Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERPECAHAN di pucuk pimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) -- menjelang muktamar ke-2 akhir Agustus ini -- mulai menjalar ke daerah. "Saya mau menyebutkan PPP Jawa Barat utuh juga jadi serba salah," kata Djainuri Yatim, Sekretaris DPW PPP Jawa Barat. Keragu-raguan itu cukup beralasan. Beberapa pengurus DPC di provinsi itu mulai berteriak-teriak di koran, mencabut dukungan terhadap J. Naro. Padahal, Jawa Barat dikenal sebagai basis utama kelompok Naro. Baru saja, 9 Juli yang lalu, 24 cabang yang ada di daerah itu, membuat kebulatan tekad untuk memperjuangkan agar Naro tetap duduk di kursi Ketua Umum PPP dalam muktamar di Ancol, Jakarta Utara 28-30 Agustus yang akan datang. Basis Naro yang lain, Jawa Timur, juga sibuk mengonsolidasikan diri agar tetap bulat. Tapi sudah lama beberapa cabang seperti Ponorogo -- memperlihatkan sikap tak patuh. Ketua DPW Soeleiman Fadeli tampak mulai goyang. "Jika di muktamar nanti, Pak Naro tak mau dicalonkan, mana bisa kami paksa," kata pendukung Naro itu. Memang sampai Senin pekan ini, belum ada suara dari Naro bahwa ia bersedia dicalonkan. Isyarat pun tak ada. Kebingungan melanda DPW PPP Sumatera Barat, pendukung Naro yang lain. "Sebelum berangkat ke Jakarta nanti, kami akan minta petunjuk dulu pada Muspida, sebagai pembina unsur kekuatan politik di daerah," kata M. Yunus Said, Sekretaris DPW PPP Sumatera Barat. Terus terang, sekarang Yunus ragu-ragu pada tekad mereka semula untuk mendukung Naro dalam muktamar. "Banyak yang bisa terjadi dalam beberapa hari sebelum muktamar," katanya. Yang mereka lakukan sekarang ialah menjaga agar 14 cabang di daerahnya tetap kompak. Sebaliknya, daerah-daerah penentang Naro kini sedang berpikir keras menghadapi muktamar. Ada kekhawatiran di kalangan ini kalau-kalau mereka ditolak panitia untuk masuk ke muktamar. Kebetulan panitia kan masih dikuasai kelompok Naro? Ketua DPW PPP Jawa Tengah H. Karmani sedang berusaha agar setiap utusan dari cabang di daerahnya mendapat surat jalan dari bupati atau wali kota. Sedang utusan DPW minta surat semacam dari gubernur. Dengan surat itu diharapkan panitia tak akan menghalangi mereka memasuki Hotel Horison, arena muktamar nanti. Begitupun, bila ada di antara mereka yang dihalangi masuk muktamar, sikap Karmani dan kelompoknya cukup tegas. "Ditolak satu kami akan keluar semua," katanya. Upaya serupa akan dicoba Sumatera Utara. Pengurus PPP di daerah itu sudah mengirimkan nama-nama utusannya pada bupati dan wali kota masing-masing. "Kalau bisa mandat kami nanti diparap bupati wali kota, atau gubernur," kata Hasrui Awar, Sekretaris DPW PPP Sumatera Utara. Dengan mandat seperti itu, kelompok penentang Naro itu berharap lenggang kangkung masuk ke Ancol. Sementara itu, di Jakarta, kerukunan kelompok Aisyah Aminy dengan Naro tampaknya sudah sulit dijalin. Rabu malam pekan lalu, tim kecil Mardinsyah, Zen Bajeber, dan M. Husnie Thamrin yang dibentuk oleh rapat DPP beberapa hari sebelumnya berantakan. Rancangan AD/ART, rancangan pertanggungjawaban DPP, rancangan program partai, dan rancangan tata tertib muktamar. "Tak ada yang bisa dilakukan tak ada kesepakatan, deadlock," kata Husnie Thamrin, anggota tim kecil dari kelompok Aisyah Aminy. Tim kecil bekerja mulai Senin pekan lalu, tapi Rabu malam, setelah melihat pertentangan antara dia dan Mardinsyah dari kelompok Naro tak bisa lagi dipertemukan, Husnie meninggalkan rapat tim kecil. Sementara itu, sayup-sayup mulai terdengar sejumlah nama yang akan dicalonkan sebagai Ketua Umum PPP nanti. Di antaranya, R.M.O. Mahdi Tjokroaminoto, kini ketua panitia muktamar PPP. Mahdi, salah seorang Ketua DPP PPP dari unsur Syarikat Islam, adalah cucu H.O.S. Tjokroaminoto, tokoh Sarekat Islam yang amat terkenal itu. Kemudian H.M. Djufrie, 50 tahun, Ketua DPW DKI Jakarta, dari unsur Muslimin Indonesia.Amran Nasution, Rustam F. MAndayun, Bandelan Amarudin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo