SETELAH Partai Komunis Rusia berhasil jadi penguasa tunggal di
Uni Soviet, Lenin tahu tugas yang dihadapinya masih panjang dan
berat. Ia memerlukan suatu angkatan administrator yang terdidik,
ahli, dan mau bekerja keras demi "pembangunan sosialis". Sadar
bahwa angkatan administator ini perlu mendapat fasilitas
tertentu agar bisa melaksanakan pekerjaan mereka dengan lancar,
Lenin memberi mereka kekuasaan dan insentip materi.
Namun di samping itu Lenin sadar pula akan bahayanya kalau para
pelaksana ini terpisah dari rakyat. Karenanya ia memberi gaji
rendah kepada mereka itu, agar tingkat hidup mereka
setidak-tidaknya seimbang dengan rakyat kebanyakan. Ia pun
membentuk semacam badan pengawas untuk menghindarkan setiap
macarn penyalahgunaan kekuasaan. Setiap penyelewengan ditindak.
Tapi cara ini oleh penggantinya, Stalin, dirubah dan dirombak.
Stalin dihadapkan pada kenyataan bahwa Uni Soviet, apabila
dibandingkan dengan negeri-negeri kapitalis Barat, sangat jauh
ketinggalan. Baik di bidang industri maupun pertanian. Ia
berpendapat kalau keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka Uni
Soviet hanya akan jadi sasaran agresi dan subversi kaum
imperialis belaka.
Bertitik dari pendapat inilah Stalin kemudian memperkenalkan
Rencana Lima Tahun Pembangunan Uni Soviet. Dengan
rencana-rencana ini Stalin berambisi dalam jangka waktu sepuluh
tahun Uni Soviet akan mengejar ketinggalan tersebut.
Untuk menjalankan program ini Stalin sangat mengandalkan diri
pada kaum teknokrat. Ia mempekerjakan para ahli dan teknisi
asing dengan gaji tinggi. Ahli-ahli Uni Soviet sendiri yang
punya kepandaian istimewa diberi gaji tinggi sebagai perangsang.
Berkat ini Rusia bisa berhasil menghalaukan serbuan mesin
militer Jerman di bawah Hitler. Juga, Rusia seperti yang kita
saksikan sekarang ini - sebagai salah satu negara raksasa --
pembangunannya dirintis oleh Stalin.
Akibat Negatip
Tapi di pihak lain jalan yang ditempuh Stalin ini menyebabkan
beberapa akibat negatip bagi perkembangan masyarakat sosialis
Rusia sendiri. Korps administrator, birokrat, teknokrat dan
manajer yang memperoleh fasilitas dan penghargaan jauh di atas
rakyat kebanyakan ini ternyata semakin terpisah dari massa
rakyat. Dengan segala macam vested interest-nya mereka hanya
memikirkan kepada pekerjaan dan kepentingan golongan mereka
sendiri. Lebih buruk lagi, untuk mempertahankan kedudukan
istimewanya, mereka cenderung buat korup dan saling menutupi
kesalahan yang terjadi di kalangan mereka.
Keadaan ini di Rusia berkembang sampai sekarang. Buat Cina,
Brezhnev yang pesolek, suka ngebut dengan mobil-mobil mewah yang
puluhan jumlahnya, jauh lebih buruk ketimbang seorang pemimpin
di negara kapitalis mana pun.
"Penyakit" yang diderita Uni Soviet ini menjalar ke
negara-negara sosialis Eropa Tirnur. Bahkan di Yugoslavia dan
beberapa negara Eropa Timur lain berkembang sistim ekonomi
liberal yang tak banyak bedanya dengan negara-negara kapitalis
Barat.
Sejak awal RRC berdiri, Mao sangat sadar akan bahaya iala ini.
Itulah sebabnya ia terus-menerus mengadakan pembersihan ke
dalam. Mulai tahun 1952, hanya tiga tahun setelah RRC berdiri.
Mao tak henti-hentinya mengadakan serangkaian gerakan
pemurnian. Lihat saja: landreform, Gerakar Tiga Anti, Gerakan
Lima Anti, Gerakan Anti Kanan, Gerakar Pendidikan Sosialis. Dan
tentu saja yang paling hebat Revolusi Kebudayaan. Tujuan
gerakan-gerakan tersebut pada dasarnya sama: mencegah timbulnya
suatu kasta elit yang terlepas atau menjauhkan diri sama sekali
dari rakyat. Atau lebih populer lagi, mencegah kebangkitan
kembali "kapitalisme" di Cina.
Setelah Revolusi Kebudayaan pun, sampai akhir hayal Mao, gerakan
pemurnian itu tidak berhenti. Kita dengar ini misalnya Gerakan
Kritik Lin Piao, Kritik Kong Hu Cu, Gerakar Memahami
Kediktatoran Proletariat, mengkritik novel Bata Air Shui Hu
Chuan) dan lain-lain lagi.
Kematian Mao, tersisihkannya Chiang Ching dan kawan kawan dan
kembalinya tokoh-tokoh yang kena gusur ketika Revolusi
Kebudayaan dulu, membawa warna baru dalam politik ekonomi dan
pembangunan di Cina.
Hua Kuo-feng dan kawan-kawan -- seperti Stalin tahurl 20-an dulu
-- sadar bahwa Cina sangat terbelakang, baik dalam industri
maupun pertanian. Kesadaran ini diperkuat lagi dengan ancaman
serius dari luar, khususnya Rusia. Untuk itu tak ada jalan lain
dari pada menancap pedal pembangunan lebih dalam lagi, buat
mengejar ketinggalan.
Impor teknologi dan pengetahuan modern dari luar merupakan suatu
keharusan. Sekarang banyak tenaga ahli Barat dan Jepang yang
dipekerjakan di sana. Didapatkannya minyak merupakan penghasil
devisa yang bisa ditukar dengan teknologi modern. Para teknokrat
Cina sendiri mulai lebih dihargai dan mendapat fasilitas serta
gaji relatip tinggi sebagai perangsang. Pemuda atau mahasiswa
yang punya prestasi menonjol dididik secara khusus. Demikian
pula sistirn ekonomi mulai diliberalkan. Kabar-kabar dari
daratan Cina mengatakan bahwa tak lama lagi akan muncul
usaha-usaha bisnis semi-pribadi untuk melancarkan produksi dan
distribu si benda-benda. Tentu saja belum sebebas di
negara-negara kapitalis. Namun, ini merupakan suatu pembaharuan
yang monumental.
Bagaimana dengan Maoisme sendiri? Dulu, Pikiran Mao Tse-tung
selain dianggap sebagai titik tolak teoritis, juga dianggap
sebagai pegangan praktis untuk melakukan revolusi di segala
bidang -- ideologi maupun hal-hal yang lebih kongkrit. Melihat
kepada perkembangan sekarang, kita cenderung untuk mengatakan
bahwa Maoisme tidak lagi dianggap sebagai petunjuk praktis. Ia
hanya akan dipandang sebagai ideologi murni belaka.
Di masa lalu, untuk mencegah timbulnya "kelas borjuis baru" dan
kebangkitan kembali kapitalisme di Cina, Mao Tsetung punya
senjata yang namanya "garis massa". Dengan ajaran itu Mao mau
agar semua pemimpin dari yang terendah sampai yang tertinggi
harus berorientasi kepada massa, mengetahui apa yang diingini
massa dan membuat keputusan-keputusan yang sesuai dengan apa
yang diingini rakyat banyak.
Sekarang soalnya apakah pengalaman Rusia yang dimulai oleh
Stalin akan terulang kembali di Cina? Atau apakah Hua Kuo-feng
dan kawan-kawan sudah punya "obat penawar" untuk menjauhkan
"ekses-ekses pembangunan dan modernisasi" itu? Barangkali
jawabnya baru akan didapat dalam waktu 20 tahun mendatang,
menjelang tahun 2000. Karena menurut rencana, Cina akan jadi
negara modern di ambang abad ke-21 namti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini