Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kisruh Penjualan Saham Indosat

Pemerintah merugi Rp 400 miliar setelah penawaran saham Indosat miliknya diduga terjegal gara-gara aksi potong Indosat dan aksi jual PT Merrill Lynch. Kapan Bapepam dapat membongkar itu semua?

2 Juni 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BURSA Jakarta terguncang Kamis pekan lalu. Dalam private placement yang dilakukan pemerintah, harga saham Indosat terbanting 800 poin dari tingkat Rp 13.200 per lembar saham. Perdagangan saham Indosat segera di-suspend, tapi tindakan itu tak dapat mencegah kerugian material dan moral yang ditimbulkannya. Disebut kerugian material karena pemerintah gagal meraup dana Rp 1,4 triliun-Rp 1,5 triliun dari penjualan 117 juta lembar saham miliknya. Tapi juga ada kerugian moral karena Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi tampak laksana tumbal untuk keberhasilan sebuah hidden agenda.

Memang, sepintas tampaknya Menteri Negara BUMN ini telah dikhianati. Namun, siapa sang pengkhianat, itulah yang sulit dipastikan saat ini. Laksamana pada mulanya mencurigai PT Merrill Lynch Indonesia. Tapi kemudian diakuinya bahwa manajemen PT Indosat pun telah melakukan aksi potong jalan ketika placement saham Indosat sedang dalam proses. Menurut Laksamana, pengumuman pihak Indosat yang akan melakukan right issue 54,5 juta saham Indosat telah menyebabkan kegagalan placement pemerintah. Soalnya, maklumat itu disiarkan satu hari sebelum private placement dicanangkan. Jadi, PT Indosat "menjegal" penjualan saham milik pemerintah dengan lebih dulu menawarkan saham miliknya sendiri. Laksamana menduga hal itu terjadi karena manajemen Indosat tidak melakukan koordinasi yang baik dengan Kementerian BUMN. Namun, pihak yang dituding langsung membantahnya dengan keras.

Yang pasti, para calon investor mengalihkan pilihannya pada right issue karena akan lebih diuntungkan. Soalnya, kalau mereka menolak right issue, sahamnya otomatis terdilusi. Sebaliknya, bila membeli right issue, selain jumlah saham bertambah, mereka mendapatnya dengan harga lebih murah. Secara sederhana bisa dikatakan, kalau bisa membeli dengan harga Rp 11.500, mengapa harus membeli pada harga Rp 12.500? Kalkulasi inilah yang menyebabkan harga saham Indosat merosot tajam, sehingga perdagangannya harus dihentikan. Pemerintah kontan merugi Rp 400 miliar dan jumlah itu terlalu mencolok untuk bisa diterima dengan kepala dingin. Wajar bila Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi tampak berang dan menuding kanan-kiri.

Selain aksi potong jalan, aksi jual yang dilakukan Merrill Lynch pada hari penjualan saham Indosat milik pemerintah (16 Mei 2002) memang sangat berpotensi menjatuhkan harga saham tersebut. Broker ini melepas 4.135.000 lembar saham—hampir 40 persen dari total saham Indosat yang diperdagangkan hari itu. Sulit untuk tidak mencurigai adanya "rekayasa" pada Merrill Lynch, apalagi broker asing ini terlibat dalam rencana right issue saham Indosat bersama-sama Mandiri Sekuritas. Tak kalah dengan Indosat, Merrill Lynch juga membantah keras tuduhan yang tidak main-main, yaitu tuduhan insider trading. Dan tuduhan itu merebak bagaikan "bola liar" yang tidak dengan sigap ditangkap oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Otoritas pasar modal ini baru akan membentuk tim penyelidik, padahal dikhawatirkan bukti-bukti insider trading sempat keburu hilang atau dihilangkan.

Kita tentu tidak dapat mengabaikan berbagai dugaan tentang adanya oknum-oknum lain yang ikut menggagalkan penawaran saham Indosat milik pemerintah dan motivasi di baliknya. Kita pun tahu bahwa aksi goreng-menggoreng saham sudah sering terjadi, tapi sampai kini belum satu pun diungkap tuntas dan karena itu tak ada pelaku yang dijatuhi sanksi. Namun, dalam kisruh saham Indosat kali ini, pihak yang dirugikan adalah pemerintah dan rakyat Indonesia. Kejahatan terhadap negara dan bangsa tidak boleh ditutup-tutupi, semudah menyurukkan sampah ke bawah tikar, misalnya. Perlu terobosan agar Bapepam lugas dan berwibawa. Juga supaya jajaran di Indosat dan Kementerian BUMN bisa bertanggung jawab sesuai dengan sumpah jabatannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus