, Washington D.C., Houston, Chicago, Los Angeles, dan San Francisco) akan disinggahi pameran benda-benda purba kita yang paling canggih dan seni-rupa kontemporer kita yang paling representatif. Juga berbagai seni pertunjukan klasik dan etnik akan diboyong dan dipertontonkan di sana, berdampingan dengan seni pertunjukan kontemporer kita, termasuk film-film kita yang terbaik. Selain di kota-kota besar, juga akan disentuh kota-kota universitas. Di situ akan disuguhkan konser-konser gamelan serta musik etnik dan musik kontemporer kita. Dengan sendirinya, berbagai ceramah tentang kebudayaan dan kehidupan kontemporer Indonesia akan dikelilinkan di kota-kota tersebut. Barangkali yang juga akan sangat menentukan suksesnya pameran tersebut adalah buku programa yang baik, yang sekaligus berfungsi sebagai buku pengantar tentang kekayaan dan keanekaragaman kesenian kepulauan kita. Buku itu mestilah canggih, informatif, serta secara artistik bermutu tinggi. Buku programa yang dibuat buru-buru, acakacakan, serta tidak informatif dan tidak menarik, mungkin sudah akan mematikan selera khalayak untuk datang. Majalah ini bersama Mobil Oil ingin sekali melihat KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat) sukses. Maka, dalam dua tahun ini - untuk rnenyambut dan menyokong pameran akbar tersebut akan diterbitkan karangan-karangan dalam ruang Kolom dan sisipan Refleksi tentang berbagai bidang kesenian, baik yang klasik, etnik, ataupun kontemporer oleh pakar-pakar yang telah diakui otoritasnya. Pembaca, sekali lagi, akan diajak mengenal kekayaan kebudayaan kita lewat rangkaian karangan tersebut. Kolom ini merupakan kolom pertama untuk menyambut KIAS, dan disajikan dengan kerja sama dengan Mobil Oil (Red).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo