Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Lenin, stalin dan mao yang almarhum

Stalin mengubah cara lenin dalam menggaji teknokrat, untuk membangun soviet. timbul korupsi di kalangan teknokrat. mao mengadakan gerakan pemurnian, untuk mencegah timbulnya elite.

30 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH Partai Komunis Rusia berhasil jadi penguasa tunggal di Uni Soviet, Lenin tahu tugas yang dihadapinya masih panjang dan berat. Ia memerlukan suatu angkatan administrator yang terdidik, ahli, dan mau bekerja keras demi "pembangunan sosialis". Sadar bahwa angkatan administator ini perlu mendapat fasilitas tertentu agar bisa melaksanakan pekerjaan mereka dengan lancar, Lenin memberi mereka kekuasaan dan insentip materi. Namun di samping itu Lenin sadar pula akan bahayanya kalau para pelaksana ini terpisah dari rakyat. Karenanya ia memberi gaji rendah kepada mereka itu, agar tingkat hidup mereka setidak-tidaknya seimbang dengan rakyat kebanyakan. Ia pun membentuk semacam badan pengawas untuk menghindarkan setiap macarn penyalahgunaan kekuasaan. Setiap penyelewengan ditindak. Tapi cara ini oleh penggantinya, Stalin, dirubah dan dirombak. Stalin dihadapkan pada kenyataan bahwa Uni Soviet, apabila dibandingkan dengan negeri-negeri kapitalis Barat, sangat jauh ketinggalan. Baik di bidang industri maupun pertanian. Ia berpendapat kalau keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka Uni Soviet hanya akan jadi sasaran agresi dan subversi kaum imperialis belaka. Bertitik dari pendapat inilah Stalin kemudian memperkenalkan Rencana Lima Tahun Pembangunan Uni Soviet. Dengan rencana-rencana ini Stalin berambisi dalam jangka waktu sepuluh tahun Uni Soviet akan mengejar ketinggalan tersebut. Untuk menjalankan program ini Stalin sangat mengandalkan diri pada kaum teknokrat. Ia mempekerjakan para ahli dan teknisi asing dengan gaji tinggi. Ahli-ahli Uni Soviet sendiri yang punya kepandaian istimewa diberi gaji tinggi sebagai perangsang. Berkat ini Rusia bisa berhasil menghalaukan serbuan mesin militer Jerman di bawah Hitler. Juga, Rusia seperti yang kita saksikan sekarang ini - sebagai salah satu negara raksasa -- pembangunannya dirintis oleh Stalin. Akibat Negatip Tapi di pihak lain jalan yang ditempuh Stalin ini menyebabkan beberapa akibat negatip bagi perkembangan masyarakat sosialis Rusia sendiri. Korps administrator, birokrat, teknokrat dan manajer yang memperoleh fasilitas dan penghargaan jauh di atas rakyat kebanyakan ini ternyata semakin terpisah dari massa rakyat. Dengan segala macam vested interest-nya mereka hanya memikirkan kepada pekerjaan dan kepentingan golongan mereka sendiri. Lebih buruk lagi, untuk mempertahankan kedudukan istimewanya, mereka cenderung buat korup dan saling menutupi kesalahan yang terjadi di kalangan mereka. Keadaan ini di Rusia berkembang sampai sekarang. Buat Cina, Brezhnev yang pesolek, suka ngebut dengan mobil-mobil mewah yang puluhan jumlahnya, jauh lebih buruk ketimbang seorang pemimpin di negara kapitalis mana pun. "Penyakit" yang diderita Uni Soviet ini menjalar ke negara-negara sosialis Eropa Tirnur. Bahkan di Yugoslavia dan beberapa negara Eropa Timur lain berkembang sistim ekonomi liberal yang tak banyak bedanya dengan negara-negara kapitalis Barat. Sejak awal RRC berdiri, Mao sangat sadar akan bahaya iala ini. Itulah sebabnya ia terus-menerus mengadakan pembersihan ke dalam. Mulai tahun 1952, hanya tiga tahun setelah RRC berdiri. Mao tak henti-hentinya mengadakan serangkaian gerakan pemurnian. Lihat saja: landreform, Gerakar Tiga Anti, Gerakan Lima Anti, Gerakan Anti Kanan, Gerakar Pendidikan Sosialis. Dan tentu saja yang paling hebat Revolusi Kebudayaan. Tujuan gerakan-gerakan tersebut pada dasarnya sama: mencegah timbulnya suatu kasta elit yang terlepas atau menjauhkan diri sama sekali dari rakyat. Atau lebih populer lagi, mencegah kebangkitan kembali "kapitalisme" di Cina. Setelah Revolusi Kebudayaan pun, sampai akhir hayal Mao, gerakan pemurnian itu tidak berhenti. Kita dengar ini misalnya Gerakan Kritik Lin Piao, Kritik Kong Hu Cu, Gerakar Memahami Kediktatoran Proletariat, mengkritik novel Bata Air Shui Hu Chuan) dan lain-lain lagi. Kematian Mao, tersisihkannya Chiang Ching dan kawan kawan dan kembalinya tokoh-tokoh yang kena gusur ketika Revolusi Kebudayaan dulu, membawa warna baru dalam politik ekonomi dan pembangunan di Cina. Hua Kuo-feng dan kawan-kawan -- seperti Stalin tahurl 20-an dulu -- sadar bahwa Cina sangat terbelakang, baik dalam industri maupun pertanian. Kesadaran ini diperkuat lagi dengan ancaman serius dari luar, khususnya Rusia. Untuk itu tak ada jalan lain dari pada menancap pedal pembangunan lebih dalam lagi, buat mengejar ketinggalan. Impor teknologi dan pengetahuan modern dari luar merupakan suatu keharusan. Sekarang banyak tenaga ahli Barat dan Jepang yang dipekerjakan di sana. Didapatkannya minyak merupakan penghasil devisa yang bisa ditukar dengan teknologi modern. Para teknokrat Cina sendiri mulai lebih dihargai dan mendapat fasilitas serta gaji relatip tinggi sebagai perangsang. Pemuda atau mahasiswa yang punya prestasi menonjol dididik secara khusus. Demikian pula sistirn ekonomi mulai diliberalkan. Kabar-kabar dari daratan Cina mengatakan bahwa tak lama lagi akan muncul usaha-usaha bisnis semi-pribadi untuk melancarkan produksi dan distribu si benda-benda. Tentu saja belum sebebas di negara-negara kapitalis. Namun, ini merupakan suatu pembaharuan yang monumental. Bagaimana dengan Maoisme sendiri? Dulu, Pikiran Mao Tse-tung selain dianggap sebagai titik tolak teoritis, juga dianggap sebagai pegangan praktis untuk melakukan revolusi di segala bidang -- ideologi maupun hal-hal yang lebih kongkrit. Melihat kepada perkembangan sekarang, kita cenderung untuk mengatakan bahwa Maoisme tidak lagi dianggap sebagai petunjuk praktis. Ia hanya akan dipandang sebagai ideologi murni belaka. Di masa lalu, untuk mencegah timbulnya "kelas borjuis baru" dan kebangkitan kembali kapitalisme di Cina, Mao Tsetung punya senjata yang namanya "garis massa". Dengan ajaran itu Mao mau agar semua pemimpin dari yang terendah sampai yang tertinggi harus berorientasi kepada massa, mengetahui apa yang diingini massa dan membuat keputusan-keputusan yang sesuai dengan apa yang diingini rakyat banyak. Sekarang soalnya apakah pengalaman Rusia yang dimulai oleh Stalin akan terulang kembali di Cina? Atau apakah Hua Kuo-feng dan kawan-kawan sudah punya "obat penawar" untuk menjauhkan "ekses-ekses pembangunan dan modernisasi" itu? Barangkali jawabnya baru akan didapat dalam waktu 20 tahun mendatang, menjelang tahun 2000. Karena menurut rencana, Cina akan jadi negara modern di ambang abad ke-21 namti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus