Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Laut Kita, Harta Kita

Konferensi Kelautan Sedunia membahas pengaruh laut bagi iklim global. Inisiatif Indonesia menjaga segitiga terumbu karang patut dipuji.

11 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK ada negara lain yang memiliki keanekaragaman sumber daya hayati laut sekaya Indonesia. Terumbu karangnya nomor wahid, demikian pula hutan mangrove dan rumput lautnya. Harta alam itu bukan hanya belum dimanfaatkan dengan baik, malah sudah banyak yang rusak parah.

Karena itu Konferensi Kelautan Sedunia di Manado, yang dibuka awal pekan ini, akan banyak manfaatnya bagi Indonesia. Pertemuan yang membahas pengaruh perubahan iklim terhadap lautan itu dimaksudkan untuk memasukkan laut ke agenda Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen, Desember mendatang. Tujuan akhirnya: agar setiap usaha melestarikan laut mendapat imbalan—seperti mekanisme pasar karbon dalam pelestarian hutan. Bolehlah berharap, adanya imbalan ini akan mengerem laju kerusakan laut yang sudah amat mengkhawatirkan.

Imbalan ini selayaknya ditanggung negara maju. Biang penyebab kerusakan laut adalah perubahan iklim. Kerusakan akibat peningkatan suhu bumi sukar ditanggulangi dan sangat masif. Memang semua negara ikut punya andil karena penyebabnya adalah penggunaan bahan bakar fosil. Tapi negara maju mengkonsumsi jauh lebih banyak daripada negara berkembang.

Bahan bakar fosil itu ”jahat” karena melepaskan gas karbon dioksida yang memiliki efek rumah kaca—menahan radiasi matahari tetap di atmosfer. Akibatnya, suhu udara dan air laut memanas. Makhluk laut tak gampang menyesuaikan diri dengan suhu baru. Sebagian bahkan menemui ”ajal” karena selama setengah juta tahun terbiasa hidup di suhu yang konstan.

Cara gas karbon dioksida ”membunuh” ternyata menakutkan. Gas ini mengakibatkan air laut menjadi lebih asam. Peningkatan kadar keasaman terjadi akibat separuh karbon dioksida yang dilepaskan bahan bakar fosil selama 200 tahun, sejak era industri dimulai, ternyata diserap lautan.

Yang terjadi kemudian adalah lingkaran setan pemanasan global. Makhluk laut yang mati karena kepanasan atau tak tahan asam itu melepaskan karbonnya ke air, lalu ke udara. Jumlah gas karbon di atmosfer pun bertambah banyak.

Akhir siklus itu, manusia juga yang menderita. Pemanasan tersebut mengubah pola iklim: sebagian wilayah bakal kering-kerontang, sementara wilayah lainnya dilanda banjir tak berkesudahan. Es dan salju abadi mencair, permukaan laut akan naik. Banyak kota pantai—dari Florida di Amerika Serikat hingga Jakarta Utara—terancam kehilangan sebagian atau seluruh daratannya. Banyak pulau tenggelam ditelan laut.

Untuk memutus lingkaran setan ini, setiap negara mesti mengurangi—bila mungkin bahkan mengganti—bahan bakar fosil dengan yang ramah lingkungan. Negara-negara pro-perdagangan karbon juga harus bersatu mengupayakan agar laut bisa dimasukkan ke pasar ini. Memang tak bakal mudah. Pelaksanaan jual-beli karbon hutan yang merupakan amanat Protokol Kyoto tahun 1997 saja masih tersendat-sendat diganjal negara maju.

Karena itulah inisiatif Indonesia mengajak enam negara di sekitar segitiga terumbu karang—wilayah laut paling kaya kehidupan di dunia—bersama-sama melindungi kawasan ini merupakan prakarsa strategis yang luar biasa. Prakarsa yang akan dideklarasikan di Manado itu—dinamai Coral Triangle Initiative—merupakan langkah nyata untuk melestarikan laut. Ini jauh lebih berguna ketimbang menunggu imbalan dari carbon trading yang tak kunjung pasti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus