Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INI cerita tentang perebutan harta gono-gini yang tak ada duanya di dunia. Dalam sebuah perkara perceraian yang diadili pengadilan Tennessee, Amerika Serikat, Senin pekan lalu, pasangan Junior Lewis Davis, 30 tahun, dan Mary Sue Davis, 28 tahun, yang akan bercerai, bertarung "memperebutkan" tujuh buah embrio benih mereka berdua. Embrio yang dipertengkarkan itu memang tidak berada dalam kandungan Mary. Calon bayi itu tersimpan dalam lemari pendingin di Pusat Fertilitas Tennessee Timur. Pasangan Mary dan Davis, yang menikah 1979, mengikuti program bayi tabung di lembaga itu sejak enam tahun lalu, karena di tubuh Mary terdapat kelainan fisiologis, sehina tak dapat hamil secara normal. Dengan teknik Fertilisasi In-Vitro (IVF), para ahli mempertemukan sel telur Mary dan sperma Davis di luar kandungan. Usaha itu berhasil menumbuhkan tujuh embrio. Tapi, sayangnya, belum sempat embrio itu dimasukkan ke rahim Mary, rumah tangga mereka guncang. Pertengkaran mereka tak terdamaikan. Bahkan sejak Februari lalu Davis mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Persoalan paling rumit ternyata bagaimana menentukan siapa pemilik tujuh telur yang telah dibuahi itu. Mary, yang sudah menanti kehadiran bayi selama 10 tahun berkeras untuk mendapat calon janin itu. "Saya tidak menginginkan apa-apa dari dia. Saya hanya ingin punya anak sebelum memasuki usia 30," kata bekas karyawati agen kapal itu. Apalagi Mary merasa bahwa pengorbanannya sudah besar untuk mendapatkan embrio itu, "setelah melalui sejumlah operasi, tes, dan suntikan selama bertahun-tahun," katanya. Sebaliknya, Davis tak sudi bila embrio "milik bersama" itu dimanfaatkan Mary. Ia, yang kini tak ingin menjadi ayah bayi itu, berusaha mencegah istrinya hamil dari salah satu tujuh embrio itu. Ia bahkan tak mau embrio itu di utak-atik sebelum haknya atas embrio itu diperjelas pengadilan. "Saya tidak mengerti, mengapa dia masih menginginkan darah daging saya setelah semuanya berantakan," ujar Davis, montir lemari es itu. Persoalan siapa pemilik embrio itu ternyata tak terjawab oleh para anggota dewan kode etik kedokteran, pakar hukum, dan ahli fertilitas di AS. Sebab, menurut para pengacara di sana, kasus ini pertama kali terjadi di Arherika Serikat. Bahkan hakim tunggal Dale Young, yang mengadili kasus itu, mengaku belum mantap mengambil keputusan. "Kasus ini membuat saya bingung, karena tidak ada acuan untuk memutuskannya," ujarnya. Di seluruh Amerika Serikat memang hanya Negara Bagian Louisiana yang sudah siap menjawab silang pendapat mengenai persoalan ini. Mereka telah membuat undang-undang yang menetapkan bahwa embrio dari teknik bayi tabung mendapat perlindungan hukum penuh. Tidak boleh dianggap hanya milik salah satu pasangan, dan tidak boleh dibinasakan. Pengacara Mary, Jay Christenberry, di pengadilan menyatakan, "Yang paling penting dari kasus ini adalah bagaimana kita mengategorikan embrio ini." Dan secara tegas ia berpendapat, embrio ini sudah bisa dianggap sebagai "janin" milik Mary. Namun, seorang saksi ahli, guru besar hukum dari Universitas Texas, John A. Robertson, mengatakan bahwa telur yang sudah dibuahi tidak termasuk subyek hukum. "Memang itu punyapotensi untuk hidup, dan dihargai karena berasal dari benih manusia. Tapi tidak bisa dihormati sebagai seorang manusia," katanya. Sebab, embrio ini baru merupakan sekelompok sel yang masih dalam tahap sangat dini. Belum jelas apakah ada satu individu yang lahir dari sel itu. "Jadi, belum bisa dipastikan sebagai makhluk hidup," ujar Robertson. Karena itu, menurut Robertson, kasus ini hanya bisa diputuskan dengan pertimbangan siapa yang lebih rugi dengan vonis itu. "Kalau Nyonya Davis kalah, kan bisa mencoba program bayi tabung sekali lagi," katanya. Sedangkan bila Tuan Davis kalah, katanya, akibatnya akan lebih parah baginya, karena ia kini tidak inin menjadi ayah calon bayi itu. Sementara itu, Dokter Ray King, yang membantu pasangan ini, menawarkan jalan tengah yang mungkin bisa menyelesaikan sengketa itu. Ia menyarankan agar embrio yang disengketakan itu disumbangkan kepada pasangan mandul lainnya saja. Bagaimanapun, sengketa ini sebelumnya tak terpikirkan oleh para ahli kedokteran yang merintis usaha membantu pasangan mandul. Fertilisasi In-Vitro atau teknik pembuatan bayi tabung itu sendiri baru berhasil 38 tahun setelah dirintis, dengan lahirnya bayi Louise Brown di Oldham, Inggris, 1978. Sejak itulah upaya bayi tabung merambah ke seantero dunia, termasuk Indonesia. April lalu, umpamanya, Ny. Lay Cun, yang mengidamkan anak selama lima tahun, berhasil mendapat sekaligus anak perempuan kembar tiga, tujuh bulan setelah embrio dari teknik IVF ini dimasukkan ke rahim Lay Cun. Kembar tiga pertama di Indonesia ini adalah bayi tabung kelima dari tim program Melati (Melahirkan Anak Tabung Indoneisa) RSAB Harapan Kita, yang beranggotakan tujuh dokte ahli. Selain tim Harapan Kita, di Universitas Indonesia, Tim Peng embangan Fertilitas dan Fertilisasi In-Vitro juga membantu pasangan mandul dengan program serupa. Hanya dalam beberapa bulan setelah diresmikan, 1987. tim UI itu diserbu 100 peminat. Artinya, kasus Tuan dan Nyonya Davi mungkin saja bisa terjadi di Indonesia. Sebab itu, tak ada salahnya bila para paka hukum di sini sudah mengantisipasi per kembangan kedokteran tersebut. Agar hukum tak selalu harus ketinggalan zamanBunga Surawijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo